##Bab 54 Dua Kali Digagalkan

1.3K 118 4
                                    

Aku berkata, "Cindy, seumur hidup aku tidak akan pernah menikah lagi."

Cindy berkata, "Jangan karena satu kali bertemu pria bajingan. Kamu selamanya menjadi takut. Tidak semua pria seperti Candra. Selain itu, kamu harus memberi dirimu kesempatan."

Aku terdiam, di dalam hatiku, aku menolak masalah tentang menikah lagi.

Cindy berkata, "Aku sudah membuat janji untukmu. Tidak peduli apa pun yang terjadi, besok malam kamu harus pergi menemuinya. Pria ini benar-benar baik."

Aku tidak ingin mempersulit Cindy. Keesokan harinya, aku menyelesaikan pekerjaan lebih awal, mengenakan pakaian bagus dan pergi ke kafe yang disebutkan Cindy.

Di sebelah kursi dekat jendela di kafe, duduk seorang pria berusia tiga puluhan tahun dengan wajah tegas. Wajahnya tidak seperti Candra yang tampan dan lembut, juga tidak tampan tiada tara seperti Tuan Muda Kelima, pria ini memiliki wajah dan sosok yang kasar. Mungkin karena dia hidup di kamp militer sepanjang tahun. Dia tidak memiliki kerapian layaknya pria kantoran. Sebaliknya, terlihat lebih murah hati dan santai.

Dia mengenakan kemeja hitam yang sedikit longgar dan celana jeans hitam. Saat dia melihat aku mendekat, wajahnya tersenyum dan ada garis tipis di sudut matanya.

"Apakah kamu Clara? Aku Hendra Gunawan." Pria itu berdiri.

"Ya, halo." Aku tersenyum pada Hendra dan kami berdua duduk.

Pada saat ini, aku tidak tahu ada orang lain yang masuk ke kedai kopi. Dia berdiri tidak jauh, lalu menatapku diam-diam dan berjalan naik ke lantai atas.

Aku mengobrol dengan Hendra sebentar, aku membicarakan tentang pekerjaanku saat ini. Dia juga berbicara tentang banyak hal di ketentaraan. Saat aku melihatnya berbicara tentang kehidupannya di militer, matanya samar-samar terlihat berbinar. Hal itu jelas membuktikan jika dia suka dengan kehidupan seperti itu.

"Nona, suami Anda sedang menunggu Anda di ruang VIP lantai atas."

Pada saat ini, seorang pelayan kafe datang dan kata-katanya itu membuatku membatu di sana. Sebelum aku bereaksi, mata ragu Hendra telah mendarat di wajahku, "Kamu tidak bercerai?"

"Tidak, kamu sudah salah paham. Aku sudah lama bercerai. Aku tidak punya suami. Jangan dengarkan omong kosong pria ini."

Reaksi pertamaku adalah seseorang sedang mengolok-olokku. Meskipun aku tidak memiliki ide untuk berkencan dengannya dengan pria bernama Hendra ini, sudah sepatutnya aku menjelaskan hal ini padanya. Setelah mendengarkan penjelasanku, Hendra jelas terlihat lega.

Namun pelayan itu berkata lagi, "Nona, kata pria itu ...." Pelayan itu memandangku dengan ragu, tapi dia tetap berkata, "Dia berkata Nona pernah melakukan aborsi, jadi jagalah kesehatanmu."

Telingaku berdengung, api seakan memancar keluar dari tubuhku. Siapa lagi yang akan menghinaku seperti ini, selain Candra.

Aku murka dan tidak memedulikan Hendra yang sedang duduk di seberangku. Aku naik ke atas dengan marah. Aku mendorong pintu ruang VIP dan berjalan ke arah pria yang duduk di meja sambil menyesap kopi dengan perlahan.

Aku merampas kopi yang sudah dia minum hingga setengah dan menyiram ke wajahnya.

"Candra, dasar bajingan! Berengsek!"

"Yah, apa lagi?"

Candra tidak marah, juga tidak panik ataupun kesal. Dia mengambil serbet putih di atas meja dengan jari-jarinya yang ramping dan bersih, lalu menyeka wajahnya beberapa kali dengan ringan.

Aku sangat marah sampai dadaku terasa panas dan mata juga sangat panas, tapi aku benar-benar tidak dapat menemukan kata-kata lain untuk memarahinya. Bagaimanapun juga, aku bukan wanita yang bisa mengucapkan banyak kata-kata kotor. Di benakku tidak menyimpan begitu banyak kata-kata makian.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang