72 • akibat persaingan

418 144 4
                                    

"Lah? Kok berhenti di sini? Katanya mau cari tempat makan?" tanya Dino ketika Jun meminggirkan motornya ke satu sisi jalan tepat di depan sebuah ruko yang tutup.

Jun mematikan mesin kendaraan roda duanya setelah memasuki area pelataran parkiran ruko tersebut, lalu melepaskan helm yang ia gunakan. Setelah mengambil kunci motornya, ia mengajak Dino untuk turun.

"Bang? Katanya mau makan? Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Dino lagi, sambil turun mengikuti langkah Jun yang mengarah ke dalam ruko yang tutup tersebut.

Bak sihir di film Harry Potter yang ditontonnya, begitu melangkahkan kaki di atas pijakan anak tangga menuju ruko tersebut, Dino bisa melihat satu resto kecil yang menyediakan berbagai menu bakso dan mie ayam.

"Ngapain diem di situ? Ayo buruan masuk!" ucap Jun pada Dino yang membeku di tempat.

"I-iya, bang!" sahut Dino gagap membuat Jun tertawa.

Tak pakai lama, begitu mengambil tempat di sudut ruangan, keduanya memesan makanan. Jun dengan mie ayam komplit, dan Dino dengan mie ayam baksonya.

Sambil menunggu makanan datang, rasa penasaran membuat Dino memberanikan diri untuk bertanya pada Jun.

"Bang, kok bisa?" tanyanya membuat Jun kembali tertawa.

"Bisa apaan?"

"Dari luar kelihatan tutup. Tapi pas ke dalem ternyata buka."

"Ada yang ngerjain," jawab Jun singkat.

"Hah? Ngerjain gimana?"



"Ini ya Mas pesanannya. Satu mie ayam komplit, satu mie ayam bakso, satu es jeruk sama satu es kopi susu."



Makanan datang sebelum Dino sempat mendapat jawaban. Pembahasan keduanya terhenti sesaat.

Terlebih ketika Jun malah mengajak penjualnya untuk mengobrol.



"Sepi pelanggan ya, Pak?"

"Eh, iya, Mas. Ini aja Mas berdua pelanggan pertama hari ini."

"Udah dari kapan begini, Pak? Maksudnya sepi begini?"

"Sebulanan yang lalu. Sebelumnya rame-rame aja. Nggak tahu kenapa ini sebulan belakangan beneran sepi banget. Sehari bisa cuma satu sampai dua pelanggan aja."

"Ehm, Pak. Boleh minta air putih segelas sama garam kasar?"

"Buat apa ya, Mas?"

"Bersihin yang nutupin warung bapak."

"Hah? Maksudnya, Mas?"



Jun menoleh ke Dino. Selain untuk menjawab pertanyaan Sang Penjual, ia juga berniat untuk menjawab pertanyaan Dino sebelumnya sekaligus.

Maka dari itu, setelahnya Jun kembali menoleh ke arah Sang penjual yang kini duduk mengambil tempat di samping meja yang ditempati Dino dan Jun.



"Di depan warung bapak. Ada makhluk hitam tinggi besar. Nutupin warung ini. Siapapun orang yang lewat dan mau makan ke sini, nggak bisa lihat kalau warung bapak buka. Yang kelihatan di mata mereka, warung ini selalu tutup." Jelas Jun membuat Dino dan Sang Penjual membelalak ketika mendengarnya.

Untuk Dino, karena rasa penasaran akan keanehan yang baru saja terjadi, terjawab. Dan untuk Sang Penjual, karena ia jadi tahu alasan kenapa warungnya sepi pelanggan sebulanan terakhir.

"Selesai makan nanti. Bakal saya coba bantu bersihin. Makanya, saya minta bapak siapin air putih segelas sama garam kasar segenggam."

"O-oh, iya, Mas. Saya siapin dulu," ucap Sang Penjual yang langsung berdiri dari duduknya dan menyiapkan apa yang Jun minta.

Selepas itu, Jun dan Dino mulai memakan makanan yang mereka pesan.

Tak berhenti sampai sana, Dino kembali bertanya.

"Yang kayak gitu-gituan beneran ada, Bang?"

"Ya lo lihat sendiri, 'kan? Dari luar tadi kelihatan tutup tapi pas masuk, ternyata buka."

Dino menganggukkan kepalanya.

"Penyebabnya apa, bang?" tanya Dino sambil memasukkan satu suap mie dan bakso ke dalam mulutnya.

Jun yang mulutnya masih dipenuhi makanan, memutuskan untuk mengunyah dan menelan makanan tersebut lebih dahulu.

"Persaingan bisnis. Tapi bisa juga karena ada yang iri. Ya apa aja bisa jadi penyebabnya."

"Hah? Masa cuma dari rasa iri doang bisa langsung ketutup?"

"Oh, bukan. Yang gua sebutin tadi cuma penyebab kenapa orang nutupin warung ini. Kalau yang bikin warung ini ketutup ya makhluk kiriman yang gua bilang tadi. Lewat perantara tanah kuburan yang disebar di sekitaran warung."

Dino menelan salivanya.

Entah kenapa meski bukan terjadi padanya, tetap saja hal itu membuatnya bergidik ngeri.

"Salah kalau lo nganggep di zaman modern begini hal-hal semacam itu udah nggak ada," ucap Jun lagi membuat Dino terdiam.














👻👻👻













"Setiap pagi kalau bisa, bapak siram sekitaran depan warung bapak ini. Jangan lupa ucap doa dulu sebelum nyiram. Rajin bersihin area depan sama warung di dalam. Walaupun kelihatan bersih, bapak tetep harus bersihin. Ibadah bapak kuatin lagi. Kalau hujan nanti, airnya ditampung. Terus bacain doa yang saya tulis untuk bapak tadi. Baru siram di depan warung bapak."






"Akhirnya, setelah lama tutup. Buka juga hari ini!"





Jun, Dino dan Sang Penjual yang tengah berbicara menoleh ke arah segerombolan siswi-siswi sekolahan yang masuk.




"Udah ya, Pak. Gitu aja. Semoga warung bapak laris lagi."

"I-iya, makasih banyak ya, Mas. Makasih banget. Saya nggak tahu gimana nasibnya kalau Mas nggak dateng dan nolongin saya."

"Saya cuma perantara aja kok, Pak. Tetep yang nolongin bapak mah yang di atas."

"Iya, Mas. Sekali makasih ya, Mas."

"Iya, Pak. Mari, Pak."




Setelah berpamitan pulang, Sang Penjual langsung melayani para pelanggan yang baru masuk. Sementara Jun dan Dino menaiki kendaraan roda dua Jun dan pergi menjauh dari warung yang kini sudah terlihat buka dari luar.



"Persaingan bisnis gitu amat ya, Bang?" seru Dino di tengah perjalanan mereka.

"Ini baru di tingkat kecil. Bayangin gimana di tingkat yang gede, No."

"Hah? Yang gede juga pake cara begitu?"

"Nggak semua. Tapi kebanyakan."

unusual; k-idols ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang