Menyambut kebebasan

544 12 0
                                    

* * *

" Eh, nak Hani . '' Tegur Bu Lili, tetangga sebelah yang terkenal sebagai penyebar segala macam informasi dilingkungan tempat tinggalnya.

Hani yang sudah diambang pintu menoleh dan tersenyum.

'' Baru pulang dari sana ? '' Tanyanya.

'' Iya, bu Lili. '' Jawab Hani seraya mengangguk.

'' Tumben pergi nya lama ? Biasanya paling cuma seminggu. ''

'' Iy, bu. Sekalian liburan. ''

'' Oooo... '' Manggut-manggut, lalu tersenyum penuh makna. Ia perhatikan Hani yang memang terlihat seperti baru saja pulang dari bepergian.
Menenteng tas dan koper .

Tapi kok perginya kali ini lama sekali ? Kalau ia tak salah, mungkin lebih dari dua bulan? Dan lagi , kenapa barang bawaannya banyak sekali ?
Bu Lili mulai curiga .

Begitulah Bu Lili.

Padahal ia tau, jika dalam setahun Hani pasti pergi selama seminggu atau bahkan lebih.

Mereka yang juga orang lama penghuni lingkungan tempat Hani tinggal sejak lahir ini pasti tau kemana Hani pergi.

Pun dengan Bu Lili yang telah menjadi tetangga Hani selama lima belas tahun.

Pikiran Bu Lili mulai kemana-mana.

" Ek-ehem ." Bu Lili berdehem.

Agaknya ia mau menuntaskan rasa pemasarannya.

'' Nak Hani.. Selama nak Hani pergi, semua disini pada naya-nanya loooo ..
Kemana nak Hani kok gak pernah keliatan. Terus, kok perginya lama banget ?
Ya, kalau Ibu si mikirnya gak yang macam-macam, ya..

Tapi waktu itu ada yang bilang, gini..
Mungkin nak Hani nikah .

Jadi, ya saya ikut ikutan kepikiran.
Soalnya, siapa tau, kan .. Ehehehe. ''

'' Ahahhaha . '' Alih-alih menjawab, Hani memilih tertawa sumbang .

'' Dasar ! Tukang kepo . '' Batinnya.

Mengesalkan memang meladeni kelakuan Bu Lili. Pantas saja ibu tirinya jika sudah selesai menyapu teras langsung masuk kedalam. Pasti untuk menghindari wanita yang telah menjanda sejak suaminya meninggal sepuluh tahun lalu ini.

Hani putuskan tak menjawab.

Tapi Bu Lili tak menyerah. Ia cari hal lain untuk ditanyakan . Yang mungkin bisa untuk dijadikan topik gibah nanti.

'' Terus... Siapa yang tadi ngantar ? '' Tanya Bu Lili yang tanpa malu menujukan rasa penasarannya.

Hani kembali menaikan sudut bibir, senyum terpaksa.

'' Teman ,Bu. "

" Perempuan ? "

'' Iya, Bu . Yang tadi itu perempuan . '' Hani menekan kalimatnya seraya mengangguk sekali.

Rasa dongkol mulai mengusai.
Lama-lama meladeni Bu Lili ia pasti akan emosi . Maka ia putuskan beranjak untuk menghindarinya.

'' Sudah dulu ,Bu Lili ya. Saya permisi masuk. '' Tanpa menunggu tanggapan Bu Lili, Hani membuka pintu rumah yang tak terkunci seraya mengucapkan salam.

Ini hari sabtu, semua orang ada dirumah . Dan benar saja. Hani mendapati ketiga anggota keluarganya berada di ruang tamu.

Seketika Hardjono, Lastri dan Rara yang tengah duduk menonton tivi, menoleh , menatap dengan ekspresi terkejut.

Tanpa menyapa ,Hani melintas begitu saja. Hani masuk dan mengunci diri di kamarnya.

Sore harinya.

Hani terlihat sudah melakukan hal yang bisanya ia lakukan . Ia berdiri didepan kompor , mengerjakan dan mengolah bahan makanan untuk di jadikan santap bersama anggota keluarganya nanti.

Tolong Ceraikan Aku, MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang