##Bab 138 Terbukti

655 82 9
                                    

Ekspresi Candra berubah tak menentu dan urat birunya berkedut. Akan tetapi, pada akhirnya dia tidak mengatakan apa-apa. Sementara aku sudah membawa Denis pergi tanpa memedulikan mereka.

"Bu, kenapa Kak Julia mengambil blok bangunanku. Kenapa dia selalu memarahiku anak haram?" Denis tidak mengerti. Alis kecil itu berkerut tampak sedih dan teraniaya.

"Bu, bukankah aku anak ayah? Bukankah Kak Julia adalah kakakku?"

Kata-kata Denis membuatku berhenti. Aku membungkuk dan membelai kepala putraku dengan lembut, "Denis, memang benar kamu adalah anak ayah, tapi tidak semua orang pantas menjadi kakakmu. Ingat, kelak kalau ada yang memarahimu seperti itu lagi, kamu bisa menamparnya. Siapa pun yang mencuri barang-barangmu, kamu bisa merebutnya kembali. Kamu adalah kesayangan ibu, kamu tidak dilahirkan untuk ditindas."

Denis berpikir keras dan tidak berbicara. Aku meraih tangan Denis, lalu menghentikan taksi dan meninggalkan mal itu.

Beberapa orang mungkin berpikir aku salah karena memukul Julia. Bagaimanapun, dia hanyalah seorang anak, tapi aku pikir anak itu harus dipukul. Dia sangat sombong karena tidak ada yang pernah mendisiplinkannya. Menurutku, aku tidak salah mendidik Denis untuk membalas jika ada yang menindasnya. Aku bukanlah orang tua yang mendidik anakku untuk menahan ketika dia ditindas. Ketika ditindas, kamu harus melawan sehingga pihak lain akan takut padamu.

Aku membawa Denis pulang。 Denis pergi berlatih piano dan aku sedang menyiapkan makan malam di dapur. Candra kembali, tapi dia tidak sendirian. Dia juga membawa Julia kembali.

Ketika Candra memasuki pintu, wajahnya terlihat masam. Dia menarik tangan Julia dan memerintahkan dengan sangat serius, "Pergi, minta maaf pada adikmu!"

Pada saat ini, Denis mendengar suara mobil. Dia tahu Candra telah kembali, dia sudah berlari ke bawah. Dia melihat pemandangan di depannya dengan kaget dan takut.

Julia menggelengkan kepalanya sambil menangis, "Tidak, Julia tidak mau minta maaf. Julia tidak salah bicara, dia hanya si jelek, anak haram. Ini yang dikatakan nenek ...."

Urat biru di wajah tampan Candra berdenyut-denyut dan auranya menjadi semakin dingin. Jari-jarinya mengepal erat, tapi dia tidak bisa menampar gadis yang sama sekali tidak mengerti apa kesalahannya ini. Dia menyeret Julia ke gudang di vila, "Kamu tinggal di sini. Kamu akan dibebaskan kalau sudah menyadari kesalahanmu!"

Candra membanting pintu hingga tertutup. Aku mendengar tangisan menyayat hati Julia datang dari ruangan itu. Aku juga mendengar suara gedoran pintu, "Ayah, buka pintunya! Ayah ...."

Apakah Candra membawa Julia kembali untuk mendidiknya di hadapanku? Aku menatapnya dengan curiga. Aku melihat Candra mengeluarkan ponselnya, lalu memutar nomor dan berkata dengan marah, "Bu, Julia sedang bersamaku. Dia menyebut Denis si jelek dan anak haram. Dia masih tidak mau mengakui kesalahannya. Aku menguncinya di gudang. Ya, aku memang mau memberinya pelajaran dan membuatnya sedikit lebih manusiawi. Bu, kelak kalau aku mendengar kata anak haram keluar dari mulut kalian, jangan salahkan aku karena tidak mengakuinya lagi!"

Setelah Candra selesai berbicara, dia menutup telepon dan melemparkan ponsel ke sofa. Mungkin karena tangisan Julia yang membuatnya sangat khawatir. Dia tidak tahan, jadi dia naik ke lantai atas.

Tangisan Julia berubah menjadi "Ayah, aku minta maaf."

Baru saat itulah Candra membuka pintu gudang.

Aku melihat air mata di wajah Julia dan tenggorokannya menjadi serak. Candra meraih tangannya dan menghampiri Denis, "Minta maaf pada adik."

Suara Julia masih serak, dadanya yang kecil naik turun, "Maafkan aku, aku salah. Aku tidak seharusnya memarahimu."

Denis berkata, "Tidak apa-apa, jangan menangis lagi."

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang