Tersenyum lebar

286 9 0
                                    

* * *

Keesokan paginya.

' cicit cuit ' Suara burung terdengar saling bersahut-sahutan .

Sayup-sayup mata Hani mulai terbuka.

Meski lelah masih begitu terasa, namun Hani tak lantas dapat tertidur lama. Mungkin karena tidur ditempat yang tak biasanya.

Hani bangun dan berdiri , lalu berjalan menuju pintu kamar yang kemudian ia tarik ganggangnya dengan perlahan.

' kretttt... ' Hani berhenti.

Padahal ia sudah berusaha agar tak menimbulkan suara. Tapi tetap saja pintu ini berbunyi ketika engselnya bergerak.

Tak ingin kembali menimbulkan suara berisik, Hani lantas menyampingkan tubuh dan keluar dari pintu yang hanya terbuka separuh.

' Kreettt ' Suara pintu yamg kembali menutup rapat.

Hani lirik ruang yang ada tepat disamping kamar yang ia tempati. Ruang tak berpintu dan hanya di tutup menggunakan tirai itu terlihat tenang.

Hani menarik nafas panjang ,ia lega karena tak membuat Mak Man tersadar oleh suara pintu tadi.

Hani pun mengambil langka dengan perlahan, sambil ekor matanya bergerak, meniti sekitarnya.

Langkah Hani berhenti saat membuka pintu utama yang ternyata juga menimbulkan suara yang sama seperti suara pintu kamar tadi .

Hani menoleh kebelakang. Melihat tak ada tanda-tanda pergerakan dari tirai yang kamar Mak Man, Hani pun lega.

Hani kembali menghadap kedepan, membuka pintu dan keluar.

'' Hem.. Segarnya . " Hani menarik nafas, menghirup dalam-dalam udara pagi yang begitu menyegarkan, yang tak mungkin bisa ia dapatkan di ibu kota .

Senyum tipis ia sunggingkan sambil memperhatikan sekitar yang masih terjaga kelestarian alamnya .

Terlihat beberapa orang berjalan sambil membawa bakul dan juga peralatan berkebun. Mereka pasti sedang menuju ladang sawah ataupun ke kebun yang berada diluar wilayah desa untuk melakukan aktivitas harian .

Tapi tak terlihat yang berusia muda.

Hani pun ingat jika dulu Mak Man pernah bercerita jika tak sedikit pemuda di desanya yang banyak memilih merantau ke kota, ketimbang menetap dan mengandalkan bekerja sebagai petani .

Dan anaknya adalah salah satunya.

'' Pagiii... '' Seseorang menyapanya.

Hani membalas sapanya sambil menganggukkan kepala sekali.

Entah siapa, tapi yang Hani tau, memang penduduk desa ini ramah dan selalu menegur siapa saja. Bahkan pada orang asing sekalipun. Seperti Hani yang baru saja datang ke desa ini.

Merasa cukup menikmati susana pagi , Hani putuskan untuk kembali ke dalam rumah.

Hani kini tengah berada didapur, melihat peralatan makan dan masak yang berantakan, Hani pun berinisiatif untuk membersihkannya.

Namun baru saja ia mengangkat peralatan kotor dan hendak membawanya ke pelataran mencuci dibelakang, Mak Man tiba-tiba muncul.

'' Ibu. '' Hani terlihat tak nyaman , mengira jika Mak Man terbangun karena suara - suara berisik yang ia timbulkan tadi.

'' Apa yang mau kau lakukan ? ''

'' Em. . Han-Hani Mau mencuci piring,Bu ''

Mak Man menggeleng pelan.

'' Kau tidak perlu melakukannya. Biarkan saja barang-barang itu tetap berantakan . ''

Melihat Hani bergeming dan nampak kebingungan, Mak Man tersenyum dan berjalan mendekat.

Tolong Ceraikan Aku, MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang