”Kamera CCTV ada di mana-mana sesuai standar gedung perusahaan. Karenanya kamu harus mengingat itu sebelum melakukan apapun.”
”Biar dia merasa di atas angin karena anak laki-lakinya Pramoedya itu melindunginya. Kita lihat saja berapa lama dia bisa bersembunyi di balik ketiak keluarga itu.”
”Hiish...”
”Kenapa ibu menggerutu saja sejak tadi? Ibu pikir apa yang ibu lakukan sudah benar? Setiap hari pergi ke rumah sakit dan pulang tanpa hasil. Ibu pikir itu efektif? Konyol.”
”Setidaknya ibu tidak berbuat gaduh dan membuat fokus umum tertuju ke arah kita. Itu berbahaya.”
”Itu pikiran ibu yang menerima saja keadaan ini. Diam saja menjadi istri kedua yang menikmati harta suaminya tapi tidak boleh keluar dari kandang. Apa enaknya seperti itu? Dan itu yang ibu lakukan selama ini.”
”Rafa. Fokus orang-orang masih ke arah kita. Kasus kematian Indarti...”
”...kalau ibu tidak melakukannya, sudah seharusnya tidak ada kekhawatiran itu.”
”Ibu ke sana dan kamu tahu itu.”
”Tapi ibu tidak melakukannya! Cukup. Kecuali ibu melakukannya. Tolong...bisa tidak biarkan aku fokus dengan rencanaku sekarang?”
”Tapi...”
”Pulanglah sekarang Bu. Tolong...”
Suara pensil patah terdengar membuat Niken Palupi mendongak menatap putranya yang duduk di kursi direktur utama. Wanita itu tercekat dan beranjak. Namun langkahnya segera terhenti oleh kode dari Rafael yang mengangkat tangannya. Pecahan kayu pensil membuat sobekan jelas di sisi bagian dalam tangan anaknya itu. Darah mengucur dan turun membentur meja dengan lapisan kaca di atasnya. Niken Palupi semakin khawatir namun geraman Rafael membuatnya surut. Wanita itu meraih tas tangannya dan melangkah dengan ragu ke arah pintu masuk.
”Orang-orang mu itu terlalu mencolok. Hati-hati Le...anak laki-laki Pramoedya itu terlihat bodoh namun dia...”
Sekali lagi, suara pensil dipatahkan membuat Niken Palupi menarik gagang pintu dan mengambil langkah seribu dari ruangan itu. Suara heels nya memecah sunyi di koridor lantai para petinggi perusahaan.
”Lama-lama anak itu mengerikan...”
Niken Palupi melaju langkahnya ke depan lift dan menunggu sejenak sebelum masuk. Dia menarik napas panjang dan membisu. Beberapa saat kemudian sosok wanita itu terlihat keluar dari lobi kantor dan masuk ke mobilnya yang sudah menunggu di depan gedung. Dan mobil mewah itu segera keluar dari area perkantoran.
”Ke rumah sakit, Bu?”
”Iya seperti biasa. Sudah jalan jangan tanya apa-apa lagi.”
Sopir membisu. Mobil melaju di jalanan dan berhenti di perempatan jalan menunggu lampu merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
RomanceTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...