##Bab 137 Konflik

579 91 11
                                    

Namun, aku melemparkan gelas ke arahnya lagi, "Enyalah!"

Sejak kami mengenal satu sama lain, ini adalah pertama kalinya kehilangan kendali atas emosiku. Aku marah seperti anjing yang telah diinjak ekornya.

Tuan Muda Kelima mengerutkan kening, berjalan ke arahku, lalu meletakkan tangannya di atas meja. Tubuhnya yang tinggi sedikit mencondong ke depan dan wajahnya yang cantik perlahan mendekat ke arahku, "Apakah karena aku mengatakan apa yang membuatmu kesal jadi kamu sangat marah?"

Aku terkejut, tapi Tuan Muda Kelima malah terbahak-bahak dan berjalan pergi.

Aku minum hingga setengah mabuk. Saat aku masih sedikit sadar, aku meninggalkan bar dan mencari sebuah hotel.

Setelah meninggalkan lingkungan bar yang kacau, aku mendengar telepon berdering. Aku tahu itu pasti adalah telepon dari Candra, tapi aku malas untuk mengangkatnya.

Pada malam itu, aku tidur di hotel. Setelah waktu yang tidak diketahui, aku dibangunkan oleh dering ponselku. Aku mengambil ponselku dan melihat ada lebih dari lima puluh panggilan tidak terjawab, serta beberapa pesan teks dan pesan WhatsApp.

Ada dari Candra, Cindy dan Hendra.

Aku membuka pesan dan melihat Candra berkata, "Yuwita, aku tahu kamu marah kepadaku, tapi jangan bermain-main dengan keselamatanmu sendiri, beri tahu aku di mana kamu berada. Aku akan menjemputmu."

Pesan ini sudah dikirim pada jam dua belas malam ketika dia menelepon lebih dari puluhan panggilan, tapi masih tidak dapat menghubungiku.

Aku membuang ponselku, aku malas untuk memedulikannya.

Apa yang terjadi tadi malam membuatku dengan jelas menyadari bahwa posisi Stella di hati Candra bukan hanya karena dia adalah ibu Julia.

Aku harus pergi bekerja sebentar, jadi aku mulai bangun dan mandi.

Ketika aku datang ke perusahaan, mobil Candra juga tiba.

Begitu dia melihatku, dia turun dari mobil. Dia berjalan ke arahku dan meraih tanganku, "Yuwita, kemana saja kamu semalaman? Kamu membuatku takut setengah mati, apa kamu tahu? Kalau pagi ini aku tidak melihatmu, aku sudah akan lapor polisi!"

Aku menatapnya dengan linglung, mata jernih itu memerah dan sepertinya dia tidak tidur sepanjang malam. Kecemasan dan kekhawatiran semacam itu tidak seperti dibuat-buat, tapi hatiku tidak tersentuh. Aku hanya merasa sakit di hatiku.

Aku berdiri dengan tatapan kosong tanpa berbicara dan membiarkan Candra menarikku ke dalam pelukannya. Dia memelukku dengan erat, seolah takut aku akan pergi lagi, "Yuwita, aku telah mengabaikan perasaanmu, bisakah kamu memaafkan aku?"

Aku mendorongnya menjauh dengan lembut, "Aku mau bekerja, mari kita bicara nanti."

Aku berbalik dan memasuki gerbang Kewell.

Candra terus berdiri di luar, alisnya sedikit berkerut sambil melihatku menghilang dari pandangannya. Sementara aku, bagaimana mungkin aku bukan berpura-pura tegar?

Siang hari, aku duduk sendirian di kedai kopi dekat perusahaan. Aku minum secangkir kopi dalam diam. Pikiranku masih linglung dan bingung. Aku banyak berpikir, apakah salah aku dan Candra kembali rujuk?

Tepat ketika aku bingung dan tak berdaya, seseorang dengan tubuh ramping datang. Dia mengenakan rok Chanel yang pas bodi dan tas tangan yang mahal.

Ternyata orang itu adalah Stella.

Aku mengangkat kelopak mataku untuk melihatnya, matanya yang menawan itu tidak ada kebingungan ketika dia tersadar dari obat kemarin. Sudut mulutnya tersungging ke atas. Ekspresinya sedikit bangga, sama sekali tidak terlihat sedikit pun kesedihan dan rasa malu di wajahnya.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang