##Bab 40 Melamar

2.1K 113 0
                                    

Dindingnya hanya dicat dengan cat dekoratif dan lantainya aku bersiap untuk membeli bahan yang sedang diskon murah. Tentu saja, hanya untuk lantai saja, uangku sudah tidak cukup.

Saat aku sedang memusingkan hal ini, Cindy memperkenalkanku kepada orang India, dia adalah teman dari salah satu klien Cindy. Aku memanggilnya Satya. Tugasku adalah dalam waktu setengah bulan aku harus mengajarkan Satya sebanyak mungkin kosakata yang kita gunakan dan secepatnya beradaptasi dengan budaya di sini.

Hal ini jelas bukan tugas yang mudah. Bagaimanapun juga, bahasa yang kami gunakan berbeda dan kami hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Untungnya, Satya membayarku dengan gaji per jam dan gaji itu mencapai 200 ribu per jam.

Setiap hari Satya membuat permintaan yang berbeda, contohnya hari ini menemaninya berbelanja, besok naik ke gunung, lusa pergi ke pesta pernikahan, makan bebek panggang, hot pot dan segala macam makanan khas di kota ini. Ada satu kali dia memintaku untuk menemaninya mengunjungi pemakaman. Dia sangat penasaran dengan budaya negara ini, dia ingin menggunakan waktu paling cepat untuk beradaptasi di negara ini.

Setelah beberapa hari, suaraku menjadi serak, tapi untungnya, Satya belajar dengan sangat cepat. Setelah setengah bulan, dia menguasai banyak kosakata dan dia sudah bisa berkomunikasi lancar denganku.

Setelah membayar gajiku, untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, Satya mengundangku untuk makan makanan India dan memberiku gaun sutra yang sangat halus.

Pada hari perjamuan, aku mengikat rambutku, memakai riasan tipis dan mengenakan gaun yang dia berikan kepadaku. Untuk mencocokkan gaun ini, aku juga memakai sepatu hak tinggi yang sekitar sepuluh sentimeter.

Satya mengenakan setelan, dia menggunting rambutnya dan janggutnya sudah dicukur dengan rapi. Dia terlihat jauh lebih tampan dari biasanya.

Ketika Satya melihatku, mata pria berusia empat puluh tahun itu berbinar, seolah-olah dia telah melihat permata yang sangat indah.

Dia berkata, "Nona Clara, kamu sangat cantik dan memiliki gaya wanita oriental."

Lihatlah, orang India ini sudah menguasai bahasa indonesia dengan baik, bukan? Bahkan dia sudah bisa menggunakan kata "gaya".

Aku tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, kemudian duduk di seberang Satya. Satya memintaku untuk memesan makanan. Aku belum pernah mencoba makanan India dan tidak tahu mana yang lebih enak, jadi aku hanya memesan dua jenis masakan.

Selama makan, Satya terus meminum anggur India. Karena tenggorokanku sedang tidak nyaman, aku hanya minum air putih. Seseorang berjalan kemari sambil memegang seikat mawar merah, Satya bangkit dan mengambil mawar merah itu, lalu tiba-tiba dia berlutut dengan satu kaki di depanku, "Nona Clara, maukah kamu menjadi pacarku? Aku ingin menikahimu. Kalau kamu setuju."

Satya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya, dia membuka kotak itu dan di dalam kotak tersimpan sebuah cincin yang berhiaskan berlian, "Kalau kamu setuju, cincin ini akan menjadi milikmu."

Aku tercengang. "Satya, apa yang kamu lakukan?"

Satya sangat serius, dia berkata dengan aksen India, "Nona Clara, kamu cantik dan cerdas. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadamu. Kalau kamu menerima bunga dan cincin ini, aku akan mencintaimu seumur hidupku ...."

Aku tercengang beberapa saat, aku menatap pria India itu dengan tidak percaya, "Satya, seberapa banyak yang kamu ketahui tentang aku? Kamu baru mengenalku selama setengah bulan dan kamu sudah siap untuk mendedikasikan hidupmu untukku? Apa kamu sudah linglung?"

Aku sedikit marah dan mengabaikan Satya. Aku berbalik dan hendak pergi, tapi tiba-tiba sebuah lengan melingkari bahu belakangku. Saat aku menoleh, seketika aku langsung menabrak dadanya.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang