Sosok yang acuh

750 17 0
                                    

* * *

   Ditempat lain.

   " Maaf, ya terlambat .. '' Sapanya seraya tersenyum lebar.

   Wanita berseragam putih khas pekerja rumah sakit itu berjongkok, menyapu dedaunan kering yang berserakan dengan telapak tangannya, lalu meletakkan setangkai bunga mawar merah di atas pusarannya.

   Ia lalu duduk di pinggir kubur berkramik putih dan mulai berceloteh.
Tak ia hiraukan susana yang semakin sepi sebab waktu yang tengah menanjak senja.

   Hani Mardani. Nama wanita berparas sederhana , sama seperti kesehariannya yang selalu tampil apa adanya .Namun tidak dengan sikap dan sifatnya yang tak menentu. Semua tergantung keadaan dan suasana hatinya.

   Namun satu hal yang pasti dari sosok wanita berusia 28 tahun ini. Hani mungkin terkesan cuek. Namun sebenarnya ia pribadi yang cukup perduli pada keadaan maupun orang yang ada di sekitarnya.

   Hanya saja ia memiliki prinsip yang membuat orang sulit memahaminya.

   Hani selalu menerapkan batasan pada hal apapun .

   Ia perduli. Tapi juga lebih kepada menghindar atau dengan kata lain tak mau melibatkan diri dengan sengaja ketika menyangkut  sebuah masalah . Apalagi jika tak ada sangkut paut dengannya. Sekalipun dalam lingkup keluarganya sendiri.

  Karena itu, sebisa mungkin ia tak tau apa-apa . Seandainya pun sudah terlanjur tau, ia merasa cukup tau atau menjadi pendengar saja. Dan jika memang ada yang bisa ia lakukan untuk membantu, maka ia akan bantu. Itupun tidak akan melebihi batas kemampuannya .

  Intinya, ia tak mau memaksa diri. Sebab tak ingin ia pula yang nanti mendapatkan kesulitan.

   Cahaya matahari mulai meredup. Hani beranjak usai menyeka air mata yang selalu keluar di setiap kali ia berkunjung ke tempat ini.

   Hanya butuh belasan menit berkendara, Hani sudah sampai dirumah yang letaknya memang tak jauh dari pemakaman tadi.

  ' Tek. Tek. Tek ' Hani tiga kali menginjak gigi belakang untuk menetralkan Satria F150 berwarna biru miliknya.

   Kendaraan kesayangannya itu ia parkir di bagian samping rumah yang memang diperuntukkan khusus untuk kendaraan roda dua.

   Setelah melepas pelindung kepala , Hani pun turun . Dengan kening berkerut, ia menatap ke halaman rumah, pada Fortuner Hitam yang bodynya masih mulus dan kinclong. Sepertinya baru keluar dari dealer. Tapi punya siapa?

   Hani lalu memutar leher. Matanya menyipit sambil menajamkan telinga saat samar terdengar suara orang tengah berbincang di dalam rumah.

" Kayanya ada tamu." Gumamnya.

  Meski penasaran, namun Hani memilih untuk acuh. Iapun masuk melalui pintu samping yang langsung menuju ke dapur , dimana letak kamarnya yang berada di bagian belakang rumah.

  Hani meneruskan langkah ,masuk ke kamarnya dan tak berselang lama sudah keluar dengan pakaian rumah.

   ' Ting. Ting. Ting. ' Suara sendok beradu dengan teko berbahan kaca transparan. Melihat seorang gadis berterusan selutut yang berdiri didepan meja makan, Hani lantas berjalan menghampiri.

  '' Siapa ,Ra ? '' Tanyanya pada Rara, si gadis hitam manis berambut legam sebahu yang tengah menyeduh teh. Sudah pasti minuman tersebut dibuat untuk si tamu yang kini ada diruang tamu rumahnya.

  Yang ditanya tersentak. Sebab tadi ia menyeduh teh sambil melamun.

  '' Eh, Embak. Ngangetin aja. Kapan pulang ? Kok aku gak dengar suara apa-apa ? '' Rara tersenyum tipis , kemudian kembali melanjutkan pekerjaan tangannya.

Tolong Ceraikan Aku, MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang