##Bab 61 Belahan Jiwa

1.2K 94 0
                                    

Tuan Muda Kelima sudah selesai muntah, wajah tampan menjadi pucat pasi. Dia berjalan keluar dari kamar tidur. Aku melihat wajah tampan yang pucat itu dengan kulit kepala yang terasa mati rasa, "Tuan Muda Kelima, aku ... aku tidak akan mencemari rumahku, aku rasa lebih baik aku pulang."

"Pergi!"

Bibir tipis Tuan Muda Kelima segera mengeluarkan satu patah kata. Aku meletakkan kain pel di kamar mandi dan saat aku hendak pergi, terdengar suara keras Tuan Muda Kelima datang dari belakang, "Bawa pakaian itu dan pergi sejauh mungkin!"

"Apa?"

Aku tidak mengerti sedikit. Aku panik sambil memandang Tuan Muda Kelima, Tuan Muda Kelima memelototiku dengan galak, "Aku menyuruhmu buang pakaian itu!"

"Oh, oh."

Pelipisku berdenyut. Aku bergegas ke balkon untuk mengambil T-shirt Tuan Muda Kelima yang aku cuci dalam waktu lama dan melarikan diri dari apartemen Tuan Muda Kelima.

Sayang sekali pakaian ini dibuang begitu saja, tapi tuan itu memiliki banyak uang, jadi tidak apa-apa membuangnya.

Aku melemparkan T-shirt yang sudah aku cuci bersih ke tempat sampah di luar gedung.

Namun, sebelum aku pergi, seseorang telah datang menghalangi jalan di hadapanku. Dalam kegelapan malam, mata orang itu terlihat gelap dan lembut.

Dia berbisik, "Yuwita."

Aku menatap Candra dengan heran, "Apa yang kamu inginkan?"

Mata Candra melankolis dan rumit, "Aku hanya ingin berbicara denganmu. Masalah di masa lalu, aku berhutang terlalu banyak penjelasan padamu."

"Candra, aku telah melepaskan semua dendamku. Segala sesuatu di masa lalu hanya karena aku kurang beruntung. Aku tidak ingin mengungkitnya lagi. Aku memintamu untuk tidak datang menemuiku lagi. Kamu lebih baik kembali untuk menemani istrimu. Aku masih muda, tidak ingin mati begitu cepat."

Setelah selesai mengatakannya, aku hendak melangkah pergi, tapi Candra meletakkan satu tangan di lengan kananku, dia menggenggamnya dengan ringan lalu mengerahkan sedikit kekuatan, "Aku memberinya obat, dia tidak akan bangun sampai besok pagi. Jadi, ini mungkin satu-satunya kesempatan kita."

Aku menatap Candra dengan heran dan berkata dengan tidak percaya, "Apa yang kamu katakan?"

"Aku memberinya obat, agar aku dan kamu bisa memiliki kesempatan untuk bersama."

Candra melepaskan tanganku dan membalikkan punggungnya, suaranya rendah dan rumit.

Aku tidak percaya, "Candra, kamu bahkan bisa melakukan hal semacam ini!"

Meskipun aku membenci Stella. Di hatiku, Stella adalah ular berbisa, tapi dia diberi minum obat tidur oleh pria dia cintai, hal itu membuatku merasa hati manusia tidak dapat diprediksi, apa pun tujuan Candra. Hal ini membuatku bertanya-tanya ketika bersamaku apakah pria ini juga berpikir untuk memberiku obat tidur?

"Aku tidak ada pilihan lain."

Candra menjawabku dengan acuh tak acuh, "Aku harus mencari kesempatan untuk menjelaskan kepadamu bahwa bertahun-tahun yang lalu itu adalah sebuah kecelakaan."

"Seseorang memasukan obat pada anggur yang aku minum. Saat aku bangun, aku berbaring dengan Stella, dia telanjang dan aku berada di atas tubuhnya, tubuh kami bahkan masih terjalin."

Dalam sekejap, otakku terasa membengkak. Aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk membayangkan adegan itu. Aku berkata, "Candra, tutup mulutmu, aku tidak ingin mendengarnya!"

"Tidak, aku harus mengatakannya."

Suara Candra bergemetar, sangat jelas dia membutuhkan keberanian untuk mengucapkan kata-kata ini. Dia mulai mencari sebatang rokok di sakunya.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang