##Bab 151 Pernyataan Cinta Tuan Muda

692 71 6
                                    

Candra menatapku dalam-dalam, ekspresi dalam pandangan itu bercampur dengan banyak arti yang tidak dapat dijelaskan. Kemudian, dia menghela napas dan pergi.

Candra terbang ke Amerika Serikat. Denis sedikit sedih, tapi untungnya tidak terlalu serius. Dengan usia Denis yang masih muda, dia sudah tahu bagaimana menyesuaikan suasana hatinya.

Begitu Candra pergi, dia seperti menghilang dari dunia selama beberapa hari berturut-turut. Aku tidak meneleponnya. Denis memegang ponsel beberapa kali, tapi dia tidak menelepon. Dia berkata, "Ayah mungkin merawat Julia, aku tidak boleh mengalihkan perhatian Ayah."

Larut malam, aku bekerja di mejaku yang berada di kamar tidur. Lingkungan kerja baru, jadi ada banyak hal asing yang mengharuskanku untuk bekerja lembur untuk memahaminya.

Leherku sedikit tidak nyaman. Aku mengangkat kepala untuk menggerakkan ototku, tapi tiba-tiba aku melihat bayangan melintas di depan jendela vila di seberangku. Pria itu sepertinya memegang sesuatu di tangannya dan terus menatapku. Ketika aku mendongakkan kepalaku, orang itu menghindar.

Intuisiku mengatakan aku dimata-matai.

Saat itu, aku sangat marah sehingga ingin segera melapor polisi, tapi aku menahannya. Setelah subuh, aku langsung mengetuk pintu vila itu. Aku ingin memperingatkannya untuk tidak melakukan hal-hal mesum. Setelah mengetuk, pintu terbuka dan seorang pria yang mengenakan gaun tidur dengan wajah cemberut muncul di depanku.

Pria ini memiliki alis tajam dan mata yang cerah, terutama mata yang terlihat seperti manik-manik berlapis kaca, yang sangat indah.

Pria ini memperlihatkan ekspresi seakan mimpi indahnya telah diganggu di pagi buta. Dia mengangkat kelopak matanya dengan malas dan menatapku. Sementara aku hampir memuntahkan seteguk darah.

Tuan Muda Kelima, orang ini ternyata adalah Tuan Muda Kelima.

"Kenapa kamu di sini?" Aku tidak bisa membayangkan betapa jeleknya wajahku saat itu.

Ekspresi Tuan Muda Kelima tidak membaik. Dia menyandarkan bahunya yang lebar ke pintu sambil bertolak dada dan berkata dengan santai, "Kamu kira siapa?"

Aku merasa sangat marah, "Tidak peduli siapa pun, yang terpenting bukan kamu!"

"Cih!" cibir Tuan Muda Kelima. Kemudian, dia berbalik dan berjalan masuk. Aku sangat marah dan mengejarnya, "Kamu mengintipku setiap malam, ya?"

Aku mengikuti Tuan Muda Kelima ke atas. Tuan Muda Kelima memasuki kamar tidur di depan, aku juga mengikutinya.

Aku melihat teropong di depan jendela. Setiap malam, pria itu mengintipku menggunakan benda ini. Aku sangat marah sehingga aku mengangkat benda itu dan melemparkannya ke lantai.

Alis Tuan Muda Kelima berkedut. Saat aku menghancurkan teropongnya dan marah padanya, dia meraih pergelangan tanganku dan melemparku ke ranjang. Aku terjatuh ke ranjangnya, tubuh Tuan Muda Kelima yang tinggi segera menekanku, "Clara, seharusnya kamu tahu kenapa aku datang ke sini. Aku sudah mengembalikan paspormu. Kamu juga sudah bersatu kembali dengan putramu. Bagaimana dengan aku? Bukankah sudah waktunya aku mengambil kembali hakku!"

"Apa?" Tiba-tiba aku merasa panik.

Tuan Muda Kelima menyunggingkan sudut bibirnya. Napas berbahaya mengalir masuk, "Janjimu untuk membiarkanku menidurimu."

Saat dia mengatakan itu, dia membungkuk dan ingin mencium sudut mulutku. Aku mengangkat lenganku, lalu sebuah tamparan mendarat di wajahnya. Tuan Muda Kelima mendesis dengan suara rendah, dia terpukul hingga wajahnya berpaling. Aku melihat kemarahan dengan cepat menumpuk di matanya, sementara aku sudah bangun dari ranjang dan berlari keluar.

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang