Bab 92. Mencari Jejak yang Hilang

1.3K 373 57
                                    

Note :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note :

- Bab 93. Yang Dikirim Melalui Kantor Pos, adalah bab Mature Content yang tidak akan di publish di Wattpad. Apalagi itu adalah mature dengan kekerasan. Silahkan mendukung saya di Karyakarsa.

- Karena si bontot terpilih menjadi peserta ANBK, maka saya akan bergaya sibuk selama beberapa hari ke depan. Spam aja kalau² saya lupa update Bab 94. Mata Indah Dengan Kantong Menghitam.

*

Tidak ada kegemparan setelah situasi itu.

Rion menarik Andi keluar dari area lapas. Pemuda itu terlihat sangat terpukul. Tubuhnya gemetar dan dia mencoba mengatasi perasaanya dengan mendongak dan mengepalkan tangannya. Seandainya memungkinkan dia pasti sudah berteriak kalap.

”Siapa yang melakukannya Mas? Apa ada yang menyusup?”

”Aku belum bisa menyimpulkan apa-apa Ndi. Sebaiknya kita menyingkir dulu dari sini.”

”Tapi Mas...”

Rion menggeleng dan menarik lengan Andi. Mereka berjalan keluar dari area lapas. Pria yang mengantarkan mereka masuk tadi, mengikuti mereka setelah beberapa saat lalu mereka berbicara di dekat mobil Rion.

”Sebaiknya anda meninggalkan tempat ini sekarang, Pak. Saya akan berkabar segera setelah ini ditangani.”

”Baik. Kami tidak akan jauh-jauh. Dan tolong, berhubung tahanan adalah keluarga kami, kami minta untuk terlibat dalam kepengurusan jenazah. Bagaimana? Bisa diusahakan Pak?”

Rion dan Andi menatap pria di depannya yang nampak ragu. Sesaat kemudian Rion mengangguk faham. Jelas pria itu tidak dapat berbuat banyak dan hanya bisa mematuhi instruksi kepala lapas.

”Tolong berkabar saja, Pak.”

”Baik, Pak. Saya usahakan sebisa saya.”

Sekali lagi Rion mengangguk dan pria itu kembali ke lapas melalui pintu samping. Dan di tengah cahaya lampu kota yang temaram, Rion membantu Andi masuk ke mobil. Pemuda itu nampak tidak ingin meninggalkan tempat itu tapi situasi mereka tidak mungkin untuk mereka berada di lapas terlalu lama.

”Semua tidak seusai rencana. Tapi jangan khawatir, aku akan mengusahakan yang terbaik. Sebaiknya kita ke rumah Mas Garin dulu dan menunggu di sana. Huum?”

Andi mengangguk walau ragu. ”Baik, Mas.”

Rion menjalankan mobilnya dan mereka meninggalkan lapas menuju rumah Garin. Menyusuri jalanan dengan perasaan campur aduk, mereka tidak berbicara apapun lagi. Tentu saja, tidak terelakkan lagi, melihat kematian orang-orang terdekat dalam waktu yang berdekatan adalah hal yang menyesakkan. Ditambah lagi kematian-kematian itu tidak wajar.

Setelah halte bus Persada, mobil Rion segera melintas galeri batik Adiratna Ranjana. Mereka melirik bangunan itu dan terlihat police line masih terpasang di bagian depan dan samping galeri itu dengan salah satu ujungnya yang nyaris terlepas dari pengaitnya.

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang