73 • adek

428 138 3
                                    

"Ayi!"
 
 

Xuan Yi menoleh, Bona yang baru saja memanggil membuat ia langsung menghentikan langkahnya.

Kening Bona mengerut. Xuan Yi kelihatan sangat panik sekarang.
 
 

"Lo kenapa? Kenapa lari-larian begini?" tanya Bona kemudian.
 
 

Air mata Xuan Yi keluar, padahal sudah sedari tadi ia menahan air matanya. Tapi kali ini, ia tak sanggup lagi. Pertanyaan Bona membuatnya langsung menangis.
 
 

"Adek gue, Bon. Adek gue...."

Bona memegang kedua bahu Xuan Yi yang bergetar. "Adek lo kenapa?"
 
 

Air mata Xuan Yi kembali keluar, bahkan lebih banyak. Ia menceritakan bagaimana tadi sore ia menolak permintaan adiknya yang ingin ditemani bermain sepeda keliling komplek dan menyuruh anak berusia sepuluh tahun tersebut untuk bersepeda dengan teman-temannya.

Dan kini, jam menunjukkan hampir pukul 10 malam, tapi adiknya masih belum pulang. Membuat semua anggota keluarga Xuan Yi kelabakan, mencari ke sana kemari. Menanyai setiap anak kecil yang tinggal di sekitaran komplek yang mungkin saja bertemu atau sempat melihat Sang bungsu.
 
 

"Lo tenang dulu, gue bakal bantu cari!" ucap Bona yang kemudian tak jadi masuk ke dalam rumahnya.
 
 

Bona baru saja pulang dari rapat HIMA di kampusnya. Dan dia memang baru saja ingin masuk ke dalam rumahnya ketika melihat Xuan Yi, tetangga satu komplek yang rumahnya terletak di gang sebelah, sedang berlarian sembari terus meneriakan nama sang adik.
 
 

"Lo udah cari ke mana aja?" tanya Bona lagi.

"Ke setiap tempat yang mungkin dia datengin. Sekolah-"

"Hah? Itu, 'kan, jauh banget."

Xuan Yi mengangguk.

"Terus? Terus?"

"Bokap coba cari ke luar komplek, ke area yang lebih luar. Nyokap masih nanyain setiap temen sekolahnya juga karena siapa tahu dia beneran ke sana. Abang ngerahin temennya buat nyari juga dan gue kebagian tugas nyari di sekitar komplek. GOR depan komplek, lapangan di gang belakang. Alun-alun deket pasar malem. Bahkan... sampai ke stasiun deket sini, Bon... Gue udah cari ke semua tempat tapi nggak ketemu..." Xuan Yi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia kembali menangis dengan sesenggukan.
 
 

Bona terus mengusap-usap bahu Xuan Yi yang bergetar.
 
 

"Lo udah coba cari ke sana belum?" tanya Bona membuat Xuan Yi menjauhkan tangannya sendiri dari wajahnya.

"K-kemana?" tanya Xuan Yi dengan wajah masih terus berderai air mata.

"Tempat kita pernah diumpetin sama itu dulu."
 
 

Mata Xuan Yi membola. Air matanya terhenti seketika. Ia kemudian menggelengkan kepalanya cepat.
 
 

"G-gue belum ke sana. Nggak kepikiran ke sana."

"Mau coba ke sana? Buat mastiin. Kalau nggak ada, kita cari tempat lain. Gimana?" usul Bona yang langsung disetujui oleh Xuan Yi.
 
 

Keduanya kemudian berlari ke arah yang dimaksud. Ke area buntu ujung komplek yang jarang didatangi dan dilewati karena sudah lama ditutup untuk umum. Jangankan tempat tersebut, jalan ke sana saja banyak yang dihalangi oleh beberapa plang besi dan kayu yang sengaja disusun memanjang di sana. Kendaraan apapun tak bisa memasuki area sana dan hanya bisa dimasuki dengan cara berjalan kaki.

Butuh waktu sekitar lima belas menit dengan cara berlari bagi Bona dan Xuan Yi untuk sampai ke tempat tujuan yang mereka inginkan.

Gelap, sepi, sunyi, sesuai ekspektasi. Keduanya sedikit ragu untuk melewati gerbang penanda yang ada di hadapan mereka. Xuan Yi itu orang yang penakut, tapi, demi menemukan adiknya ia beranikan diri mendatangi tempat yang pernah ia sumpahi tak akan mau ia datangi lagi.
 
 

Dan itu adalah area pemakaman.
 
 

Pemakaman umum yang sudah tidak lagi digunakan. Area pemakaman yang terletak di ujung komplek perumahan tempat mereka tinggal. Konon, Sang pemilik lahan tak mau menjual tanah tersebut kepada pihak developer, makanya tempat tersebut tetap ada meski di kanan kiri dan depannya sudah dipenuhi bangunan rumah dan fasilitas lainnya.

Di tempat itu, dulu, Bona dan Xuan Yi pernah diculik oleh makhluk astral perempuan yang katanya sangat menyayangi anak kecil, di mana saking sayangnya, dia akan menculik dan menyembunyikan mereka di tempat yang tak terduga.
 
 

"Ayo," ucap Bona sembari menggandeng tangan Xuan Yi, mengajaknya untuk mencoba masuk ke dalam sana.
 
 

Xuan Yi menghela napas panjang, kemudian ia hembuskan secara kasar.
 
 

'Demi adek, demi adek,' begitu batin Xuan Yi mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk lebih berani.
 
 

Xuan Yi menoleh ke arah Bona, kemudian ia mengangguk. Keduanya mulai melewati gerbang masuk area pemakaman tersebut. Pemakaman tua yang sudah sangat jarang didatangi. Hanya sanak-saudara dari para orang yang dimakamkan yang akan sesekali datang di hari-hari tertentu untuk berziarah. Keadaannya cukup kotor, rumput besar tumbuh setinggi pinggang Bona dan Xuan Yi, belum lagi dedaunan kering yang menutupi lahan untuk jalan setapak. Dengan berbekal cahaya dari senter ponsel masing-masing, keduanya mencoba mendapatkan penerangan untuk mempermudah jalan ke dalam.

Keduanya terus berjalan, jalan, dan jalan, masuk ke bagian terdalam area pemakaman. Mata mengedar mencari eksistensi entitas yang sudah dicari-cari sejak tadi. Xuan Yi menaruh harapan besar akan pencariannya saat ini. Berharap Sang adik benar ada di sini. Karena.... ia tak tahu lagi harus mencari ke mana kalau si bungsu tak juga ditemukan di tempat ini.
 
 
 

Di tengah keputus-asaanya, suara dering dari sepeda yang sangat Xuan Yi hapal berbunyi, membuat langkahnya dan juga Bona seketika terhenti. Keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara. Kemudian saling berpandangan dan menganggukkan kepala.

Masih dengan langkah penuh kehati-hatian, Bona dan Xuan Yi mendatangi tempat yang mereka yakini sebagai sumber dari suara yang mereka dengar.

Dan benar saja, berjarak lima meter dari posisi Bona dan Xuan Yi berdiri, keduanya melihat adik Xuan Yi tengah bersepeda di depan satu pemakaman besar sambil terus membunyikan klakson sepedanya. Tertawa-tawa seolah itu adalah tempat yang ideal untuknya bermain sepeda.
 
 
 
"ADEK!"

unusual; k-idols ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang