11 • at the second floor

689 204 5
                                    

Arin melihat waktu yang ditunjukkan oleh jam digital yang ada di atas meja belajarnya.

Jam 10:30 malam.

Masih tergolong sore untuk mahasiswa kebanyakan. Namun, tidak untuk Arin yang biasa tidur sebelum jam 10 malam.

Sialnya, hari ini jam tidurnya harus mundur beberapa jam.

Ada tugas dari kampus yang deadlinenya sudah mendesak. Sebenarnya, Arin biasa langsung mengerjakan tugas kampusnya tiap kali pulang kuliah. Tapi karena minggu lalu ada rapat himpunan mahasiswa untul acara keakraban, ia jadi harus pulang larut di mana sesampainya di kosan Arin langsung memilih untuk tidur.

Alhasil, jadwalnya jadi sedikit berantakan. Terutama jadwal untuk mengerjakan tugas.

Laporan yang ada di dalam perangkat keras di hadapannya baru selesai 75% . Arin harus menyelesaikannya malam ini juga atau nilai tugasnya akan diberi E oleh dosen pengampu.

"Capek deh kalau ngerjain di sini...." keluh Arin.

Sudah 5 jam ia di duduk di atas kursi meja belajarnya yang terbuat dari kayu. Membuat tubuh bagian bawahnya terasa kebas dan panas karena terlalu lama duduk.

Arin memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah tempat tidur sambil membawa laptop miliknya.

"Nah gini, 'kan, enak!" ucapnya sambil duduk di atas kasur empuknya.

Masih dalam keadaan duduk. Arin menyandarkan punggungnya di bahu ranjang yang menghadap ke arah balkon.

Di mana antara kamar yang ditempati Arin dan bagian luar balkon lantai dua tersebut dipisahkan pintu kaca yang dibuka dengan cara digeser. Ya, apa yang terjadi di dalam kamar Arin bisa dilihat dari luar. Itulah sebabnya Arin sengaja membeli tirai untuk menutupi pintu transparan tersebut.

Sambil mendengarkan musik yang diputar di laptopnya, tangan Arin terus bergerak mengetikkan kata demi kata untuk digabung menjadi sebuah frasa dan kalimat yang akhirnya membentuk paragraf.

Arin bukan orang yang bodoh, tugas membuat laporan seperti ini sudah biasa untuknya. Biar begitu ia tetap butuh waktu untuk menyelesaikannya. Sifat teliti dan perfeksionis sang dosen membuat Arin tak bisa sembarangan menggarap laporan tersebut dengan dalih yang penting selesai. Tidak bisa. Kalau nekat, laporan yang Arin serahkan bisa saja langsung dilempar setelah membuka halaman pertama.

Ya sekejam itu.

Di tengah fokusnya menggarap laporan, gendang telinga Arin menangkap suara berisik dari arah luar.

Well, resiko tinggal di lingkungan padat penduduk ya seperti ini.

Kadang keramaiannya membuat Arin merasa aman. Namun, kadang juga sebaliknya. Arin merasa terganggu. Tapi Arin tak bisa protes. Biar bagaimana pun dia itu pendatang yang hanya menumpang untuk tinggal sementara.

Bisa-bisa ia yang diusir bila melayangkan protes secara sembarang.




TAP!


TAP!


TAP!



"ADEK JANGAN LARI-LARIAN! NANTI JATUH!"




Sebuah suara kembali ditangkap oleh Arin. Kali ini suaranya lebih jelas. Sumbernya sudah pasti dari arah luar.

Fokus Arin terpecah. Ia melirik dari balik tirai yang tersingkap.

Matanya tanpa sengaja bertemu pandang dengan sang perempuan tua yang Arin yakini adalah orang yang baru saja memarahi anaknya.

"Itu kakaknya lihat! Ayo disapa, dek!"

Arin tersenyum. Ia menganggukkan kepala tanda membalas sapaan tersebut. Biar sudah malam, penerangan temaram di luar sana masih bisa membuat Arin melihat dengan jelas.


"Mampir, bu!" balas Arin.


"Makasih, mbak. Duluan!"


"Oh, iya, bu!"


Arin kembali melemparkan senyum. Sosok ibu dan anaknya yang masih kecil tersebut perlahan menghilang.

Arin memutuskan untuk kembali fokus pada laporannya.

Hingga sedetik kemudian ia langsung tersentak.



"Kamar gue, 'kan, ada di lantai dua...."

unusual; k-idols ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang