Bab 117. Kejahatan yang Tidak Menemukan Jalannya.

964 335 47
                                    

Berbicara pelan seperti hakekat sebenarnya ketika berada di rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbicara pelan seperti hakekat sebenarnya ketika berada di rumah sakit. Semua orang seperti berusaha keras menyamakan pemahaman. Bahkan kakak satu-satunya Giana yang mengambil cuti dinas. Mas Granada Dirgantara terlihat sangat serius walaupun sekarang tengah menanggalkan seragam kesatuannya. Dua orang temannya juga ikut bergabung dengan para pria keluarga Danurwendo. Mereka berbicara di depan ruang rawat Giana.

Semua telah membagi tugas dengan cepat. Lalu membubarkan diri meninggalkan rumah sakit. Granada Dirgantara bersama dua orang temannya dan beberapa orang abdi dalem Keprajan bersiaga di rumah sakit sedangkan Banyu Biru Pramoedya akan memimpin langsung pengintaian ke rumah baru Rafael di Sosrowijayan.

Tidak ada celah untuk lengah. Bahkan untuk semua orang di semua kediaman Danurwendo. Mereka bersiaga penuh di bawah kendali Farel Muhammad.

Dan Giana yang mendengar bahwa Rafael telah melakukan hal gila dengan menjebak Enggar Pramesti, adik Rion masuk dalam perangkapnya, hanya bisa menahan napas dan menghembuskannya perlahan. Sebagai seseorang yang pernah merasakan berada di sekitar pria itu, ketenangan seperti apapun, berapapun levelnya, sekalipun berada di level terbaik sekalipun, akan porak poranda ketika seseorang itu berinteraksi dengan Rafael secara intens.

”Aku hanya bisa berharap jangan sampai terjadi apa-apa dengan Enggar Pramesti, Mas.”

”Huum...kata Mas Banyu Biru, belum ada selentingan apapun dari rumah itu. Dia benar-benar menyimpannya rapat-rapat.”

”Dia gila.”

”Kemarin aku bicara dengan bapak, Dek.”

Gia mendongak. Wajah Mas nya terlihat sangat serius. ”Bagaimana Mas?”

”Bapak saja tidak bisa memikirkan hal baik kalau ini semua diteruskan.”

”Ya Allah..." Gia mengusap wajahnya. Terbayang wajah bapak ibunya yang sudah tua. Betapa semua ini berat untuk mereka. Bahkan untuk bapaknya yang tangguh dan selalu berpikir dengan cara yang lain dibandingkan dengan orang kebanyakan.

”Apa bapak menyerah, Mas?"

”Ibu...ibu menangis terus kalau ingat keadaan kamu. Dan tidak ada kepastian tentang suami kamu membuat semuanya tambah runyam. Ibu tidak bisa berhenti memikirkannya.”

”Apa aku harus bicara dengan bapak, Mas?”

Gia melihat Mas nya menggeleng. ”Ini belum mencapai puncaknya. Bapak masih aman-aman saja. Berdoalah banyak-banyak agar semua ini berakhir dengan baik. Mas pun sama pemikiran dengan bapak. Lebih baik membawa kamu pulang kalau sepanjang hidup kamu harus menjalani situasi seperti ini.”

Gia menunduk. Dia tidak menyalahkan pemikiran bapak dan Mas nya. Hidupnya memang tidak main-main. Bahkan mungkin seseorang tidak akan sanggup bahkan hanya untuk membayangkan saja.

"Mas percaya dengan Mas Banyu Biru dan Mbak Dian Agni. Tapi kita juga perlu memikirkan perasaan bapak dan ibu yang sudah sepuh. Ini sulit, kamu harus punya alasan sangat sangat kuat yang bisa meyakinkan ibu dan bapak kalau kamu memang mau bertahan bersama suami kamu.”

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang