Bab 83. Kesakitan yang Menjadi Teman Sejati

1.3K 418 54
                                    

”Kalian orang luar yang tidak memiliki hak untuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

”Kalian orang luar yang tidak memiliki hak untuk...”

”...maafkan kami Bu Niken. Pak Jagad masih berada dalam keadaan yang belum sepenuhnya pulih. Dan bagaimanapun, Andi Maheswara juga anak beliau. Keadaan Lintang Dianti yang sedang tidak sehat, tidak memungkinkannya untuk mengambil keputusan apapun. Semoga ibu mengerti maksud saya.”

Suara adem Banyu Biru Pramoedya membuat semua orang terdiam. Begitu juga Niken Palupi yang sepertinya mengerti bahwa dirinya juga berada di situasi yang kurang menguntungkan. Bisa saja Andi Maheswara menggunakan keadaan kakak perempuannya sebagai senjata. Bahwa apapun yang ditandatangani oleh wanita itu tidak sah mengingat keadaannya.

Wanita itu surut dan berdiri di depan pintu ruang ICU. Di dalam sana, suaminya sedang diurus oleh dua orang dokter dan dua orang perawat. Niken Palupi berbalik lagi ke belakang.

”Bagaimana pun Pak Jagadita Laksana itu suami saya. Apapun keadaannya dan bagaimanapun keputusan yang diambilnya kelak.”

”Kami mengerti ibu...kita akan menunggu.”

Niken Palupi menatap Banyu Biru Pramoedya lekat dan menelan ludah kelu. ”Saya akan berada di rumah sakit ini dan saya rasa itu cukup adil.”

Banyu Biru menggerakkan tangannya mempersilahkan dan Niken Palupi segera melambai pada seorang pria yang dibawanya. Mereka lalu terlihat sibuk berbicara dengan seorang perawat.

”Alamanda cukup ketat untuk pengunjung. Mas Angger dan Mbak Gemintang sudah mengantisipasi kemungkinan Bu Niken akan bertahan di sini, Mas. Dia tidak bisa melakukannya.”

”Hal yang paling mungkin adalah dia yang akan berada di hotel atau penginapan dekat sini, Rin. Kamu bisa memastikan Andi tidak mengambil tindakan gegabah seperti kemarin kan? Gesekan-gesekan pasti terjadi karena aku yakin Rafael juga akan sering muncul di sini.”

”Saya sudah bicara dengannya Mas.”

Mereka menoleh ke arah kursi tunggu dan menatap Andi Maheswara yang duduk membisu sambil menggerak-gerakkan kakinya. Pemuda itu nampak relatif tenang dengan Gempar yang berada di sampingnya. Lebih tak acuh dan tidak terprovokasi dengan kehadiran wanita yang sudah menghancurkannya.

Lorong ruang ICU yang tidak akan segera ditinggalkan karena Pak Jagad yang tersadar masih harus menjalani recovery di tempat itu hingga benar-benar pulih. Statusnya masih akan berada di antara gencatan senjata. Kini antara Andi Maheswara dan ibu tirinya.

Gempar terlihat mendongak dan memperhatikan gerak gerik Niken Palupi samar sementara Andi tetap menekuni kakinya yang bergerak-gerak. Sungguh di matanya seperti sebuah pemandangan paling ironi tengah terjadi sekarang. Dua orang yang pernah saling begitu dekat, bersikap seperti dua orang yang tidak saling mengenal.

”Kok ada wanita yang sanggup melakukan hal seperti itu, huh?” Gempar membatin kata-katanya dan terbersit rasa syukur di hatinya tentang ibunya yang bahkan akan menelponnya selama puluhan menit  lamanya saat mereka berjauhan dalam waktu yang sedikit lama.

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang