Teman

454 11 0
                                    


* * *

Keesokan harinya. Tak lama setelah sarapan bersama, Hito pergi usai ditelpon atasannya yang menyuruhnya ke galeri .

Hani dan Danu pun memutuskan untuk tetap tinggal untuk menemani Sri dan Ita sampai Hito kembali.

Pukul 5 sore, Hito pulang . Danu dan Hani pun langsung ijin pamit pulang.

'' Lo, kok pulang ? Katanya Hani libur sampai besok ? Nginap aja lagi semalam di sini.. '' Ucap Sri mencoba mencegah Hani dan Danu yang sudah bersiap dengan berdiri didepan pintu masuk rumah.

'' Aku juga maunya , si gitu bu... Tapi besok malam, Hani harus masuk kerja di klinik praktek dokter lain . '' Kata Danu menjelaskan.

'' Hem.. ya, uda kalau gtu. Ibu juga gak bisa maksa.. Tapi nanti kesini lagi, Han ...
Sering-sering kalau bisa . Ya ? '' Sri memeluk sang menantu setelah itu melepas kepergiannya bersama Danu.

Beberapa saat setelah mobil yang membawa Danu dan Hani meninggalkan kediaman keluarga Danu, pasangan suami istri saling diam. Hingga mobil mulai memasuki jalan utama yang sentiasa ramai oleh kendaraan.

'' Ini kita langsung pulang kan, Mas ? '' Tanya Hani dengan nada lesu.

Memikirkan pulang ke rumah, ia merasa bimbang. Apakah Danu akan menginap, atau haruskah ia larangan ? Sebab ia yakin, jika nanti Danu dan Lastri bertemu, susana pasti tak akan nyaman.

'' Nanti malam aja aku antar kamu pulang . '' Jawab Danu tanpa memalingkan pandangannya sebab tengah fokus memantau keadaan jalanan yang sedang macet.

'' ... ? ''

Danu menoleh sesaat sambil melemparkan senyum.

Detik berlalu.

Mobil yang Danu kendarai telah berhasil lolos dari kepadatan jalan raya . Roda mobil perlahan melambat . Danu membelok stir untuk menepi untuk memasuki area salah satu pusat perbelanjaan yang paling ramai dikunjungi.

Hani sebenarnya enggan ketempat yang merupakan pusat keramaian ini.

Sebab ia tak mau bertemu seseorang yang mengenalnya dan mungkin akan bertanya tentang siapa orang yang bersamanya.

Namun Hani tak memiliki alasan untuk menolak.
Dengan setengah hati, Hani pun hanya bisa parah ketika Danu mengajaknya turun dari mobil dan berjalan memasuki kawasan tersebut.

Berjalan sambil bergandengan tangan, Hani merasa was-was. Matanya tak berhenti mengawasi sekitarnya. Sesekali ia pun terlihat menundukkan kepala.

Meski demikian, Hani berusaha menutupi keresahannya, demi menghargai Danu yang tengah menyenangkannya.

'' Mas, mau ngapain kita kesini ? '' Bisik Hani ketika Danu menuntunnya memasuki ke sebuah toko penjual perhiasan.

'' Sejak menikah , aku belum pernah membelikan mu apa-apa . Jadi aku mau membelikanmu sesuatu yang berharga. Supaya kamu bisa terus mengingatkanku . '' Ucap Danu sambil mengeratkan pegangan tangannya.

'' Tapi aku gak butuh apa-apa , Mas '' Hani mencoba menolak, tapi keburu seorang pelayan datang dan menghampiri.

Hani pun dibuat tak berkutik. Ia hanya diam dan melihat saja pelayan toko berbicara dan menawarkan beberapa perhiasan serta membantu Danu memilihnya.

Hingga akhirnya, mereka keluar dari toko tersebut setelah Danu membeli satu set perhiasan yang langsung ia berikan pada Hani.

Kemudian mereka lanjut memasuki sebuah restoran untuk mengisi perut yang lapar.

Sesaat sebelum makan, Hani menatap handbag bertulisan nama toko perhiasan yang mereka masuki tadi.

Perasaan Hani sungguh tak nyaman. Ia lantas menurunkan pembungkusan belanjaan itu ke bawah meja agar bisa makan dengan tenang.

Usai makan , Danu mengajak Hani ke tempat berikutnya. Bioskop. Dan dengan sengaja Danu memesan bangku paling belakang di pojokan.

'' Mas.. '' Hani melotot sambil berusaha menahan tangan Danu yang baru saja pindah ke pangkuannya dan mulai nakal.

Namun Danu tak menghiraukannya . Ia tetap fokus melihat kedepan sedangkan tangannya tak berhenti bergerilya ria.

'' Mas . ''

Danu menoleh. Meski di dalam ruangan yang hanya mendapat penerangan dari layar yang tengah menampilkan adegan demi adegan film yang sedang diputar, Hani masih bisa melihat dan menangkap arti tatapan Danu .

Danu menginginkannya.

Dan benar saja. Danu tiba-tiba mendekat dengan tangan terangkat dan mendaratkan di tengkuknya. Danu menekankan, memaksa agar Hani mendekat.

Ditengah kebisingan para penonton yang menyaksikan film bergenre komedi horor , bukannya ikut larut dalam susana riuh dan menikmatinya , dua sejoli ini justru melakukan hal lain.

Dua jam setelah film selesai diputar , pintu teater pun dibuka untuk mempersilahkan para penonton keluar. Pun dengan Hani dan Danu.

Hani terlihat lega. Karena jika lebih lama lagi berada di dalam sana, entah kenekatan seperti apa lagi yang akan Danu lakukanlah.

'' Uda jam 10 malam, Mas. Kita langsung pulang , ya . '' Ajak Hani ketika baru saja menuruni eskalator dan menginjak lantai dasar.

'' Mau pulang kemana ? Ke rumah mu atau kerumahku ? ''

Hani mengernyit.

'' Mila lagi ngunjungin orang tuanya diluar kota dan belum tau kapan pulangnya.. ''

Hani menggeleng tegas.

'' Gimana bisa Mas ngajak aku pulang kerumah Mas, padahal Mas sendiri tau kalau mbk Mila uda minta kita untuk mengakhiri hubungan kita . ''

Danu menghentikan jalannya , memutar tubuh untuk berhadapan dengan Hani.

'' Mas sadar gak, kalau yang kita lakukan ini salah ?
Apa Mas gak pernah berpikir, gimana kalau Mbak Mila sampai tau..

Apa dan sejauh mana yang sudah kita lakukan dibelakang dia.. "

" ... "

" Ya, Mas.. Kalau Mbak Mila tau, dia pasti kecewa .. Dia pasti sedih dan terluka.
Dan itu berarti kita uda nyakitin dia , Mas. ''

'' Trus kamu mau aku bagaimana ? ''

'' ... ''

Diam beberapa detik.

'' Hei, Han . '' Suara tak asing menganggetkan.

Hani berbalik dan shock mendapati Nania sudah berada di belakangnya.

'' Ternyata benar Hani..Ku kira tadi salah orang . '' Nania mendekat dengan senyuman lebar dan berhenti tepat disamping Hani yang seolah menjadi batu.

'' Han ? '' Senyum Nania memudar. Ia heran melihat ekspresi Hani .

Hani memutar lehernya secara perlahan, menoleh pada Danu yang hanya berjarak satu langkah dibelakangnya.

Nania pun terlihat melakukan hal serupa, melihat lelaki yang barusan berhadapan dengan Hani.

Lalu secara perlahan, pandangan Nania beralih pada Hani yang terlihat gugup dengan bibir tertutup rapat .

Membuat Nania dihampiri rasa penasaran.

'' Siapa, Han ? '' Tanya Nania .

'' E ? '' Hani terlihat seperti orang linglung. Membuat Nania semakin bertambah penasaran.

'' .. ? '' Nania mendeliki dengan ekor mata mengarah pada Danu yang sejak tadi memasang ekspresi datar.

'' Oh, dia.. Em, dia teman . '' Jawab Hani dengan senyum terpaksa.

'' Teman ? ''

'' I-iya, teman.. '' Hani melirik Danu sesaat lalu pandangannya kembali pada Nania yang sepertinya tak puas atau mungkin tak percaya dengan jawabannya.

Tolong Ceraikan Aku, MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang