* * *
Gerimis turun sejak dini hari. Nampak Hani berdiri diteras rumah , memandang keadaan yang basah di luar sana.
Berulang kali ia terlihat menghela nafas . Padahal ia sudah bersiap sejak jam setengah enam . Berharap hujan mungkin berhenti atau setidaknya sedikit reda, agar ia bisa berangkat kerja.
'' Hujannya gak akan berhenti. Pakai mantelmu dan pergilah sebelum terlambat . ''
Hani memutar leher, menoleh pada asal suara yang entah sejak kapan sudah berada di belakangnya.
Mungkin karena suara berisik dari hantaman air hujan yang jatuh di genting rumah, atau mungkin karena ia yang tak sadar sempat hanyut dalam lamunan, membuatnya tak sadar kehadiran ayahnya .
Hani mengangguk lalu berbalik dan masuk kedalam. Tak sampai lima menit ia keluar dengan stelan mantel biru yang sudah terpasang ditubuhnya.
'' Hani berangkat, Yah. Asalamualaikum. '' Pamit Hani seraya mencium punggung tangan Hardjono.
Hani pun pergi bersama roda dua kesayangannya.
Hujan membuat jalanan lenggang. Perjalanan Hani menuju tempat kerjanya pun menjadi lebih cepat dari biasanya.
Hani tiba lima belas menit sebelum pergantian shift.
Di ruang loker, setelah meletakkan tas dan merapikan tampilannya yang sedikit basah , Hani di sapa oleh seorang perempuan bertubuh tambun .
Dialah Nania. Rekan seperjuangannya yang telah menikah dan memiliki seorang anak balita berusia 4 tahun.
'' Hei, gimana semalam ? Dokter Adrian ada bilang apa ? Terus dikasi sesuatu gak ? ''Tanya Nania sambil tersenyum menggoda.
Hani menatap menyidik. Nania tau tentang Dokter Adrian ?
Tidak . Sepertinya Nania bukan sekedar tau saja. Ia menduga , jika Dokter Adrian pasti telah bertanya tentangnya pada Nania.
Dan ia yakin, Nania pasti memberitahu semua hal yang Dokter Adrian ingin ketahui prihal dirinya.
'' Dikasi Japanese Chess cake. '' Jawab Hani sedikit acuh. Karena jujur saja, ia sebenarnya malas membicarakan Dokter Adrian.
'' Iya, terus ? Habis itu ? '' Senyum Nania kian merekah.
Hani menghela nafas. Lalu menggeleng. Seketika senyum Nania surut. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan.
Ia memutar tubuh ,membuka loker miliknya dan mengambil tas . Nania yang telah bersiap pulang, berdiam diri sejenak lalu kembali menatap Hani.
'' Han. Kapan sih kamu bisa move on ? '' Tanya Nania pada teman yang senantiasa memasang ekspresi datar.
'' Entahlah. '' Hani mengangkat bahu .
'' Uda lima tahun, lo Han.
Uda saatnya kamu buka lembaran baru dan membuka hati untuk seseorang.
Memangnya mau sampai kapan kamu kaya gini ? '' Nania menatap prihatin.Hani menggeleng sambil tersenyum tipis. Ia tau maksud Nania yang ingin mencomblangkannya dengan Dokter Adrian. Dan ia juga tau, Nania pasti kecewa sebab ia tak mau.
'' Kamu benar-benar, deh Han..'' Nania menyentak nafas. Ia kesal.
Bagaimana tidak. Ini sudah ketiga kalinya ia coba mendekatkan Hani dengan seorang lelaki . Dan Hani selalu saja menolak.
Nania tak habis pikir. ia tak mengerti. Mengapa sangat sulit atau sepertinya memang mustahil menggoyahkan apalagi meruntuhkan pendirian Hani. Sekali tidak, maka Hani akan kekeh pada keputusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Ceraikan Aku, Mas
RomanceSiapa yang ingin menjadi kedua? Terlebih di era sekarang. Dimana predikat pelakor begitu melekat pada wanita yang berstatus madu. Tak hanya di pandang sebelah mata dan tanpa memperduli apa alasannya, julukan tersebut seolah tak terlepaskan dan di...