* * *
Pagi yang cerah, sepasang suami-istri yang semalam memadu kasih dengan begitu bergairah , terlihat kompak mengerjakan pekerjaan rumah.
Terlihat Danu sibuk didepan kompor, sementara Hani membersihkan setiap ruang yang ada di rumah.
Dengan alasan masih kurang fit, Hani minta pada temannya untuk bertukar shift. Ia yang seharusnya masuk pagi, akan masuk siang nanti.
Sementara Danu, menurut peraturan di restoran tempatnya saat ini bekerja sebagai karyawan sementara , setiap pekerja berhak mengambil libur empat hari dalam sebulan.
Dan itu juga berlaku bagi yang bukan pekerjaan tetap alias dalam masa percobaan.
Meski masih berstatus pekerja sementara, Danu yang memiliki hak yang sama, mengambil hari liburnya hari ini.
'' Uda selesai beres-beres nya ? '' Tanya Danu saat Hani menghampiri dan berdiri di sampingnya.
Hani menoleh , tersenyum dan mengangguk .
'' Iya, udah . '' Jawabnya.
" Capek ,ya ? "
Hani menggeleng. Danu tersenyum.
" Capek si enggak begitu . Cuma lapar, benget. " Hani memilik isi wajan yang mengepulkan asap dan ternyata masakan Danu telah matang.
Danu balas tersenyum.
'' Sabar. Sebentar lagi masakan matang, kok.
Gimana badannya ? Uda enakkan ? '''' Hek-em. Makasih ya, sayang .''
'' Makasih ? Untuk ? ''
'' Pijitannya. ''
Danu terkekeh. Hani kembali menoleh kesamping, menatap heran pada mimik suaminya yang mencurigakan.
'' Kalau begitu kayanya mesti sering-sering kasih kamu pijit plus plus. ''
Seketika wajah Hani bersemu. Tersipu memikirkan apa yang terjadi semalam. Pijitan manja yang memabukkan dan berakhir dengan pergulatan penuh peluh keringat.
'' Hek- ehem ! ''
Hani dan Danu tersentak dan serempak menoleh kebelakang.
Entah sejak kapan Harjono telah duduk di meja makan.
Hani Dan Danu seketika menjadi tak nyaman, karena Hardjono pasti mendengar apa yang tadi mereka bicarakan.
'' Sebaiknya, setelah urusan pernikahan kalian selesai, kalian cari rumah dan hidup mandiri. ''
Hani dan Danu melongo sesaat.
'' Itu tidak mungkin ,Yah. '' Ucap Hani seraya memutar tubuhnya dan mengambil langkah mendekat .
Hani duduk di kursi depan ayahnya.
'' Ayah tau. Kau mengkhawatirkan ayah. Tapi itu tidak perlu. ''
'' Apa ? Bagaimana mungkin aku tidak khawatir ? Lagian mana bisa aku meninggalkan ayah tinggal seorang diri. ''
Hardjono menutup rapat mulutnya dan memalingkan wajah.
Hani yang mengerti akan bahasa tubuh sang ayah hanya bisa menyentak nafas dan memilih melakukannya hal yang sama.
Tak ada pembicaraan lanjut sebab keduanya kompak tak memperpanjang pembicaraan.
Siang harinya.
Usai makan siang bersama ayah dan suaminya, Hani pun bersiap untuk kembali melakoni pekerjaannya sebagai pelayan masyarakat dirumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Ceraikan Aku, Mas
RomanceSiapa yang ingin menjadi kedua? Terlebih di era sekarang. Dimana predikat pelakor begitu melekat pada wanita yang berstatus madu. Tak hanya di pandang sebelah mata dan tanpa memperduli apa alasannya, julukan tersebut seolah tak terlepaskan dan di...