Note : Naskah ini berantakan banget dan tidak bisa dipasang multimedia apapun. Entah kenapa semau draf di Wattpad berantakan semua. Saya sedang mencari penyebabnya.
Selamat membaca teman-teman ♥️
*
"Kita tidak bisa menempatkan Mas Rion dalam bahaya seperti ini terus, Pak."
Garin menoleh pada Gempar yang menatap bapaknya yang sedang duduk bersedekap. Mereka sedang membicarakan situasi yang baru saja terjadi pada Rion Sambara beberapa waktu lalu.
"Ilman sudah mengecek keadaan Lintang bersama dengan rekannya dan hasilnya tidak terlalu bagus."
"Tapi kalau tanggapan Rion seperti itu, kita mungkin hanya bisa mengikutinya. Situasi di sini memang sudah tidak menentu, tapi feeling Mbak Agni memang benar, Mas."
Mereka saling mengangguk menyetujui. Keadaan Lintang tidak terlalu bagus kalau dia harus berpindah-pindah tempat. Mereka belum bisa menandai sejak kapan Lintang berada di ambang depresi dan sering ingin menyakiti dirinya sendiri. Itu sebuah hal baru bagi mereka karena mereka hanya berpikir tentang Lintang yang bagaimana pun caranya harus dijauhkan dari Rafael Nadal yang sering melakukan kekerasan fisik.
Lima hari setelah teror kejar-kejaran di pasar.
Menurut informasi dari Rion, keadaan Lintang drop. Dia bahkan menolak untuk bicara. Secara psikis dia tumbang dan Rion sekarang membawanya ke rumah pribadi keluarga Sambara dengan pertimbangan Rafael belum mengetahui interaksi Lintang dengan pria itu.
Garin menyimak Mas Banyu Biru yang memberikan penjelasan pada Gempar. Pemuda dengan jiwa muda yang tidak pernah menolak untuk belajar. Dan jam terbang kehidupan yang baru saja dimulai menempatkan dirinya sebagai seseorang yang mengedepankan kekhawatiran pada keselamatan Rion.
"Kita harus menghormati keputusan Rion karena memang Rion memutuskan untuk ikut terlibat sejak semua ini dimulai. Kamu fokus saja pada Andi Maheswara, Le."
"Baik, Pak."
Mereka menghela napas lega di antara kekhawatiran tentang keadaan yang menjadi serius. Pembicaraan beralih pada keamanan di kediaman Dirgantara yang sudah diperbaharui sistemnya dan dipekerjakannya 2 orang penjaga rumah.
"Pastikan agar Giana tidak beraktivitas di luar rumah sendiri, Rin. Kita sudah belajar banyak tentang ini di masa lalu. Penjahat..." Suara Mas Banyu Biru mengembang membuat Garin dan Gempar mendongak. "...astaghfirullah...semoga Engkau lapangkan kubur mertua hamba ya Allah."
Garin mengangguk dan memahami apa yang dipikirkan oleh Mas Banyu Biru. Rafael Nadal jelas orang yang berbeda namun pola-pola yang dilakukan oleh pria itu nyaris sama. Melakukan pengintaian dan teror sama seperti yang dilakukan oleh Sri Roso Danurwendo di masa lalu. Perbedaannya hanya terletak pada
Rafael yang melakukannya sendiri dan Sri Roso Danurwendo yang memerintahkan anak buahnya untuk melaksanakan keinginannya. Power mereka jelas lain tapi kegilaan mereka sama.Keluar dari ruang kerja dan kembali pada kegiatan masing-masing. Hari libur yang berharga akhirnya kembali terasa menegangkan. Mereka seperti kembali di suasana masa lalu. Pernah dalam waktu yang sangat panjang, atmosfer naik turun karena masalah keluarga yang tiada henti.
Griya Bausasran dengan aktivitas para pegawainya yang berjalan seperti biasa. Balai perkumpulan pemuda sedang ramai dipergunakan oleh muda-mudi sekitar berlatih teater untuk malam puncak acara 17 Agustus. Beberapa pengurus inti berada di satu sisi di dekat pintu masuk perpustakaan di balai itu. Gempar juga terlihat duduk bergabung dengan mereka.
Selepas Isya' yang lebih ramai dibandingkan hari-hari biasanya.
"Besok lakukan USG, Giana. Tidak usah menunggu apapun. Laki-laki atau perempuan yang penting kamu sehat. Tidak ada surprise apapun tentang jenis kelamin. Dan ini perintah Mbak. Mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
Roman d'amourTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...