##Bab 142 Sifat Asli

666 80 2
                                    

Candra memandangku yang berjalan masuk dengan wajah masam. Aura gelap dari pandangan Candra itu seperti pisau tajam yang bisa memotong orang.

Ular kecil berbisa ini mulai berakting lagi, tapi aku tidak tahu drama seperti apa yang akan dia mainkan.

Julia menyusut ke dalam pelukan Candra dengan tubuh gemetar, "Ayah, ibuku datang menemuiku tadi malam. Bibi sangat marah, dia menampar wajahku dan mengunciku di kamar agar aku tidak keluar."

Candra berkata dengan nada rendah, "Kenapa? Dia hanya merindukan ibunya."

Aku mencibir, "Karena kamu sangat percaya padanya, aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan."

Aku naik ke atas sendiri.

Julia masih dalam pelukan Candra, dia memainkan drama menjadi anak rentan dan tertindas, "Ayah, Julia sangat takut. Julia tidak tinggal di sini lagi."

Candra membujuk dengan lembut, "Sayang, jangan takut, tidak akan ada lain kali lagi."

Aku menggelengkan kepala tanpa berkata-kata. Aku langsung masuk ke kamar Denis. Stella pernah tidur di kamar tidur utama, jadi aku tidak ingin masuk ke sana lagi.

Candra menjawab telepon dan pergi. Aku sendirian di kamar Denis untuk menyelesaikan pekerjaan besok dengan laptopku. Julia datang dengan pakaian baru dan bonekanya.

Dia melemparkan barang-barang itu ke lantai, lalu berlari keluar untuk mengambil gunting dan kembali. Di depan wajahku, dia memotong pakaian baru itu hingga bolong dan menyodok wajah boneka itu beberapa kali dengan ujung gunting.

Baru pada saat itulah dia melemparkan semuanya ke lantai, lalu duduk di lantai sambil menendang kakinya dan berteriak keras, "Bibi, jangan. Bibi, jangan potong pakaian dan bonekaku. Ayah membelikannya untukku. Aku tidak akan merampas mainan adik. Bibi, jangan ...."

Aku langsung tercengang.

Ternyata ular kecil berbisa ini menjebakku seperti ini.

Terdengar langkah kaki di lantai bawah, Candra telah kembali.

Dia mendengar tangisan Julia dan melangkah mendekat, "Julia?"

Julia bangkit dari lantai dan melemparkan dirinya ke pelukan Candra sambil menangis dengan air mata di seluruh wajahnya, "Ayah, Bibi memotong baju baruku dan merobek bonekaku. Dia bilang Ayah memihakku, tidak mencintai Denis. Dia mau menghancurkan semua barangku ...."

Pelipisku berdenyut-denyut. Kemampuan berbohong ular kecil berbisa ini sudah semakin membaik.

Alis panjang Candra menegang dan matanya serius, "Kenapa? Aku tidak memihak pada anak mana pun. Aku sudah menyiapkan hadiah untuk Denis, tapi aku belum sempat memberikannya. Yuwita, apa yang kamu lakukan?"

Menghadapi pertanyaannya yang semakin keras, aku hanya mendengus dingin, lalu mengambil penselku dan memutar video pengawasan. Ponselku terhubung ke program kamera di jam tangan Julia.

Aku menyerahkan ponsel kepada Candra, "Aku rasa apa pun yang aku katakan tidak akan mengubah pandanganmu yang merasa aku adalah ibu tiri yang kejam. Ada rekaman kamera pengawas di sini, lebih baik kamu menontonnya sendiri."

Aku melemparkan ponsel ke tangan Candra. Candra menunduk dan konten video yang diputar membuatnya seketika menjadi kaku.

Julia tidak tahu apa yang ada di ponselku. Dia masih bersikeras untuk berjinjit sambil mengangkat lehernya dan menatap ponselku, tapi wajah Candra berangsur-angsur menjadi pucat.

Wajah Candra yang memucat perlahan memerah, jari-jarinya tanpa sadar mengepal.

Julia tampaknya menyadari bahwa ada yang tidak beres, dia memanggil dengan takut-takut, "Ayah."

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang