"Apa Mas Rafa tidak akan mengamuk kalau Mbak seperti ini?"
"Aku memang benar-benar sedang tidak sehat mau bagaimana lagi? Dia akan menghubungi Bu Niken kalau sudah tidak ada uang lagi."
"Huum."
Andi Maheswara menatap Lintang Dianti yang merapatkan selimut. Keputusannya untuk berdiam diri di sebuah hotel di pusat kota Yogya tidak terlalu mengherankan. Andi tahu, Rafael bisa pergi kemana saja karena sejatinya pria itu sangat susah dikendalikan. Termasuk mengintai rumah-rumah milik keluarga Laksana di beberapa area di kota itu.
"Tapi kalau Mas Rafa ketemu Bu Niken, apa itu tidak membahayakan Bu Niken, Mbak?"
"Tidak ada urusannya denganku kalau masalah itu. Toh...aaargh..." Lintang bangkit dari tidurannya dan duduk bersandar pada sandaran sofa. "...dia ibunya. Sudah seharusnya mereka saling mengurus kan?"
"Kalau hanya seperti itu tidak usah saja Mas Rafa itu dikeluarkan dari sanatorium..."
"Kamu paling mengerti kenapa dia harus dikeluarkan dari tempat itu Ndi. Tunggu." Lintang mengamati wajah Andi dengan teliti. "Kenapa? Kok sepertinya kamu sangat mengkhawatirkan Bu Niken?"
"Ya...karena dia sudah tua. Dia seorang wanita. Kalau sampai Mas Rafa meluap dan di luar kendali...?"
"Terus pikirmu ini...ini..." Lintang menunjuk semua bagian luka di sekujur tubuhnya bahkan hingga dia menunjuk luka koreng di kepalanya. "...ini apa menurutmu? Resiko karena aku mencintai Mas Rafa, heh?"
Andi Maheswara diam membisu. Dia seorang pemuda yang akhirnya berada dalam posisi tidak enak hati melihat kekejaman yang dilakukan oleh Rafael. Dan hati kecilnya berkata, seberapapun bodohnya cinta seorang wanita pada seorang pria, wanita tidak berhak menerima perlakuan keji seperti itu.
"Dia butuh pengobatan, Mbak..." Andi Maheswara akhirnya membuka suaranya lagi.
"Aaaah...dosis yang kamu beli itu sudah tidak cukup rupanya. Dan Mas Rafa tidak minum air putih. Dia hanya mengkonsumsi kopi sekarang, jadi itu sangat sulit."
"Berarti dia memang butuh bantuan profesional, Mbak."
"Dan...aku tidak bisa melihat dia dikerangkeng seperti dulu, Ndi." Lintang berkata dengan suara lirih. Pandangannya kosong. Wajahnya yang nampak layu walaupun tidak sedikitpun mengurangi kecantikannya, hanya memancarkan ekspresi kerinduannya pada Rafael Nadal. Wanita itu bahkan terlihat berusaha sangat keras bertahan di tempat itu. Sesuatu yang bahkan mungkin tidak dia inginkan.
Andi Maheswara beranjak. "Selamat istirahat, Mbak. Kabari aku kalau ada apa-apa."
Lintang mengangguk dan tidak mendongak sedikitpun ketika Andi Maheswara melangkah menjangkau pintu dan keluar. Suasana hening sejenak sebelum langkah kaki Lintang terseok menghampiri pintu dan menguncinya dobel.
Perasaan yang tidak kunjung membaik. Sesuatu yang sama seperti yang dirasakan oleh Andi Maheswara sekarang. Pemuda itu keluar dari area hotel dan berjalan ke sebuah becak yang menunggu di tepi trotoar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
RomanceTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...