* * *
Menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam setengah dengan mengunakan bus antar kota , Hani sampai di kota kembang di saat fajar mulai menyingsing.
Namun itu baru setengah perjalanan.
Untuk bisa sampai ke tempat tujuan, Hani masih harus menyambung lagi perjalanan dengan angkutan umum yang sering di sebut angkot .
Tak mau membuang-buang waktu, Hani pun langsung melanjutkan perjalanan yang akan memakan waktu kurang lebih sama seperti tadi .
Karena memang, tempat yang ia tuju adalah sebuah desa yang letaknya paling ujung dari tujuh desa yang ada di kebupaten kota tersebut.
'' Terima kasih, pak. '' Ucap Hani pada pengemudi angkot yang menurunkannya tepat didepan gerbang masuk sebuah desa .
Hani telah sampai di tempat tujuannya.
Hani memperhatikan sekitarnya yang gelap karena memang waktu telah menujukan pukul 10 malam. Beruntung jalanan terang oleh lampu di sepanjang jalan.
Meski lelah setelah melakukan perjalanan hampir 7 jam, Hani tak lantas berhenti untuk beristirahat dan justru langsung berjalan menuju rumah yang jaraknya tak seberapa jauh lagi.
Hingga akhirnya kedua kaki Hani berhenti sejajar di depan pintu sebuah rumah yang terbilang sangat sederhana .
' Tok. Tok. Tok. ' Hani mengetuk pintu yang terbuat dari kayu seraya mengucapkan salam.
'' Asalamualaikum. '' Salam Hani lontarkan untuk yang kedua kalinya.
'' Walaikumsalam .'' Seorang wanita tua dengan pakaiannya yang lusuh muncul dari balik pintu yang terbuka.
Sosok wanita yang mahkota kepalanya telah memutih semua ini adalah ibu dari mendiang suaminya dulu.
'' Oh, Hani .. Akhirnya kau datang juga. '' Senyumnya merekah sempurna.
Hani tersenyum. Namun baru saja kedua sudut bibirnya melengkung, dengan cepat sudah kembali datar .
Sesaat tadi ia senang. Namun rasa itu seketika lenyap oleh sebab hatinya yang tiba-tiba berdenyut nyeri.
'' Ayo, masuklah. '' Ajaknya seraya meraih dan menarik Hani masuk kedalam rumah.
'' Duduklah.. ''
Hani menurut , ia letakan tas punggungnya begitu saja di lantai dan duduk bersamaan dengan wanita yang terus menatap sambil menyunggingkan senyum.
'' Ibu pikir kau tak akan datang..'' Ucapnya dengan mata berbinar-binar. Ia nampak begitu senang dengan kedatangan Hani.
Bibir Hani masih terkatup rapat. Sedang ekor matanya bergerak dengan perlahan , meniti sekitar ruangan yang lapang karena memang hanya terisi kursi tunggal yang berhadapan dengan kursi panjang yang mereka duduki serta meja kecil yang diletakan di tengahnya.
'' Ah, maaf rumah ibu berantakan. Ibu sudah tidak mampu lagi untuk membersihkannya setiap hari. '' Tertunduk malu dengan senyum menyusut.
Kedua bola mata Hani kompak berhenti. Ia tatap wanita yang rambutnya terikat asal didepannya ini.
Hani memaksa senyum. Salah satu tangannya ia angkat untuk menyingkirkan helaian putih yang bertaburan di sekitar kening dan disamping telinganya.
Terakhir kali bertemu, tepatnya setahun lalu, kondisi wanita ini memang sudah memperihatinkan.
Hidup sendiri dan merawat diri sendiri . Karena memang ia tak punya sanak saudara. Sementara suaminya telah lama meninggal dunia. Pun dengan anak tunggalnya yang juga telah berpulang lima tahun lalu. Yang tak lain adalah mendiang suami Hani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Ceraikan Aku, Mas
RomanceSiapa yang ingin menjadi kedua? Terlebih di era sekarang. Dimana predikat pelakor begitu melekat pada wanita yang berstatus madu. Tak hanya di pandang sebelah mata dan tanpa memperduli apa alasannya, julukan tersebut seolah tak terlepaskan dan di...