17

13.8K 1.4K 12
                                    

"Kamu udah pulang, Mas?" Dinar kaget ketika tiba-tiba melihat Azzam masuk ke dalam rumah.

"Udah dari tadi, udah salam juga, kamu aja yang nggak dengar." Azzam menjawab dengan nada datar.

"Keasyikan nonton TV hehe ...." Dinar bangkit dari rebahan dan menguncir rambutnya asal.

Azzam terkesima melihat leher dan tengkuk istrinya yang putih bak pualam. Dinar memang cantik, meskipun hanya memakai daster rumahan sudah bisa membuat Azzam terpesona.

"Jangan nonton terus, udah sholat Isya belum?" Azzam duduk di kursi dekat Dinar.

"Udah kok." Dinar melihat Azzam pulang dengan tangan kosong, tumben sekali. Mana perutnya sedang lapar.

"Nyari apa, sih?" Azzam heran melihat sikap Dinar yang matanya jelalatan.

"Tumben nggak bawa besek hajatan, Mas?" tanya Dinar polos.

"Nggak setiap hari juga ada hajatan, Dinar. Tadi saya pergi ke rumah abi." Azzam duduk di samping istrinya, ikut menonton sinetron azab.

"Kok akhir-akhir ini sering banget ke rumah abi? Ada apa sih, Mas?" tanya Dinar curiga. Dinar takut ini alasan Azzam saja untuk pergi ke ponpes dan bertemu ustadzah Nurul.

"Abi lagi ada masalah."

"Hah? Masalah apa, Mas? Serius banget?" Dinar kaget mendengar ada masalah yang sedang menimpa abi-nya.

"Ada ahli waris yang menggugat bangunan khusus anak-anak hafidz."

"Kok bisa? Bukannya itu tanah wakaf?"

"Ya nggak taulah. Mungkin ahli waris lagi butuh uang." Azzam menanggapi seadanya.

"Ya nggak gitu juga. Kan udah amanah dari almarhum, kalau tanah itu diwakafkan."

"Nggak taulah, Din. Jaman sekarang banyak orang yang serakah, mana sampai nyewa pengacara juga." Azzam menghela nafas berat.

"Ada gitu pengacara yang mau bantuin orang-orang kayak gitu?" Dinar ikut-ikutan menghujat.

"Tuh mantan kamu." Azzam berkata kesal. Ada sedikit nada cemburu di sana.

"Mantan yang mana?" Dinar pura-pura amnesia. Sudah pasti ia tahu betul mantan mana yang dibicarakan Azzam.

"Mantan kamu yang jadi lawyer ada berapa, sih?" Azzam memutar bola mata malas.

"Mas Fabian?"

Dinar tak habis pikir untuk apa Fabian menangani kasus ini. Apa karena ingin balas dendam pada abi-nya? Ia tak menyangka pria itu sangat pendendam. Untung saja Dinar sudah memutuskannya.

"Hm." Azzam kesal karena Dinar masih memanggil mantan pacarnya itu dengan embel-embel 'mas'.

"Dia ngomong apa aja?"

"Katanya mau banding sampai kasasi."

"Ya udah, Mas. Nggak usah diladenin. Tanah abi kan masih banyak. Bangun aja gedung yang baru." Tumben sekali Dinar bisa berbicara benar.

"Tadi abi juga bilang gitu. Ngomong-ngomong kamu masak apa? Saya lapar." Azzam melirik ke arah meja makan.

"Nggak masak hehe ..." Dinar cengengesan. Tadi ia mengira Azzam pergi menghadiri acara hajatan, mana dari tadi ia menunggu besek.

"Nggak ada mi instan?"

"Udah abis, belum sempat ke warung. Udah malam gini biasanya warung Ceu Ida tutup."

"Ya udah, pesen go food aja." Azzam meraih ponsel di saku bajunya.

"Aku mau nasi goreng." Dinar bicara tanpa ditanya.

Azzam memesan dua porsi nasi goreng untuk mereka berdua. Mereka nonton TV sambil menunggu pesanan. Dinar melihat sandal Azzam yang aneh, kok lain?

"Mas, sandal kamu mana?"

"Oh, tadi aku pinjamkan ustadzah Nurul." Azzam berkata santai. Wajah Dinar langsung berubah panas.

"Jadi kamu ketemuan sama dia? Katanya ke rumah abi? Mana yang benar?" Dinar bertanya curiga.

"Saya memang ke rumah abi, kebetulan aja ketemu ustadzah Nurul di jalan. Dia jalan kaki, mana sandalnya putus," cerita Azzam.

"Kamu antar dia juga?" Dinar nampak tak senang, keliatan sekali dari nada bicaranya.

"Iya, sampai depan gang rumahnya aja." Azzam berkata tanpa rasa bersalah.

"Ambil lagi sandalnya!" Dinar menarik-narik sarung Azzam.

"Apasih, Din?" Azzam heran melihat tingkah Dinar yang menurutnya terlalu berlebihan. Perkara sandal aja loh, pikir Azzam.

"Ambil sekarang, Mas!" Dinar tidak mau tau, pokoknya sandal itu harus kembali saat ini juga.

"Iya-iya, besok kan bisa?" tawar Azzam.

"Nggak ada besok-besok! Pokoknya sekarang!" Dinar masih memaksa.

"Nggak enak, Din. Udah malam juga."

"Kamu nggak menghargai pemberian aku, Mas. Seenaknya aja kamu kasih orang lain!" Dinar berkata dengan marah, hidungnya sampai kembang kempis. Kalau dipinjamkan ke orang lain ia tak terlalu marah, tapi ini ustadzah Nurul. Argh, kenapa harus dia, sih! Dinar mengeluh dalam hati.

"Iya, maaf. Besok aku minta ke ustadzah Nurul, ya?" Azzam berusaha membujuk istrinya yang ngambek.

Kebetulan tukang ojek online telah sampai untuk mengantar pesanan mereka.

"Makan dulu, Din. Kamu nggak lapar?"

"Nggak, pokoknya aku marah!" Dinar berlalu ke kamarnya. Ia malas makan bersama Azzam.

"Din, jangan gitu."

"Bodo!" Dinar membanting pintu kencang. Ini pertama kali Azzam kena marah. Tak biasanya Dinar ngambek separah itu.

Di kamarnya Dinar menangis terisak-isak, ia menutup seluruh tubuh dengan selimut. Bayangan adegan romantis Azzam membonceng ustadzah Nurul dan meminjamkan sandal terngiang-ngiang di pikirannya.

Dinar tak mengerti perasaan apa ini. Yang jelas ia merasa tak suka Azzam dekat-dekat dengan ustadzah Nurul. Dinar jadi curiga, jangan-jangan selama ini mereka ada hubungan.

Pantas saja suaminya itu sering pamit pergi ke pondok usai pulang kerja, mana pulang malam. Pasti di sana dia lagi senang-senang dengan ustadzah Nurul.

Dinar marah memikirkan kemungkinan itu. Jadi selama ini dia menjadi penghalang hubungan kedua orang itu? Bisa jadi juga Azzam menunggu saat yang tepat untuk berpoligami. Pantas saja selama ini laki-laki itu tak pernah meminta haknya. Mungkin pria itu tak berselera dengan Dinar. Tipenya yang seperti ustadzah Nurul.

Brengsek!

Dinar meninju-ninju guling yang tak bersalah. Hatinya kesal, padahal ia sudah berusaha menjadi istri yang baik untuk Azzam.

Dinar segera bangkit dan memasukkan bajunya ke koper, ia tak mau tinggal serumah dengan Azzam lagi.

Azzam yang sedang makan nasi goreng kaget melihat Dinar keluar kamar sambil menenteng koper.

Dinar kesal, disaat dirinya ngambek Azzam malah enak-enakan makan, bukannya membujuk. Dinar semakin yakin untuk meninggalkan rumah ini.

"Mau ke mana?" tanya Azzam sambil meletakkan sendok.

"Aku mau pulang ke rumah abi!"

***

Perkara sandal bisa kabur dari rumah loh, bukan maen. Ini juga ustadz Azzam, udah tau istrinya lagi marah bukannya dibujuk malah enak-enakan makan. Gimana, sih?😭

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang