* * *
" Kalian bertengkar? " Tanya Hardjono.
Hani terdiam sejenak, menatap sang ayah sesaat kemudian melanjutkan makannya.
'' Begini yang kalian bilang mau serius ? Baru beberapa bulan menikah, sudah bertengkar sampai tidak saling bertemu. ''
'' ... '' Hani mulai kesal. Tapi ia berusaha untuk tetap acuh dan meneruskan makannya.
Diam melanda.
Melihat Hani tetap acuh seolah sengaja tak mau memperdulikannya, Hardjono kehilangan selera makannya dan memilih menyudahinya .
Tapi Hani justru terlihat sebaliknya. Ia tetap lahap menghabisi isi piringnya hingga habis tak bersisa.
'' Jadi, kapan rencananya kalian akan mengesahkan pernikahan kalian ? '' Tanya Hardjono.
Hani menghela nafas dan menatap sang ayah sesaat. Lalu ia meraih gelas berisi air putih dan menegakkan hingga tandas. Setelah itu ia letakan dan menyandarkan punggung sembari menatap ayahnya.
'' Mas Danu masih dalam masa percobaan kerja semalam satu bulan, Ayah . ''
'' Sebenarnya kalian serius atau tidak sih melanjutkan hubungan kalian ?''
Hani menghempas nafasnya.
'' Bukankah ayah yang mensyaratkan Mas Danu harus memiliki pekerjaan terlebih dahulu, baru setelahnya itu kami boleh mengesahkan pernikahan kami ? ''
'' ... ''
'' Sama seperti yang ayah katakan pada Ibu. Kalau ini urusanku. Jadi biarkan aku dan Mas Danu yang memutuskan harus bagaimana dengan hubungan kami. ''
Raut wajah Hardjono mendadak dingin sebab Hani menyinggung prihal Lastri yang tak pernah ia beritahu apa yang telah terjadi di antar mereka.
'' Kenapa kau menyangkut pautkan pembicaraan kita dengan dia ? Bukankah sudah ayah katakan , kalau dia sudah bukan bagian dari keluarga kita. Jadi jangan pernah menyebut dia lagi ! ''
'' Apa ayah sudah menceraikan Ibu ? ''
'' ... ''
'' Belum ? Kalau begitu dia masih tetap bagian dari keluarga ini, bukan ? ''
'' Kau ingin ayah menceraikannya ? "
Hani terdiam , menahan hati yang berdenyut membayangkan jika itu benar terjadi.
Sungguh, terlepas bagaimana pun hubungan dan Lastri, ia tak ingin ayah dan ibunya bercerai. Ia ingin keluarganya tetap utuh dan kembali seperti semula.
" Baiklah kalau kalau memang itu yang kau mau. Lagipula kalian juga tidak pernah saling menyukai. Jadi Ayah akan mengabulkan seperti yang selama ini kau harapkan.''
Hani menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan sambil memalingkan wajahnya.
'' Aku sudah tau apa yang terjadi dengan kalian. Aku tak akan ikut campur.
Tapi ku sarankan, sebaiknya kalian bertemu dan menyelesaikan masalah kalian selayaknya orang dewasa . '''' .. ''
Hani berdiri, membereskan peralatan makan diatas meja ,membawanya ke wastafel dan mencucinya. Kemudian ia kembali ke meja untuk membersihkannya.
Setelah itu, ia tinggalkan Hardjono yang masih duduk termenung dan masuk ke kamar.
Dikamar, Hani terpaku beberapa saat, menatap kardus-kardus yang terikat tali rapia.
Semalam, ia mengeluarkan semua pakaian milik almarhum suaminya dan memasukkan ke dalam kardus yang nantinya akan ia kirim ke yayasan yang menangani sumbangan untuk diberikan pada mereka yang berada di permukiman kumuh.
Melihat kardus - kardus itu semua, Hani merasa lega . Satu hal telah selesai ia lakukan.
Hani lalu tersenyum, mengingat besok ia berencana ke rumah Hito, memberi kejutan pada sang suami dengan alasan menjenguk Ica yang sakit.
Tapi itu bukan cuma alasan. Karena memang ia pun khawatir dan ingin bertemu si gadis hitam manis itu.
Senyum Hani kian merekah, membayangkan besok akan bertemu dan melepas rindu dengan sang pemilik hati.
Meski ia tak bisa menginap sebab tak mungkin meninggalkan ayahnya seorang diri, setidaknya rindu yang rasanya sudah tak mampu ia bendung lagi bisa sedikit berkurang.
' Ting ' Suara notif pertanda ada pesan yang masuk , menyadarkannya.
'' Mbak, besok ibu pulang ke rumah. Kalau Mbak memang mau bicara sama Ibu , besok Mbak datang aja ke rumah .
Soalnya Ibu cuma libur sehari dan besoknya harus kembali ke rumah majikannya. '' Isi pesan yang ternyata dari Rara.Senyum Hani sirna seketika. Tubuhnya pun merosot perlahan . Hani terduduk di tepian tempat tidur.
'' Bagaimana ini ? '' Pikirnya.
Padahal ia sudah sangat tak sabar datangnya hari esok, sebag ingin segera bertemu Danu.
Tapi mengingat ia sudah berjanji pada Rara , untuk menemui dan bicara dengan Lastri , Hani jadi saksi apakah besok akan terlaksana seperti yang sudah ia rencanakan.
Dari yang Rara beritahukan, Lastri bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang diharuskan tinggal dirumah majikannya.
Itulah kenapa Hani tak bisa ke kosan yang menjadi tempat tinggal Rara sekarang untuk menemui Lastri. Sebab Lastri hanya pulang seminggu sekali. Itupun tak boleh menginap.
' ~ ~ ~ '
Hani tersentak sebab dering nada panggilan dari ponselnya .
Hani terdiam, melihat nama ' Ibu mertua ' yang tertera.
Dengan perasaan bimbang, Hani pun menyambut panggilan yang berasal dari Ibu mendiang suaminya.
'' Asalamualaikum, Hani. '' Suara yang telah lama tak terdengar memberi salam.
'' Walaikumsalam, bu '' Sahut Hani.
'' Apa kabar mu, Nak ? ''
'' Alhamdulillah sehat, bu
Ibu sendiri bagaimana ? '''' Ibu... Em.. Ya, masih sama seperti terkahir kali kamu lihat. ''
'' ... ''
'' Han.. ''
'' Ya, bu. Ada apa ? ''
'' Em. Tidak ada apa-apa. Ibu hanya khawatir karena kok tumben, tahlilan kemarin kamu gak datang ? ''
Hani mengulum bibirnya dalam-dalam. Sejak tahun pertama peringatan suaminya meninggal, Hani tak pernah absen untuk ikut tahlilan yang selalu diadakan ibu mendiang suaminya di sana.
Namun ditahun kelima tadi, Hani tak datang sebab ia tengah liburan bersama Danu. Yang saat itu dimaksud Mila untuk mereka berbulan madu.
Dan begitulah, karena terlalu banyak hal tak terduga terjadi, Hani jadi lupa memberi kabar pada ibu mertua yang tinggal di sebuah desa, luar kota.
'' Han.. ''
'' Eng. Ya, bu. ''
'' Sebenarnya ibu menelpon karena ada hal yang perlu Ibu bicarakan denganmu. ''
'' Bicaralah, bu. ''
'' Tapi tidak melalui telpon, Nak. Ibu ingin bertemu dan bicara langsung denganmu. ''
''Am- tap-tapi ,bu.. ''
'' Bisakah kau datang kemari, Nak ? Ini penting. "
Hani terdiam dan berpikir sejenak.
Bagaimana, ini ? Haruskah ia kesampingkan dulu urusannya disini dan pergi menemui ibu dari mendiang suaminya di sana ?
Tapi bagaimana janjinya dengan Rara ? Lalu rencananya mendatangi sang suami untuk memberinya kejutan ?
Atau ia tolak saja permintaan ini ? Tapi hati kecilnya menolak. Ia tak bisa dan tak tega mengabaikannya.
Hani pun dirundung kegalauan. Ia benar-benar bimbang, sulit memutuskan mana yang sebaiknya ia lakukan .
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Ceraikan Aku, Mas
RomanceSiapa yang ingin menjadi kedua? Terlebih di era sekarang. Dimana predikat pelakor begitu melekat pada wanita yang berstatus madu. Tak hanya di pandang sebelah mata dan tanpa memperduli apa alasannya, julukan tersebut seolah tak terlepaskan dan di...