111. I Want to Know All of You

5 1 0
                                    

"Tadi lo pikir gue mau cium lo?" tanyanya membuat kelopak mata Clara melebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tadi lo pikir gue mau cium lo?" tanyanya membuat kelopak mata Clara melebar.

"Ya, gue pikir gitu. Lagian lo ngapain deket-deket tadi, gue 'kan jadi mikirnya ke sana," jawab Clara seraya mengusap tengkuk lehernya yang dingin terkena embusan angin.

Namun, Gavin justru meminta Clara supaya mendekatkan keningnya. Kemudian, tanpa rasa bersalah Gavin menyentil kening Clara, dengan jari. "Auh, sakit."

"Makanya, kalo punya otak itu jangan buat mikirin hal-hal yang kotor."

Clara yang masih mengusap keningnya, pun terpaksa harus mengangguk untuk mengiyakan perkataan Gavin. "Gue tadi cuman mau benerin ikat rambut lo aja, karena keliatannya miring ke kanan," ucapnya sambil membenarkan ikat rambut itu.

"Makasih, buat ikat rambutnya," balas Clara walau dengan raut masam, tanpa senyuman.

"Sorry," ucap Gavin tiba-tiba. Menimbulkan pertanyaan, dari Clara. "Buat?"

"Waktu lo lagi bersihin kamar mandi, gue emang nggak denger. Karena gue lagi pake earphone, terus gue juga nggak liat lo di sana."

"Hum." Namun, Clara membalasnya dengan dehaman menjengkelkan.

"Marah?" tanya Gavin yang baru kali ini, melontarkan pertanyaan itu.

"Gue orangnya pemaaf, jadi gue nggak bakalan marah sama lo. Tapi, gue juga bisa marah, kalo lo ngulang kesalahan yang sama." Gavin mengangkat tangan kanannya, meletakkan di puncak kepala Clara. Lalu, mengacak rambutnya.

"Besok gue jemput, ya. Kita ke markas bareng, besok 'kan hari Minggu," ujar Gavin.

Clara menampik tangan yang masih memegang puncak kepalanya itu. "Nggak usah, gue mau ke sana sendiri. Kita ketemu aja di markas," tolak Clara beranjak pergi.

Kring!!

Bel istirahat berbunyi, memanggil Gavin untuk segera turun dari atas sana. Dan, berjalan cepat menuju ke ruang perpustakaan. Namun, langkahnya dihentikan oleh sepasang tangan mungil. "Mulai hari ini, lo istirahat sama gue."

Kening Gavin berkerut. "Gue nggak biasa di kantin." Kali ini, justru Gavin yang menolak ajakan Clara.

"Kenapa? Karena lo benci keramaian? Lo nggak suka ada di antara banyaknya orang? Dan, terus menyendiri di perpustakaan? Vin, lo itu ketua OSIS. Jadi jangan terlalu menutup diri, emangnya lo nggak laper apa?"

Gavin hanya diam, sebab ia membenarkan perkataan Clara. Jabatannya sebagai ketua OSIS, tidak pernah dipedulikannya selama ini. Sehingga, banyak murid SMA Bhineka Bangsa, yang tidak mengenali ketua OSIS mereka. Terlebih lagi, dengan teman sekelas Gavin yang sangat sulit mengetahui identitasnya. Dari kelas sepuluh, Gavin selalu menutup diri, ia tidak pandai bergaul. Akan tetapi, ia pandai dalam semua mata pelajaran. Karena itulah, ia mulai dikenal oleh sebagian murid di sana. Dan, dipercaya untuk menjadi ketua OSIS.

DIFFERENT to be SPECIAL || TREASURE [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang