##Bab 51 Dia Adalah Seekor Rubah

1.4K 96 6
                                    

Dia adalah pria yang belum lama ini masih menggangguku dan memintaku untuk tinggal dan merawatnya. Sekarang, dia seakan tidak mengenalku dan mengucapkan kata-kata dingin.

Aku tidak mengatakan apa-apa dan meninggalkan rumah sakit tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sepanjang pagi aku membagikan brosur. Sore hari aku pergi ke tokoku. Hatiku terasa sedih, mungkin karena sikap acuh tak acuh Tuan Muda Kelima yang tiba-tiba. Aku tidak mencintai pria ini, tapi aku selalu tersakiti oleh pria pemarah dan emosi tidak menentu ini.

Saat aku tiba, tokoku ternyata tidak terkunci. Aku mendorong pintu kaca dengan kaget. Aku melihat tubuh tinggi dan tampan berdiri di depan lukisan hutan bunga persik, dia sedang menatap lukisan itu.

"Kenapa kamu bisa masuk?" Menghadapi tamu tak diundang ini, aku kaget dan marah.

Candra berbalik, wajahnya terlihat acuh tak acuh, tapi wajah itu sangat memikat hati.

"Aku hanya untuk mencari tukang kunci. Masalah yang sangat sesederhana ini hanya bisa ditanyakan oleh orang tidak berotak sepertimu."

Dia mengatakan dengan santai, seakan membuka paksa kunci pintu orang lain dan memasuki rumah orang lain seperti ini adalah hal yang sama sekali tidak bertentangan dengan moral.

"Kamu tidak tahu malu!" teriakku.

Candra malah menyunggingkan bibirnya dan berjalan ke meja bundar kayu dengan percaya diri. Dia mengulurkan tangan dan mengambil gambar cetakan toko kue yang sebelumnya telah aku tempatkan di sana.

Candra melihatnya sebentar, lalu meletakkan gambar itu, "Kelihatannya bagus."

Namun, aku sudah tidak tahan lagi, aku mengejarnya dan berkata dengan suara lantang, "Candra, keluar. Aku tidak ingin melihatmu, pergi dari sini!"

Candra mengangkat kepalanya dan menatapku dengan tenang, "Temperamenmu masih tetap sama seperti dulu. "

Candra menatap mataku. Pada saat itu, ekspresinya terlihat sedikit rumit, tapi hanya sesaat. Kemudian dia meninggalkan meja makan dan berjalan ke arahku. Ketika dia melewatiku, dia berhenti, "Mungkin Tuan Muda Kelima tidak akan mempermasalahkanmu karena telah menikah, tapi pasti akan mempermasalahkan kamu telah melakukan aborsi."

Candra menyunggingkan bibirnya dan tersenyum padaku, wajahnya terlihat sangat halus dan lembut, tapi itu malah membuatku merasa sangat dingin. Candra sudah pergi, tapi sekujur tubuhku malah bergemetar karena marah.

Tujuan Candra telah tercapai lagi. Sekali lagi aku kalah darinya. Dia benar-benar adalah orang yang pintar, dia bisa dengan mudah membaca hati orang.

Tuan Muda Kelima dari lahir merupakan pria kaya, mesum dan pemarah, tetapi dalam hal ini, pikirannya jelas tidak sebaik Candra.

Jika Tuan Muda Kelima adalah harimau, maka Candra adalah seekor rubah.

Harimau dapat melukai orang, tetapi mereka tidak bisa bermain trik, sementara rubah dapat dengan mudah mempermainkanmu. Aku merosot ke kursi, aku semakin frustrasi dan sedih karena aku tidak bisa menghadapinya.

Satu jam kemudian, tukang kunci telah tiba. Aku mengganti kunci dengan kunci anti maling yang mahal untuk mencegah Candra masuk tanpa diundang lagi. Pria tercela itu sangat tidak tahu malu. Aku membenci diriku karena saat bersamanya, aku tidak menyadari dia adalah orang yang sangat tercela dan tidak tahu malu.

Aku mengeluarkan sejumlah uang untuk mengganti kunci anti maling, hatiku merasa sangat sakit dan semakin membenci Candra. Jika kelak dia datang tanpa diundang lagi, aku bersumpah, aku akan lapor polisi.

Hari berlalu dengan cepat. Ketika aku kembali dari kerja malam, aku langsung tertidur sampai fajar. Saat aku bangun, Cindy juga telah bangun. Dia tampak terburu-buru. Dia berdandan dengan rapi, berpakaian dan mengambil tas tangan bergegas pergi.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang