Bab 30. Toxic

1.6K 443 80
                                    

"Kamu mengawasi aku? Heh?! Sejak kapan kamu punya hak itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu mengawasi aku? Heh?! Sejak kapan kamu punya hak itu?"

"Tap...tapi Mas...apa yang kamu lakukan itu berbahaya. Prof Garin bisa saja datang ke kafe itu dan menemui istrinya...kamu bisa celaka."

"Kamu pikir aku tolol seperti kamu, heh? Masih ingat? Kalau kamu tidak mengacau dulu, semua tidak akan seperti ini."

Lintang Dianti terhempas ke ranjang dan tubuhnya mental beberapa kali sebelum dia akhirnya terdiam rebah. Tangannya terulur meraba bagian bawah dagunya yang baru saja dicekal oleh Rafael. Dari sudut matanya dia bisa melihat betapa berantakannya kamar itu. Lampu tidur sudah terguling di lantai. Beberapa bantal terlempar bahkan hingga ke ujung ruangan. Lemari pakaian yang baru kemarin dibenahi oleh Lintang sudah acak-acakan tidak karuan.

"Ooh..." Lintang mencoba mengusir ketakutannya pada kemungkinan apalagi yang akan terjadi seandainya kemarahan Rafael tidak segera mereda. Mungkin, pria itu akan menambahkan rasa sakit di bagian tubuhnya yang lain. Lintang mengaduh kecil dan merasakan bawah dagunya yang sakit dan berdenyut.

"Rumah nomor 3 di seberang jalan rumah Si sialan itu akan dijual. Kamu beli."

Lintang menelan ludah kelu. Dia tidak beranjak dari posisinya. "Aku akan cek dulu, Mas."

Lintang membuka mata dan menatap tangan Rafael yang terulur di depannya. Pria itu tersenyum bak malaikat. Sesuatu yang sering sekali membuat hati Lintang meleleh. Dia menyukai senyum Rafael yang seperti itu. Dia pernah melihat seorang aktor memiliki senyum seperti itu. Senyum bak senyuman malaikat yang suci. Rafael memiliki senyuman pria bernama Jung Il Woo walaupun wajah mereka sangat berbeda.

"Aku akan mengurusnya, Mas." Lintang Dianti menelan ludah kelu dan menyambut tangan Rafael. Dan pria itu menariknya lembut dan membawanya ke dalam pelukannya. Usapan tangan ritmis di punggung membuat Lintang memejamkan mata.

"Maafkan aku ya?"

Lintang tidak menjawab. Atau mengajukan pertanyaan yang sangat mengganjal di hatinya. Dia mengangguk dan menelan semua rasa penasarannya. Padahal, dia sangat ingin tahu bagaimana sebenarnya rencana Rafael. Dan perasaannya pada istri Prof Garin. Apakah kecurigaan Andi benar?

Pada akhirnya, memilih diam dan membiarkan Rafael memeluknya erat. Pria itu bahkan memijat punggung nya pelan. Berbicara sangat lembut seakan kalau dia berbicara keras, mereka akan remuk seperti gelas kristal yang jatuh ke lantai marmer.

Kalau saja manusia berproses dengan benar, Lintang pasti belajar banyak dan menjadi pandai menandai setiap ekspresi Rafael. Bagaimana senyuman sinis itu tercipta dengan sangat mudah di sepanjang interaksi intim mereka itu. Sayang sekali, cinta membuat Lintang buta dan memilih berkubang dalam hubungan toxic itu selama bertahun-tahun lamanya.

"Sebaiknya aku cepat, Mas. Mumpung masih jam segini. Bank juga masih buka. Aku..."

"...baiklah. Hati-hati."

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang