##Bab 69 Dia Adalah Putramu

1.8K 120 3
                                    

Ibu angkat buru-buru pergi untuk mencari asal suara itu. Aku datang ke samping ranjang putraku. Setelah bocah kecil ini lahir, dia langsung diberikan kepada orang lain oleh ibu kandungnya. Dia telah melalui banyak kesulitan dan sekarang dia mengalami penderitaan yang sangat serius.

Nak, Ibu bersalah padamu.

Aku membungkuk dan mencium wajah kecil pucat putraku, air mata jatuhku begitu saja.

Ibu angkat segera kembali. Dia tampak bahagia dan terkejut, "Golongan darah Pak Candra benar-benar sama dengan Denis. Denis terselamatkan. Dokter akan segera mentransfusi darah untuk Denis."

Aku mengulurkan jari-jariku untuk menyeka air mata dari mataku dan berdeham pelan.

"Tapi, dia bersikeras menanyakan siapa yang memberitahuku dia memiliki golongan darah seperti itu."

Ibu angkat menatapku dengan hati-hati.

"Bagaimana kamu menjawabnya?"

Aku menoleh.

Ibu angkat berkata, "Aku berkata seorang kerabat memberitahuku dan dia bersikeras ingin bertemu kerabat itu. Kalau tidak, dia tidak akan mendonorkan darah kepada Denis."

Aku, "..."

"Aku mengerti, kamu tidak perlu khawatir tentang itu."

Aku tahu identitasku tidak boleh terungkap dan sekarang hanya ada satu orang yang dapat membantuku. Aku menelepon Gabriel.

"Gabriel, kamu harus membantuku."

"Bantu apa?"

Gabriel tampak sedikit tidak fokus.

Aku berkata, "Candra memiliki darah emas, kamu katakan padanya kamu yang memberi tahu ibu dari anak yang terluka parah dan membutuhkan transfusi darah. Sekarang hanya Candra yang bisa menyelamatkannya."

Gabriel terkejut. "Hei, ibu apa? Anak apa? Kenapa aku harus melakukan ini? Aku tidak tahu siapa ibu yang kamu bicarakan. Aku tidak peduli, jangan cari aku untuk masalah seperti ini," ucap Gabriel hendak menutup telepon.

Aku buru-buru memanggil, "Gabriel!"

"Kenapa?"

Gabriel meninggikan nada suaranya, nada yang malas dan tidak simpatik.

Aku berkata, "Aku mohon, aku mengenal ibu itu, dia sangat menyedihkan."

Anak itu lebih menyedihkan, tapi aku tidak boleh mengatakannya.

Gabriel menghela napas, "Kenapa kamu tidak memberitahunya sendiri? Kamu menyembunyikan sesuatu?" Setelah beberapa saat, dia berkata, "Lupakan saja, anggap aku berutang padamu. Nanti kalau dia meneleponku, aku akan berkata wanita itu adalah kerabatku, cukup tidak?"

"Ya, ya."

Aku mengangguk dengan air mata berlinang.

Ibu angkat memberi tahu Candra seperti yang aku katakan dan Candra benar-benar menelepon Gabriel untuk mengkonfirmasinya. Dari kata-kata yang disampaikan oleh ibu angkat, "Orang yang bernama Gabriel berkata aku adalah kerabatnya."

Aku menghela napas lega.

Aku memberi tahu ibu angkat lagi, "Kalau orang yang bernama Candra hendak datang untuk melihat anak, jangan beri tahu dia tentang keberadaanku."

Ibu angkat itu mengangguk dengan curiga.

Aku meninggalkan bangsal, mendorong membuka pintu lorong di sebelahku dan berdiri sendirian di tangga yang kosong sambil memeluk lututku.

Gabriel dengan cepat kembali meneleponku, "Aku telah melakukan apa yang kamu katakan, aku telah membantu tanpa berpikir panjang. Kamu harus membalasku, bukan?"

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang