97 • mitos kutukan soal kematian

396 127 3
                                    

"Kampung itu punya semacam mitos soal kematian."

Jiwoo menelan salivanya ketika mendengar cerita dari Yuna, sepupunya yang baru saja pulang dari KKN dan menceritakan soal kejadian mistis yang dialami oleh ia dan tim KKNnya.

"Mitos apa, kak?"

"Nggak pernah ada orang yang meninggal cuma satu dalam jangka waktu seminggu."

Satu alis Jiwoo terangkat. "Hah? Maksudnya?" tanyanya karena merasa bingung dengan makna ambigu dari perkataan Yuna barusan.

"Iya, dalam waktu seminggu, kalau ada yang meninggal nggak akan cuma satu. Misalnya, ada orang meninggal hari Senin. Nah besoknya bakal ada yang meninggal juga, terus lusanya ada lagi yang meninggal. Semacam penyakit menular, tapi ini kematian."

Jiwoo menelan salivanya. "C-cuma kebetulan aja kali, kak. Masa iya mati nular?"

"Bukan matinya yang nular, dek. Tapi itu tuh semacam kutukan. Ada yang bilang sampai lima, ada juga yang bakal berhenti di kematian ke tujuh. Intinya ya nggak cuma di satu kematian aja. Nah, pas kakak sama temen-temen kakak KKN di sana. Kita baru ngalamin di kejadian kematian ke empat. Karena pihak kampus khawatir kita kenapa-napa, makanya masa KKN langsung dipangkas dan kita semua disuruh pulang."

Untuk perkataan barusan, Jiwoo percaya. Yuna yang harusnya KKN selama dua bulan, sudah kembali di hari ke 21. Dimana waktu yang tersisa sangat banyak.

"Menurut kakak itu kutukan dan cuma kebetulan?" tanya Jiwoo kemudian.

Yuna mengangguk.

"Tapi, dibanding kutukan, itu lebih mirip kayak teror," ucap Yuna. Ia sengaja menjeda perkataannya. Bisa ia lihat bagaimana reaksi Jiwoo yang sudah mulai takut. "Kamu tahu teror lampor?"

Jiwoo menelan salivanya dengan susah payah, kemudian mengangguk untuk kesekian kalinya.

"Mirip itu, dek. Tapi nggak pake kerandanya." Jelas Yuna lagi.

Deru napas Yuna menjadi lebih cepat, ia kembali teringat bagaimana teror yang sempat ia alami, lihat dan rasakan sendiri kengeriannya.

"Waktu itu, pertama kali denger pengumuman ada orang yang meninggal. Kakak sama temen-temen yang lain inisiatif mau ngelayat, tapi dilarang sama penjaga rumah yang kita tempatin."

"Hah? Kenapa, kak?" tanya Jiwoo

"Karena takut kena teror kematian berikutnya." Jawab Yuna. "Pas di kematian kedua, yang meninggal itu salah satu perangkat desa. Orang yang sempet bantuin kakak sama temen-temen kakak ngurusin soal KKN, kita nggak enak hati kalau nggak ngelayat. Jadi kami semua nekat. Dan kamu tahu kejadian apa yang kita alamin waktu itu?" tanya Yuna meminta Jiwoo untuk menebaknya.

Namun, Jiwoo langsung menggeleng cepat sebagai jawaban.

"Salah satu temen kakak ngelihat orang yang udah meninggal dan lagi ditidurin di depan kita semua yang ngelayat, di pintu kamar bagian dalam. Nyembulin kepalanya. Temen kakak sempet teriak dan bilang kalau dia lihat orang yang meninggal itu berdiri di ambang pintu. Langsung rame semuanya. Pada panik, dan pas dicoba cek, ternyata nggak ada apa-apa." Ucap Yuna bercerita. Ia masih mengingat jelas momen Lia berteriak di sebelahnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah kamar bagian dalam tersebut.

"Karena takut bikin kekacauan, setelah itu kami semua balik. Dan kamu tahu dek? Besoknya orang yang sempet ngecek ke kamar bagian dalam itu, meninggal."

Bulu kuduk Jiwoo meremang. Ia merasa merinding mendengar cerita Yuna. Ekspresi Yuna ketika bercerita terlihat sangat serius dan tidak mengada-ngada. Terlebih Jiwoo tahu kalau Yuna bukanlah tipe orang yang suka berbohong.


"Di kematian ketiga itu, sebagian dari kami ada yang mulai percaya 100% sama mitos yang diceritain. Tapi ada juga yang masih mikir kalau itu cuma kebetulan. Nggak kayak hari sebelumnya yang semuanya pergi ngelayat, kali ini cuma perwakilan aja. Lia sama Hyunjin. Itu juga karena kami kenal sama orang yang meninggal itu, orang itu yang bantu kami sosialisasi penyuluhan di sana. Dan tahu apa yang terjadi, dek?"

Jiwoo menggeleng.

"Ada orang kerasukan pas ngelayat, dan orang itu lari ke Lia dan langsung cekek leher Lia. Beruntung di sana banyak orang yang nolongin, termasuk Hyunjin. Karena takut, mereka berdua langsung pulang. Malemnya kami rembukkan dan coba koordinasi sama dosen pembimbing lapangan. Keputusannya kami disuruh bertahan dulu, tapi jangan coba-coba ngelayat lagi kalau ada yang meninggal. Kami ikutin. Sehari, dua hari, seterusnya aman. Nggak ada pengumuman orang meninggal lagi. Sampai di hari keempat setelah kematian orang ketiga, tepatnya di hari ketujuh. Ada orang keempat yang meninggal lagi. Dan yang meninggal itu penjaga rumah yang kita tempatin. Katanya, beliau meninggal karena kepleset di kamar mandi. Tapi, Hyunjin sempet nggak sengaja nguping obrolan orang yang mandiin jenazahnya. Dari situ, Hyunjin denger kalau ada bekas cekekan di leher jenazahnya."

unusual; k-idols ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang