##Bab 112 Pinjamkan Padaku

686 67 1
                                    

Aku takut, malu dan marah, tetapi tubuhku merasakan kesenangan yang tak dapat dilukiskan hingga membuatku merasa malu dan takut, tapi ingin melanjutkan.

Candra terus bergerak di dadaku. Salah satu tangannya juga melingkari pinggangku, menopang tubuhku yang tidak bertenaga. Dia menarik napas dalam-dalam dan tiba-tiba mendorongku.

Kemudian matanya yang gelap mencibir padaku, "Aku memberimu sedikit pelajaran. Sebelum kamu mencoba mencelakaiku, lihat dulu seberapa mampu dirimu."

Setelah Candra selesai berbicara, dia tersenyum mengejek dan berjalan pergi.

Dadaku naik turun dengan cepat. Aku bahkan tenggelam di dalam kehangatan yang dia berikan padaku barusan. Aku benar-benar malu. Aku benci dan kesal pada diriku sendiri.

Aku mengambil gesper magnetku dari tempat sampah, lalu kembali ke ruang istirahat wanita. Monica masih menungguku, "Kak Clara, apakah kamu menemukan gesper magnetnya?"

"Sudah ketemu."

Aku tidak berani membiarkan Monica menatap mata merahku. Jadi, aku langsung berjalan ke lemari, meletakkan gesper magnet di kunci lemari dan pintu lemari terbuka. Aku mengeluarkan pakaianku dan memakainya.

Ketika Monica dan aku keluar dari kamar mandi, Candra sudah lama menghilang. Aku kehilangan minat untuk mengundang Monica makan malam. Jadi, kami naik taksi dan kembali ke apartemen masing-masing.

Cindy sedang duduk di sofa sambil memainkan buku kecil yang dia dapatkan hari ini. Ketika aku kembali, dia memanggilku dengan penuh semangat, "Clara, datang dan lihat surat nikah kami."

Aku membungkuk untuk melihatnya. Di dalam surat nikah, Cindy dan Hendra tersenyum manis dalam foto.

"Kapan kalian akan mengadakan perjamuan pernikahan?" tanyaku.

Cindy berpikir sejenak , "Ini, Kak Hendra berkata dia akan bertanya kepada ayah angkatnya, kami sedang menunggu kabar."

Tiba-tiba aku bertanya, "Apakah dia tahu kalian sudah menikah?" Aku merasa orang tua itu tidak mungkin menerima kabar pernikahan mereka dengan mudah.

Cindy, "Seharusnya sudah tahu. Tapi Kak Hendra berkata seharusnya tidak menjadi masalah. Orang tua itu sebelumnya berkata meminta Kak Hendra segera menikah setelah menemukan wanita yang tepat. Dia seharusnya tidak menghentikannya."

Aku harap begitu.

Ketika aku kembali di kamar, aku berbaring di ranjang. Di ruang istirahat pria, adegan Candra menciumku muncul di benakku lagi. Pipiku langsung menjadi panas dan terasa bengkak. Tidak peduli betapa aku membencinya, tapi tubuhku yang murahan ini masih menerimanya dengan mudah.

Hal ini sungguh menyakitkan bagiku.

Setelah aku bolak-balik di ranjang sampai subuh, ponselku bergetar dan itu adalah panggilan video dari Denis.

Aku menjawabnya, lalu wajah kecil putih dan lembut Denis muncul di kamera.

"Ibu pemalas masih belum bangun."

Denis meletakkan tangan kecilnya di wajah kecilnya dengan malu.

Aku tertawa, "Apakah Denis masih bermalasan di ranjang?"

Denis, "Denis tidak akan semalas Ibu." Dalam ingatanku, anak itu tidak bermalas-malasan di ranjang.

Aku terkikik, semua keresahan di hatiku sirna seketika. Melihat wajah anakku yang tersenyum, mendengar suara anak-anaknya, suasana hatiku menjadi sangat baik.

"Bu, nenek berkata tinggal empat puluh tiga hari sudah Tahun Baru. Tiba saat itu, ibu akan datang ke Kanada, 'kan?"

"Ya, Ibu pasti akan datang."

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang