112 • sudah tahu

366 123 0
                                    

"Mau makan di mana?" tanya Kai pada teman satu kelompoknya yang meminta Kai untuk menemaninya makan sebelum mereka pulang.

Ya, sebagai teman yang baik, Kai mengiyakan. Toh, dia tidak ada kegiatan lagi setelah ini.

"Di tukang mie ayam deket lampu merah. Gimana?"

"Ya udah ayok."

"Lo makan juga, 'kan? Jangan nemenin doang. Nggak enak gue nanti sama lo nya."

"Ya elah santai, sih. Lihat nanti aja. Gua nggak laper-laper banget soalnya."

Jujur, Kai memang tidak merasa lapar sekarang. Namun, ia juga bisa saja ikut makan seperti kemauan temannya. Hanya saja, Kai hendak melihat dulu tempat yang akan ia datangi nanti.

Kalau bersih ya ayo saja. Kalau tidak ya maaf saja.

Kebiasaan selalu makan makanan rumahan membuat Kai tak terbiasa makan di luar. Selain karena ibunya yang memang selalu rajin memasak, juga karena ia tak suka dengan banyak tempat makan yang kebanyakan memakai penglaris atau ilmu gaib lainnya untuk melariskan usaha mereka.

Tidak.

Kai bukanlah seorang indigo yang bisa melihat makhluk yang seharusnya tidak bisa ia lihat.

Kai tidak memiliki kemampuan seperti itu.

Kai hanya sedikit lebih sensitif.

Sensitif dengan keadaan sekitarnya. Entah disebut intuisi atau bukan, yang jelas setiap kali ia merasa ada yang tak beres, hal tersebut terbukti benar.

"Tuh udah gue pesenin, Kai."


Kai melirik temannya yang membawa satu nampan berisi dua mangkuk mie ayam komplit lengkap dengan pangsit dan dua buah bakso sapi di atasnya.

"Ayo dimakan."

Terlihat ragu. Kai memilih mendorong mangkuk tersebut ke arah sang teman.

"Lo abisin aja. Gua masih kenyang."

"Lah? Nggak ada, nggak ada. Orang gue sengaja pesenin buat lo."

"Ya, gua masih kenyang. Daripada nggak kemakan, mending buat lo aja. Abisin gih."

"Lo tuh kalau mau bohong pinteran dikit kek, Kai," ucap sang lawan bicara membuat Kai mengernyitkan dahi.

"Maksudnya?"

"Ya kita kerja kelompok dari jam 2 siang. Dan sekarang udah jam 8. Ya kali lo masih kenyang dan nggak laper???"

"Serius gua. Masih kenyang. Kalau laper juga pasti gua makan."

"Ah lo mah, Kai. Gue jadi nggak enak hati, 'kan, kalau kayak gini. Masa iya gue makan eh lo nya cuma ngelihatin aja?"

"Santai aja dibilang. Gua juga nggak ada acara lain lagi abis ini. Cuma nemenin makan mah nggak masalah."

"Hm, ya udah, deh. Tapi kayaknya bakal gue minta bungkus aja. Gue nggak bakal abis juga soalnya kalau makan dua mangkok."

"Masa, sih?" Ledek Kai secara sengaja.

Membuat temannya perempuannya satu itu berdecak karena candaannya.

"Kalau yang biasa mungkin gue bisa. Kalau yang paket komplit, penuh begini. Duh nggak bisa gue. Nyerah. Muntah yang ada kalau maksa ngabisin."

"Wkwkkwkwkw."

"Mau kemana lo?" tanya Kai ketika melihat temannya itu beranjak dari tempat duduk setelah memakan lebih dari tiga kali sendok mie yang ada di depannya.

"Toilet bentar. Kebelet. Sama mau bilangin juga ke abangnya buat bawa mie ini dan dibungkus aja."

"Oh, oke."

"Jagain ya, Kai. Kalau laper makan aja hahaha."

"Jiah. Dibilang gua nggak laper."

"Iya, iya, percaya." Sahutnya yang kemudian berjalan ke arah tempat sang penjual menyiapkan makanannya.


Bisa Kai lihat temannya yang berbicara dengan sang penjual. Meski Kai tak bisa mendengar obrolan mereka, dari gesture dan lirikan ke arah meja yang ia dan temannya tempati; Kai bisa melihat bagaimana dua orang di depan tempat menyiapkan mie ayam tersebut terus berbincang hingga beberapa saat kemudian temannya itu langsung kembali menghampiri mejanya.


"Lah? Kok balik? Nggak jadi?"

"Jadi. Cuma di sini ternyata nggak ada toilet. Jadi kayaknya gue mau ke minimarket sebrang deh."

"Mau gua anter?"

"Nggak perlu. Lo tunggu sini aja, bentar lagi yang jual bakal nyamperin lo buat ambil pesannya buat dibungkus."

"Oh oke. Hati-hati lo nyebrangnya!"

"Sipsip."















"Loh mienya kenapa nggak dimakan, mas?" tanya sang penjual mie ayam tersebut yang mendatangi meja Kai dan temannya. "Tahu, tah, Mas?" lanjut sang penjual yang hanya ditanggapi sebuah senyuman canggung dari mulut Kai.




Dalam hati Kak merutuki kefrontalan sang penjual yang secara langsung membocorkan rahasia dapurnya sendiri.



Demi apapun, Kai bukanlah seseorang yang mempunyai kemampuan melihat makhluk astral.

Sialnya, kali ini, selain bisa merasakan hawa sensitif yang luar biasa, mendadak Kai juga bisa melihat sesosok makhluk yang tengah berdiri di depan panci sang penjual sembari memasukan liurnya ke dalam panci berisi air yang digunakan untuk memasak mie yang disediakan.

unusual; k-idols ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang