##Bab 14 Hampir Mati di Jalan

3.5K 176 0
                                    

Suara sedingin es itu seakan menembus gendang telingaku. Suara itu tanpa sadar membuatku tubuhku menjadi kaku.

Candra berjalan mendekat, tubuhnya memancarkan aura sedingin es seperti berada di Samudra Arktik. Dia mendekat lalu melingkarkan tangannya di pinggang Stella dan berkata dengan pelan, "Ayo pergi."

Setelah selesai berbicara, dia memelototiku dengan ekspresi masam, dia merangkul Stella yang sangat kesal dan berjalan menuju Mercedes Benz hitam yang telah diparkir di pintu selama beberapa saat.

Konsekuensi dari perkataan Stella adalah aku "diasingkan" oleh rekan-rekanku di perusahaan ekspedisi, mereka tidak lagi berbicara denganku. Tidak ada yang mau bekerja denganku. Saat melihatku, semua orang menghindariku. Pada malam hari, aku diminta untuk bekerja lembur. Aku mengurus paket yang ditumpuk seperti sebuah gunung, lalu pintu tiba-tiba didorong terbuka.

Bos yang sedang mabuk berjalan masuk dengan senyum di wajahnya.

"Clara, kamu sendiri yang lembur? Bukankah bajingan-bajingan itu sengaja menyiksamu?"

Aku sangat lelah, kedua tanganku yang terus mengambil paket hampir mati rasa, tapi aku masih menjawab dengan sopan, "Bos, ini memang pekerjaanku."

Bos berjalan mendekat dengan perut buncitnya sambil tersenyum, lalu menepuk pundakku dengan tangan gemuk yang seperti kaki babi, "Clara, aku tahu kamu adalah seorang gadis yang baik, kamu telah bekerja sangat keras."

Aku meliriknya dengan curiga, bos tidak menarik tangan gemuk yang diletakkan di pundakku, aku bertanya di dalam hati kenapa bos tiba-tiba peduli padaku? Apa maksud semua ini? Aku punya firasat jika bos hal mengatakan ini karena mempunyai maksud jahat?

Kemudian, tangan gemuk bos itu menjulur ke arah wajahku dan memegang rahangku, "Sebenarnya, kamu bisa mengandalkan kecantikanmu untuk mendapatkan uang. Bagaimana kalau kamu berhubungan denganku satu kali, satu kali aku akan mengangkatmu bekerja di kantor ...."

Mata genit bos terus melihat ke arah wajah dan tubuhku, seolah-olah asalkan aku mengangguk, dia akan segera menekanku ke lantai.

Aku bahkan tidak memikirkannya, aku menekuk kaki kananku dan menendang tubuh bagian bawah bos. Teriakan sengsara bos terdengar di telingaku. Dia menutupi tubuh bagian bawah dengan tangannya dan melompat kesakitan sambil mengutuk dengan suara keras, "Wanita berengsek, aku akan membunuhmu ...."

Sementara aku sudah berlari keluar dari perusahaan ekspedisi. Aku tahu, kelak aku tidak perlu datang lagi.

Suara sumpah serapah bos datang dari belakang, "Wanita berengsek, berhenti!"

Aku berlari menyeberangi jalan dengan cepat, aku ingin meninggalkan tempat menjijikkan ini. Namun suara rem yang mendecit menembus gendang telingaku, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depanku dengan jarak kurang dari setengah meter.

Aku mendengar suara pintu mobil yang dibanting dan pengemudi memaki dengan kejam, "Cari mati, ya?"

Sekarang aku baru mendongakkan kepalaku dan melihat mobil sport kecil mewah di dalam kegelapan. Jantungku berdegup kencang. Jika pemilik mobil bereaksi sedikit lebih lambat atau rem mobil tidak terlalu bagus, mungkin sekarang aku sudah mati di jalan.

"Kamu?"

Suara sumpah pengemudi lelaki itu menjadi pelan dan terdengar merdu, dengan sedikit rasa kesal.

Aku baru melihat lelaki yang sedang berbicara. Dia memiliki postur wajah yang sangat bagus dan sepasang mata cerah yang penuh energi, tapi terlihat curiga.

"Tuan Muda Kelima."

Aku membuka mulutku, jantungku yang berdebar kencang menjadi lebih tenang.

Tuan Muda Kelima berbalik tanpa mengatakan sepatah kata pun dan masuk ke dalam mobil lagi, aku mendengar suaranya dari dalam mobil, "Naiklah."

Satu jam kemudian, aku telah membuang seragam perusahaan ekspedisi, aku mengenakan gaun ketat kerah v berwarna perak kecil yang Tuan Muda Kelima minta penjaga toko pilihkan untukku, dengan riasan tipis di wajah dan rambut hitamku yang melewati bahu terurai dengan alami, ornamen perak terpasang di sisi telingaku. Aku mengenakan sepasang sepatu hak tinggi dengan warna sama dengan kaki yang terlihat modis dan elegan.

Aku berdiri di depan cermin di kamar pas dan menatap diriku di cermin. Aku tidak percaya wanita di depanku dengan kecantikan yang anggun dan alami adalah diriku yang baru saja melarikan diri dari perusahaan ekspedisi dengan menyedihkan.

Seorang lelaki berjalan masuk dari belakangku dengan perlahan. Tuan Muda Kelima sedikit membungkuk, wajah tampan itu memiliki senyum yang agak sinis dan suara merdu perlahan masuk ke gendang telingaku, "Kamu termasuk cantik. Kalau kamu belajar untuk menyenangkanku, mungkin aku bisa menyetujui permintaanmu."

Tiba-tiba telingaku memerah, tapi untungnya ponsel Tuan Muda Kelima berdering. Dia memegang ponsel dan berjalan pergi untuk menjawab panggilan itu. Baru saat itulah hatiku yang tegang terasa lebih tenang.

Aku mendengar Tuan Muda Kelima berkata dengan suara sedikit kesal, "Aku mengerti, aku akan sampai di sana dalam dua puluh menit."

Aku buru-buru berkemas dan saat Tuan Muda Kelima berbalik, aku sudah berjalan ke arahnya.

Dua puluh menit kemudian, kami tiba di kompleks vila yang sangat mewah.

Banyak mobil mewah yang terparkir di luar vila. Di dalam vila, berbagai model lampu kristal terlihat sangat menyilaukan. Orang yang datang adalah selebriti yang berpakaian mewah, pemandangannya terlihat sangat ramai.

Ketika aku turun dari mobil, Tuan Muda Kelima memintaku untuk merangkul lengannya. Kami seperti pasangan yang berjalan ke dalam vila mewah. Selama pernikahanku dengan Candra, aku juga pernah menemaninya ke beberapa pesta terkenal. Jadi, aku tidak demam panggung, tapi yang tidak terpikirkan olehku adalah Tuan Muda Kelima tidak hanya memintaku menjadi pasangannya. Setelah sepuluh menit, aku menyesali keputusan untuk menjadi pasangannya..

"Tuan Muda Kelima."

Selebriti dan orang-orang terkenal bergegas menyapa Tuan Muda Kelima. Bahkan banyak wanita cantik dan terkenal yang berusaha mendekati dan menyenangkannya, tapi Tuan Muda Kelima hanya memperlihatkan ekspresi dingin, seolah-olah dia tidak melihatnya sama sekali.

Para wanita cantik tidak mendapatkan perhatian, mereka semua menatapku dengan tatapan cemburu dan benci ke arahku. Mereka mungkin berpikir, wanita jalang dari mana mendekati Tuan Muda Kelima yang berharap menjadi kaya.

Aku tidak sengaja melirik dan melihat bayangan hitam lurus di antara para tamu. Dia memegang cangkir kristal di satu tangan dan tangan yang lain berada di dalam saku celananya. Wajahnya terlihat acuh tak acuh dan anggun. Dia yang berdiri di antara para tamu terlihat elegan.

Orang itu adalah Candra. Pada saat ini, dia sedang berbicara dengan seorang teman. Saat mataku tertuju padanya, dia menoleh ke samping, terlintas aura aneh di dalam tatapan mata yang tersenyum.

Aku mencibir sinis dan saat berikutnya, aku merangkul lengan Tuan Muda Kelima lagi. Tuan Muda Kelima yang sedang berbicara dengan seorang teman, memiringkan kepalanya dengan pelan, terpancar ejekan dari matanya yang cerah, "Kenapa, demam panggung?"

"Tentu tidak."

Aku tersenyum pada Tuan Muda Kelima.

Terlintas Aura yang mendalam dari matanya yang cerah itu. Dian menatapku hingga bulu kudukku berdiri, tapi aku tidak tahu kenapa dia seperti itu.

Apakah dia menyadari aku merasa bersalah karena menjadikannya sebagai tameng dengan merangkul tangannya?

"Tuan Muda Kelima?" Seorang pria paruh baya berjalan kemari.

Tuan Muda Kelima dengan lembut melepaskan tanganku untuk berjabat tangan dengannya. Bibirnya yang indah mendekat ke telingaku dan berkata dengan suara rendah, "Kamu pergi cari tempat duduk sebentar, ada hal yang ingin aku bicarakan dengan Tuan Jeremi."

"Baik."

Aku kembali tersenyum dan ketika aku melihat mata Tuan Muda Kelima menatap lurus ke arahku, aku menoleh dan melihat Tuan Muda Kelima menatap ke arahku yang tampak merah.

Aku tidak berpikir terlalu banyak, siapa yang tahu apa yang dipikirkan Tuan Muda Kelima yang pemarah ini. Aku berjalan pergi, mencari tempat yang tenang untuk menelepon Cindy dan berkata kepadanya bahwa aku akan kembali malam, jadi tidak perlu menungguku. Saat aku baru aku tiba di tangga, di belakangku ada embusan angin menerpaku, seseorang meraih lenganku yang sedang memegang ponsel.


Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang