##Bab 24 Seakan Tidak Ada Orang di Samping

2.5K 141 0
                                    

Aku benar-benar tercengang.

Aku ingin mendorongnya pergi, tapi aku tidak berani. Kelak, aku masih memerlukan bantuan tuan muda ini. Aku tidak boleh membuatnya marah.

Bulu mataku sedikit gemetar, aku menatap wajah Tuan Muda Kelima yang kulitnya lebih bersih dibandingkan dengan kulit wanita.

Aku mendengar seseorang berseru dengan terkejut "um".

Pada saat ini, Tuan Muda Kelima memalingkan wajahnya, aku melihat dua orang berdiri dengan bangga di atas kuda yang tidak jauh dariku.

Orang yang berseru adalah teman baik Candra, Gabriel. Dulu, di antara semua teman baik Candra, Gabriel adalah orang yang paling dekat denganku.

Orang di sebelah Gabriel adalah Candra yang duduk dengan kaku.

Wajahnya sedingin es.

Setelah apa yang terjadi kemarin, kami bertemu lagi dengan cara seperti ini.

Apa yang akan ditimbulkan oleh video itu untuk Candra bukan hanya reputasinya yang tercoreng, tapi dia juga mungkin akan menderita kerugian yang masih tidak dapat diprediksi dan keuntungan yang menurun. Selain itu, semua itu pasti bukan jumlah yang kecil.

Candra menatap lurus ke arahku, aku melihat kemarahan di matanya, mungkin karena masalah video itu. Benar, akulah yang mencemarkan nama baik dia dan istrinya.

Tiba-tiba aku mengangkat tanganku, lalu merangkul leher Tuan Muda Kelima dan berjinjit, aku berusaha untuk menanggapi ciuman Tuan Muda Kelima.

Bibir Tuan Muda Kelima yang menciumku tiba-tiba menegang sejenak. Dia membuka matanya, tatapan matanya yang sangat tajam itu seakan menusuk langsung ke hatiku. Setelah beberapa saat, dia mencium bibir dan bermain dengan lidahku seakan tidak ada orang lain di sana.

"Minat Tuan Muda Kelima unik sekali."

Suara Candra yang jernih dan acuh tak acuh datang bersama angin di akhir musim semi, tetapi suara itu seakan membawa kepingan salju dari musim dingin yang dingin. Seluruh tubuhku tiba-tiba menjadi dingin dan saat ini Tuan Muda Kelima telah melepaskanku, dia berbaik perlahan dengan penampilannya yang malas untuk menghadap pada orang yang berbicara.

Candra duduk di atas kuda, ekspresi di wajah tampannya tidak berubah, tapi dia terus menatap ke arah Tuan Muda Kelima.

"Apakah Pak Candra paling suka menggagalkan rencana orang lain?" ucap Tuan Muda Kelima sambil bertolak dada, sepasang matanya yang indah menyipit ke arah Candra.

Candra tersenyum pelan, senyumnya dingin bagaikan salju, "Bagaimana kalau kita bertanding?"

Tuan Muda Kelima mengangkat alis tebalnya yang malas, tapi dia malah menundukkan kepala dan pura-pura berpikir sejenak, "Baiklah, kita sudah lama saling kenal, aku masih belum pernah bertanding dengan Pak Candra. Bagaimana kalau hari ini kita bertanding?"

Tuan Muda Kelima segera melompat ke punggung kuda dan berdiri berdampingan dengan Candra. Candra mengangkat cambuknya dan menunjuk ke kejauhan, "Kita bertemu di bawah pohon di sana."

Tuan Muda Kelima tersenyum jahat, lalu dia mengaitkan jarinya ke arah Gabriel, "Kamu yang menjadi saksi, siapa pun yang kalah harus berlari sejauh puluhan mil di arena pacuan kuda. Tidak boleh menyangkal dan berbuat curang."

Setelah Tuan Muda Kelima selesai berbicara, dia langsung mengangkat cambuknya, "Bersiap!"

"Lari!", Tuan Muda Kelima dan Candra bergegas keluar.

Aura Tuan Muda Kelima terlihat tidak biasa, bayangan di atas punggung kuda penuh dengan arogan dan semangat yang tak terbatas. Kuda Tuan Muda Kelima lebih cepat dari Candra. Melihat Tuan Muda Kelima berlari kencang, Candra tidak tegang, tapi dia terlihat tenang sambil mengayunkan cambuknya dan berseru pelan, kuda itu baru mulai berlari ke depan.

Aku berdiri di tempat yang sama dan melihat kedua orang itu berlari semakin jauh. Pada saat ini Gabriel juga menunggangi kuda mengikuti dari belakang. Aku ditinggalkan sendirian dan berdiri di tempat yang sepi ini, hatiku merasa sangat sedih.

Saat aku berjalan kembali ke klub pacuan kuda, aku tidak melihat Candra dan Tuan Muda Kelima.

Di bawah pohon besar di depan, seseorang menundukkan kepala sambil merokok.

Aku kenal dengan punggung itu.

Ketika aku berjalan mendekat, dia berbalik dan melihat dengan sepasang mata yang seperti bulan sabit, pandangannya yang sangat dalam itu dipenuhi dengan kekecewaan atau menyalahkan ....

Aku ingin pergi begitu saja, tapi Gabriel malah membuka suara. Poni di dahinya menutupi ekspresinya saat ini, suaranya terdengar samar, "Apakah kamu mau menjatuhkan martabatmu?"

Pemuda ini, dia satu tahun lebih muda dariku. Di antara tiga teman Candra, dia adalah orang yang paling santai. Dia suka tertawa dan bercanda, juga suka membuat lelucon. Ketika kamu merasa sedih karena masalah tertentu, dia akan membuat lelucon ala Gabriel yang membuatmu terbahak-bahak, dalam sekejap kamu akan melupakan semua kekhawatiranmu.

Di antara semua teman baik Candra, Gabriel adalah teman yang memiliki hubungan terbaik denganku.

"Kalau kamu ingin berpikir begitu, anggap begitu saja. Bagaimanapun juga, di mata kalian aku orang yang sangat jahat." Pada saat ini, seharusnya ada sebatang rokok. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba aku ingin merokok. Mungkin merokok benar-benar bisa menghilangkan kesedihan di hati.

Namun aku tidak punya rokok dan aku juga tidak bisa merokok. Setelah aku selesai berbicara dengan acuh tak acuh, aku berjalan dari sisi Gabriel. Pengkhianatan Candra membuatku membenci segala sesuatu tentangnyaa, termasuk orang-orang yang berada di dekatnya. Aku tidak bisa melupakan bagaimana orang-orang ini membantu Candra berbohong padaku yang dipanggil kakak ipar.

Mereka semua menganggapku kakak ipar bodoh yang bisa dibodohi dengan sesuka hatinya.

"Mungkin masalah tidak seperti yang kamu pikirkan."

Suara rendah Gabriel datang bersama angin sepoi-sepoi bertiup ke wajahku, dengan aura yang tampak ragu-ragu.

Aku berhenti tapi tidak menoleh. Terdengar senyum dingin di dalam nada bicaraku , "Apa maksudmu? Apakah kamu berkata kepadaku bahwa Candra melakukan semua ini karena diancam? Maksudmu, dia bukan orang munafik, bukan lelaki berengsek, tapi suami yang baik, pria yang baik?"

Mungkin sarkasme di dalam kata-kataku yang telah menyakiti Gabriel atau mungkin kata-kataku membuatnya tidak bisa berkata-kata. Pemuda yang selalu ceria dan antusias ini seakan membisu. Dia berdiri termenung di sana, dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi.

Tuan Muda Kelima menggandeng wanita muda dan cantik di sisi kiri dan kanannya sambil berjalan keluar dari klub pacuan kuda. Aku tidak tahu siapa yang menang di antara dia dan Candra. Tuan Muda Kelima memperlihatkan sifat playboy yang seperti sebelumnya, suasana hatinya terlihat sangat baik.

Salah satu dari dua wanita itu adalah Febiola dan yang satunya aku tidak kenal. Keduanya berbicara dengan lembut dan tampak menawan. Satunya menyuapi pisang ke mulut Tuan Muda Kelima dan yang lain menyuapi anggur. Ketika mereka melewatiku, tiba-tiba Tuan Muda Kelima mengangkat matanya, "Kamu, bersihkan sepatuku."

Aku menatap mata Tuan Muda Kelima yang setengah tersenyum dengan ekspresi tercengang.

Wanita asing itu terkikik dan berkata, "Tuan Muda Kelima memintamu membersihkan, kamu masih tidak membersihkannya? Kamu kira semua orang bisa membersihkan sepatu Tuan Muda Kelima?"

Kelembutan yang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang