Ruang untuk berdua

433 10 0
                                    

* * *

Keesokan harinya.

Waktu masih terbilang sangat pagi. Nampak Mila sudah bersiap untuk melakukan perjalanan ke luar kota . Mila akan pergi sendirian ke rumah orang tuanya.

Danu sempat menawarkan diri untuk mengantar . Namun Mila menolak sebab ayahnya mengatakan ada hal yang perlu dibicarakan berdua saja dengannya.

Jadi Mila tak tau, berapa lama ia akan berada di sana. Karena itu ia minta Danu untuk tetap tinggal agar bisa meng-handle pekerjaannya di kantor .

Dan Danu tak bisa menolak.

Sepeninggalnya Mila, Danu berbalik dan msuk kedalam rumah untuk bersiap melakukan pekerjaan yang sudah hampir dua minggu ia tinggalkan.

* * *

Di tempat lain.

Seperti biasa. Sepulang kerja, sebelum pulang kerumah, Hani singgah ke makam. Barulah setelah itu, ia pulang dan langsung masuk ke kamar .

' Bruk ' Hani merebahkan tubuh dan memejamkan matanya.

Lelah luar biasa ia rasa. Hampir seminggu masuk tanpa libur, bahkan sempat double shift untuk menggantikan Nania yang tak masuk karena mendadak cuti.

Hingga akhirnya, ia bisa menghela nafas lega . Karena besok sampai dua hari ke depan ia libur. Jadinya bisa beristirahat.

Hani baring telentang. Menatap hampa pada langit-langit kamarnya yang di cat putih.

Sejak hari itu, Danu tak pernah datang menemuinya lagi. Bahkan menelpon ataupun mengirim pesan sekalipun tidak.

Hani tak dapat memungkiri lagi perasannya . Sungguh ia rindu . Namun ia tak punya alasan untuk menelpon terlebih dahulu apalagi menemui Danu .

'' Mbaakkk... '' Suara Rara memanggil dari luar.

Hani bangun dan beranjak membuka pintu.

'' Apa ? '' Tanyanya yang hanya menyembulkan kepala.

'' Mbak nanti malam ke klinik praktek kan ? ''

'' Hek-em ? Kenapa ? '' Hani mengangguk dengan ekpresi Dan nada suara yang menunjukkan rasa lelahnya.

'' Aku mau numpang, ya Mbak. Mau ngerjain tugas di rumah teman. Kebetulan rumahnya searah. ''

'' Em. Ya uda. '' Hani menarik kepala dan menutup pintunya.

" Makasih, Mbak. " Tersenyum girang.

Menjelang pukul 6, Rara dan Hani pamit pada kedua orang tua mereka dan pergi bersama dengan tujuan masing-masing.

* * *

Malam harinya.

Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang biasanya ia dan Mila lakukan bersama, Danu merasa sangat lelah.

Beberapa kali ia terlihat menghela nafas.

Ia heran. kenapa banyak sekali pekerjaan hari ini.

Dan semua terjawab setelah ia bertanya pada para karyawan yang menuturkan, jika belakangan Mila sering mengabaikan laporan hingga pekerjaan menumpuk seperti ini.

" Ini pasti karena dia terlalu memikirkan masalah kami. "

Danu melirik jam di dinding ruangan yang menunjukan pukul sebelas malam.

Sudah dua jam sejak ia selesai lembur bersama tiga orang bagian administrasi yang sudah pulang lebih dulu .

Hanya Danu yang masih betah, bahkan kini tinggal ia sendiri yang berada di kantor berlantai tiga ini.

Danu menyetak nafas.
Jenuh membuatnya teringat pada Hani.

Danu berdiri. Ia tak bisa menahannya lagi.

Toh, Mila juga sedang pergi. Jadi tak ada salahnya jika ia menjumpai Hani, bukan ?

Danu mencari alasan untuk membenarkan apa yang hendak ia lakukan.

Semburat senyum terukir di wajahnya seiring dengan langkah kaki yang berjalan cepat meninggalkan kantor.

Danu memacu kendaraannya dengan sedikit kencang dan menerjang gerimis yang memang sudah turun sejak tadi sore.

Tepat di persimpangan jalan, mobil Danu melambat. Ia teringat jika tak salah, malam ini Hani bekerja di klinik praktek.

Untuk memastikannya, Danu pun mengambil telpon selulernya dan menghubungi Hani.

'' Ya, Mas ? '' Suara yang begitu ia rindukan terdengar menyahut.

Seperti kering yang diguyur air, dahaganya tersiram dan rasanya luar bisa lega.

'' Sayang kamu di mana ? '' Tanya Danu sambil mencoba menenangkan hatinya yang mulai bergejolak , tak sabar ingin segera bertemu si dia yang ada di seberang sana.

'' Aku masih di tempat praktek, Mas. Bentar lagi pulang. ''

'' Em, kalau gitu jangan pulang dulu . ''

'' A ? Memangnya kenapa, Mas ? ''

'' Ini ak- ''

' Tut ' sambungan telepon tiba-tiba terputus.

Danu berdecak kesal karena ternyata baterai ponselnya habis. Beruntung ia sempat bicara walaupun tak tuntas.

Segera Danu memutar arah tujuannya menuju ke tempat Hani berada.

Tak sampai lima belas menit, mobil Danu telah memasuki area pertokoan, dan berhenti tak jauh dari klinik praktek tempat Hani berkerja.

Danu yang baru saja turun dari mobil tak langsung berjalan. Ia berdiri dengan pandangan ke arah parkiran depan apotik.

Nampak olehnya Hani tengah berhadapan dengan seorang pria. Mereka nampaknya sedang bicara dan sepertinyacukup serius. Terlihat dari ekspresi keduanya.

Melihat dan memperhatikan interaksi keduanya, seketika panas yang entah muncul dari mana mulai menjalar dan menguasai Danu.

Lalu ia putuskan untuk menghampiri mereka.

'' Sayang.. '' Sapa Danu membuat Hani dan sosok pria yang ternyata adalah Dokter Adrian , menoleh serempak.

Danu berhenti tepat disebelah Hani dan langsung menyambar tangannya. Danu menebar senyum sambil memperhatikan pria yang ia ingat pernah ia jumpai di hotel waktu itu.

'' Kalau tidak salah, Dokter Adrian bukan ? '' Tanya Danu .

'' Iya. Benar. '' Jawab Dokter Adrian sambil tersenyum. Ia terlihat tak nyaman. Sebab dari cara pandangannya saja ia sudah bisa menebak, sepertinya Danu tak suka padanya. Atau mungkin juga telah salah paham dengan apa yang di lihat .

'' Mas.. '' Hani mencoba bicara, namun tak jadi sebab seketika Danu memalingkan wajah, menatapnya.

'' Hek-ehemm. '' Dokter Adrian berdehem. Ia yang tak ingin menganggu , memutuskan pergi.

Dokter Adrian pun pamit, meninggalkan pasangan yang sepertinya butuh ruang untuk berdua.

Tolong Ceraikan Aku, MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang