##Bab 111 Masih Tetap Bodoh

711 76 5
                                    

Di pintu masuk onsen, aku melihat Candra, Gabriel dan Rommy. Ketiganya juga datang.

Ketika Rommy melihatku, alisnya yang tebal mengernyit, wajahnya yang hangat menjadi masam, lalu dia mengangkat sikunya dan menyentuh lengan Candra, "Rumahku, mau ganti rugi tidak? Kalau kamu tidak mengganti rugi. Aku boleh mencarinya?"

Mata dalam Candra melirikku, "Cari dia."

Sambil berbicara, dia berjalan masuk ke onsen.

Wajah Rommy berubah menjadi lebih masam, dia mengikuti langkah Candra, "Kamu yang membawanya. Kalau mau mencari orang untuk menganti rugi, pasti harus mencarimu."

Dia tahu sangat mustahil untuk memintaku ganti rugi. Aku tidak mampu menggantinya.

Keduanya berjalan masuk ke onsen. Tanganku dan tangan Gabriel mendarat di pintu onsen dalam waktu bersamaan dan ujung jariku menyentuh jarinya. Gabriel seakan digigit ular. Dia langsung menarik tangannya, lalu minggir dengan wajah ketakutan. Dia menungguku masuk terlebih dulu.

Sudut mulutku berkedut. Aku berpikir dalam hati, seberapa takutnya Gabriel padaku?

Monica dan aku memasuki onsen, Candra dan Rommy sudah tidak terlihat. Saat Gabriel masuk, dia berlari menuju pemandian pria seolah-olah ada hantu yang mengejarnya.

Monica dan aku menyelesaikan prosedur penggunaan onsen dan kami datang ke kolam sambil mengenakan handuk putih. Karena kami ingin berenang, kami mengambil kolam terbesar. Suhu airnya mendekati suhu tubuh manusia, kolam itu luas dan kosong.

Sangat cocok untuk berenang.

Monica dan aku masuk ke air dan kami berenang dengan gembira selama beberapa putaran. Monica tiba-tiba berbisik, "Lihat, ada pria tampan!"

Aku mengikuti tatapannya, tapi melihat tiga pria jangkung berjalan mendekat, dengan kaki mereka yang panjang, ramping, lurus dan otot perut yang kuat. Ketiga orang ini memiliki tubuh yang ideal dan tinggi. Mereka juga sangat tampan, terutama yang berjalan di belakang, matanya acuh tak acuh tapi berbinar-binar. Hanya wajah samping saja, sudah membuat orang tidak bisa mengalihkan pandangan.

Aku mendengus dan menyelam ke dalam air. Aku tidak ingin melihat Candra lagi.

Setelah berenang beberapa saat, aku meletakkan kepalaku di atas air dan melihat dari kejauhan ketiga pria itu juga memasuki kolam.

Candra terjun ke air dengan tiba-tiba, lalu berenang ke depan kanan.

Postur itu sangat indah dan ideal. Aku melihatnya berenang ke bebatuan di seberang dan aku berenang ke arah lain. Tiba-tiba, kakiku kram. Candra seakan menyadarinya, dia menatap ke arahku dengan mata hitam pekat yang seperti anak panah. Jarak kamu hampir sepuluh meter. Dia segera mengetahui situasiku, lalu dia berenang ke arahku.

"Kram?"

Dia mengulurkan tangannya yang panjang dan menarikku ke dalam pelukannya, "Kaki yang mana?"

Aku sakit hingga ekspresiku berubah, "Kiri."

Tangan Candra mendarat di kaki kiriku. Hanya dalam beberapa pijatan, kakiku yang begitu kaku sehingga tidak bisa bergerak perlahan sudah membaik. Pada saat yang sama, aku memikirkan sebuah ide, aku menarik bahu pakaian renang dan menutupi lenganku. Aku berteriak, "Mesum! Tolong!"

Candra sama sekali tidak siap, dia mendengar teriakanku yang tiba-tiba terngiang di telinganya, lalu tiba-tiba mengangkat tatapannya yang dalam dan menatap lurus ke arahku dengan tidak percaya. Salah satu tangannya masih memegang pinggangku dan tangan lainnya masih dalam posisi memijat kaki kiriku. Namun, sepasang pupil yang dalam perlahan-lahan menjadi sangat gelap bagaikan tinta pekat.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang