Selesai dengan ritual bersiap pergi bekerja.
Gia justru mempersulit dirinya dengan berjalan merangkak menuju balkon hanya demi melihat halaman belakang Prof. Garin. Dia tidak benar-benar mencapai pembatas balkon dengan rimbun daun sirih kuning tapi dia berada di tengah balkon. Sedikit beringsut agar lebih leluasa mengamati rumah itu.
Seharusnya sudah ada aktivitas di halaman belakang rumah itu tapi sekarang terlihat sepi. Pintu belakang belum terbuka, bahkan jendela dapur di sayap kanan rumah juga masih tertutup. Begitu juga dengan jendela kamar belakang yang biasanya bahkan terbuka setelah adzan subuh berkumandang.
"Tidak mungkin belum bangun." Gia beranjak dan dengan percaya diri menatap rumah itu. Dia yakin semua orang sedang pergi. Atau paling tidak sedang keluar membeli sarapan. Masalah Prof Garin yang tidak hadir di masjid untuk jama'ah sholat subuh, mungkin saja pria itu memang sengaja tidak pergi hari itu.
"Haaah...bagaimana ya? Apa diselipkan saja di pagar? Atau dimasukkan kotak surat?" Gia masuk dan menutup pintu balkon. Sambil membenahi tas dan laptopnya, Gia terus berpikir. Berakhir berdiri di depan dapur dan menatap dia amplop putih menyusahkan itu di atas meja makan, Gia mendengus pelan.
"Pak RT bilang tolong disampaikan langsung. Amanah...aaaaa...Pak RT tidak tahu sih. Ini tuh berat Pak...berat buat saya." Gia menyambar amplop yang ditujukan untuk Prof Garin dan memasukkannya ke dalam tas lalu keluar dari rumah.
Merapatkan maskernya, akhirnya Gia berdiri di depan pagar rumah nomor 13 dan menekan bel. Dia menunggu sambil melihat jam tangannya.
"Orangnya kan pergi Mbak, tengah malam tadi."
Gia menoleh dan akhirnya merunduk dalam. Penghuni rumah nomor 11 keluar dari balik pagar rumahnya dan melongok ke arah Gia. Namanya Bu Tasrifin, istri Pak Tasrifin yang seorang pensiunan prajurit TNI AL. Wanita itu keluar dari pagar rumahnya lengkap dengan pengki dan sapu di tangannya dan Gia menghampiri wanita itu.
"Bapak tadi malam jatah ronda dan melihat penghuni rumah itu pergi malam-malam."
"Ooh..."
"Ada apa? Mau bertamu? Pagi sekali?"
Khas menyelidik. Khas istri prajurit yang siaga dan gerak cepat kalau ada sesuatu yang menarik hatinya.
"Tidak, Bu. Kebetulan diberikan amanah oleh Pak RT untuk menyampaikan undangan."
"Ooh...Pak RT itu bukannya menyuruh stafnya saja ya. Sibuk sekali rupanya."
Gia mengangguk dan tertawa sumbang menimpali tawa sarkas Bu Ida Tasrifin. Dia sama sekali tidak berniat memperpanjang percakapan itu dengan menjelaskan bahwa Pak RT sedang ada keperluan ke luar kota hingga hari Jum'at nanti. Paling tidak, dia tidak akan memperpanjang percakapan dengan Ibu Ida yang sejauh pengamatannya adalah salah satu yang cukup kepo di komplek tempat tinggal mereka itu.
"Saya berangkat kerja dulu, ibu. Monggo."
"Monggo Mbak Putri, hati-hati di jalan."
"Dalem." Gia merunduk dalam dan memulai langkahnya. Dia menoleh dan kembali tersenyum ketika Mbak Santi terlihat mensejajarkan langkah dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
RomanceTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...