##Bab 68 Darah Emas

1.1K 111 3
                                    

Sampai suara langkah kaki terdengar di tangga. Ayahnya Tuan Muda Kelima, komandan yang sampai saat ini tidak aku ketahui namanya, bergegas menuruni tangga sambil memegang pegangan tangga.

Begitu Siska melihat suaminya turun, dia segera menarik putrinya dan berjalan mendekat, "Sayang, lihat putramu, begitu dia masuk, dia membanting barang-barang, seolah-olah mau membunuh orang. Lihat, dia sudah menakuti Jesicca!"

Mungkin karena sudah tua baru melahirkan seorang putri. Komandan sangat menyayangi putri kecil itu. Ketika dia melihat putri kecilnya menangis, dia melihat ke aula yang berantakan. Saat itu, dia langsung mengamuk. Dia berjalan dan mengangkat tangannya, lalu menampar Tuan Muda Kelima dua kali. Dia menunjuk Tuan Muda Kelima dengan marah dan berkata, "Anak kurang ajar, kamu memberontak di depan ayahmu, kamu anak yang diasuh ayah dan tidak diajar ibumu!"

Saat dia berkata anak yang diasuh ayah dan tidak diajar ibumu, Tuan Muda Kelima tertawa, tapi senyum itu berubah menjadi ironi yang dalam di matanya, "Ya, anak yang diasuh ayah dan tidak diajar ibu. Ibuku sudah lama mati! Dia bekerja keras untuk Keluarga Gunawan. Hari ini adalah hari kematiannya, sementara kamu? Kamu bersama istri dan putri kecilmu bahagia bersama, sedangkan ibuku meninggal dari dulu karena kelelahan demi dirimu. Dia sendirian di hutan belantara, tanpa ada suami yang mendirikan nisan untuknya, tidak ada pria yang menyayanginya dan membangun sebuah makam yang indah untuknya. Di mata suaminya hanya ada istri kecilnya!"

Plak!

Komandan memberi Tuan Muda Kelima tamparan lagi di wajahnya, "Keparat, ibumu sudah mati, apa kamu tidak membiarkan orang lain hidup lagi?"

Setelah mengatakan itu, arogansi Komandan akhirnya melemah, dia mungkin merasa sedikit bersalah. Dia mengangkat tangannya menunjuk Tuan Muda Kelima, "Pergi, jangan biarkan aku melihatmu lagi, daripada aku tidak bisa menahan diri dan memukulmu lagi."

Dia benar-benar ayah yang baik, dia mengangkat tangannya untuk menyuruh putranya pergi sudah merupakan toleransi yang besar. Meskipun aku tidak tahu masa lalu seperti apa antara ibunya Tuan Muda Kelima dan komandan ini, aku merasa sedih untuk Tuan Muda Kelima dan merasa kecewa pada ayah yang seperti ini.

Sangat jelas, Tuan Muda Kelima tidak mendapatkan kasih sayang. Anak yang disayangi oleh komandan adalah putri dan wanita di sisinya.

Tuan Muda Kelima mendengus, matanya terlihat sedingin es. Dia berbalik dan berjalan menuju pintu. Tuan Muda Kelima telah pergi dan aku mengikuti keluar dari gedung kecil.

Tamparan komandan itu sangat kuat. Dia adalah orang yang bergelut di bidang militer. Meskipun dia sudah tua, kekuatan tangannya masih tidak pelan. Seluruh wajah Tuan Muda Kelima membengkak dan sudut mulutnya berdarah.

Setelah masuk ke dalam mobil, aku mengambil tisu dari tasku dan membukanya. Saat aku menyeka tisu lembut dan sedikit lembab di sudut mulut Tuan Muda Kelima, mata tajam Tuan Muda Kelima melirik ke arahku.

Pada saat ini, tiba-tiba aku merasa sedih pada pria ini.

Dibandingkan dengan status yatim piatuku, aku merasa bahwa orang-orang seperti Tuan Muda Kelima lebih menyedihkan. Dia memiliki ayah dan memiliki kedudukan tinggi, tapi ayah ini tidak mencintainya.

Setelah aku menyeka darah dari sudut mulut Tuan Muda Kelima, dia berkata dengan acuh tak acuh, "Terima kasih."

Nadanya telah kehilangan kemarahan dan semangat barusan, tapi ada bekas kesedihan yang jelas di matanya.

Ketika dia kembali, Tuan Muda Kelima seakan berubah menjadi orang yang berbeda. Dia mengendarai mobil dengan tenang dan tidak berbicara, tapi aku bisa melihat kesedihan di matanya.

Tuan Muda Kelima membawaku ke apartemennya dan aku mengikutinya ke atas. Tuan Muda Kelima duduk di sofa dan menyilangkan tangannya di pipinya. Aku melihat air mata kristal mengalir di matanya.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang