##Bab 105 Dasar Tidak Punya Hati Nurani

778 78 1
                                    

Hendra tidak melanjutkan, tapi dia berkata, "Ayah angkat akan datang menemuimu nanti. Nanti jangan melawannya lagi, apa kamu mengerti?"

Mata Tuan Muda Kelima beralih ke Hendra, "Katakan padanya jangan datang, dia tidak mengakuiku sebagai putranya, aku juga tidak memiliki ayah seperti dia."

Hendra, "..."

"Baiklah."

Hendra memasukkan tangannya ke dalam saku. Dia merasa sedikit tidak berdaya mendengar kata-kata kekanak-kanakan Tuan Muda Kelima. "Aku akan kembali sekarang. Kalau kamu membutuhkan bantuanku, katakan saja."

Tuan Muda Kelima, "Kamu tidak datang kemari adalah bantuan terbesar untukku."

Hendra, "..."

"Baiklah."

Hendra sangat tidak berdaya, dia berbalik dan bertanya kepadaku, "Apakah kamu ingin kembali bersama?"

"Aku...."

Tepat saat aku hendak berbicara, Tuan Muda Kelima sudah menjawab dengan suara nyaring, "Kalau kamu ingin pergi, kamu bisa pergi sendiri. Kenapa kamu mengajaknya? Jangan menjadi orang yang menjilat ludah sendiri!"

Baiklah. Emosi Tuan Muda Kelima telah muncul lagi. Hendra menggelengkan kepalanya tanpa daya. Dia tidak mengatakan apa-apa dan melangkah pergi.

Tuan Muda Kelima memelototiku dengan mata masam, "Jangan coba-coba berhubungan dengannya lagi, dengar tidak? Lelaki tua itu tidak akan membiarkan dia menikah denganmu."

Aku, "..."

Masalah apa ini?

"Aku tidak pernah mengatakan aku akan menikah dengannya."

Aku juga membalas tuan muda dengan tatapan masam.

Pada saat ini, sebuah suara datang dari luar, "Komandan, ini tempatnya."

Pintu bangsal didorong terbuka, ayah Tuan Muda Kelima berjalan masuk ditemani oleh penjaga. Di belakangnya, diikuti oleh Siska yang memperlihatkan wajah masam.

Komandan mengenakan seragam militer, yang terlihat sangat tegas dan Siska menunjukkan wajah dingin. Setelah masuk, mereka tetap diam.

Mata Komandan yang tajam dan serius melirikku, lalu mendarat di wajah Tuan Muda Kelima. Dia menatap cairan infus yang tersisa setengah botol. Terakhir, tatapannya mendarat pada kaki Tuan Muda Kelima yang telah diobati dan ditempatkan di luar selimut.

Kemudian, dia bertanya kepada penjaga di sebelahnya, "Apa yang dikatakan dokter?"

Penjaga itu buru-buru berkata, "Tidak terlalu serius, tapi perlu beberapa bulan untuk pulih." Mata penjaga itu berkedip dengan ragu-ragu.

"Kenapa?"

Komandan itu memperlihatkan wajah masam.

Penjaga, "Pasien kurang bekerja sama. Kalau begini terus, akan berakibat buruk untuk kakinya."

Ketika mereka berdua berbicara, Tuan Muda Kelima mengarahkan pandangannya ke tempat lain. Dia menggoyangkan kakinya yang terluka dengan ekspresi acuh tak acuh.

Komandan itu mengenyit sambil mendengus berat dan mengangkat wajahnya untuk menghadap Tuan Muda Kelima, "Kamu sudah mendengarnya, kalau kamu terus seperti ini, salah satu kakimu akan cacat."

Komandan tidak tinggal lebih lama lagi. Setelah dia selesai berbicara, dia pergi bersama istri dan pengawalnya. Tuan Muda Kelima mendengus dengan wajahnya yang penuh sarkasme, "Dia akan bahagia kalau aku mati, untuk apa berpura-pura?"

Aku mengerutkan kening. Aku benar-benar tak berdaya melihat sikap Tuan Muda Kelima. Aku bisa melihat ayah Tuan Muda Kelima masih peduli padanya. Hanya saja putra yang dia lahirkan ini sangat keras kepala. Jika tegas padanya, maka dia akan semakin melawan. Semakin dia mencoba untuk mendisiplinkannya, dia akan semakin memberontak.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang