Bab 14. Bos Pabrik Batik

2K 468 108
                                    

"Wah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah...yang terbaca cuma orang itu tidak akan melakukan sesuatu setelah kita mengetahui satu pergerakannya. Dia seperti sengaja begitu ya?"

"Seperti pasukan perang Giana, mereka tidak akan melakukan invasi secara terus menerus dan akan mengambil jeda."

"...huum..."

"...dan kamu harus tetap di sini."

"Heh?" Giana mendongak dan menatap Prof Garin lekat. Dia lalu menengok kanan kiri dan menggeleng. "Berapa lama lagi? Saya merasa tidak enak."

"Dia akan bergerak ketika yakin kamu kembali pada rutinitas kamu. Kembali ke rumah, menjalani jadwal seperti biasanya."

"Apa dia akan menginvasi lebih lagi? Misalnya, masuk ke dalam rumah?" Giana bertanya dengan nyaris berbisik.

"Tentu saja dia tidak akan melakukannya dalam waktu dekat. Seseorang seperti itu jelas tidak akan merasa cukup hanya dengan menebarkan teror selapis demi selapis. Itu akan segera menebal sesuai hasratnya. Tapi, orang itu jelas sangat telaten, Giana. Dia punya banyak waktu dan merasa umurnya akan sangat panjang hingga bisa mengganggu kita lebih lama."

"Seandainya kita bisa menemukan apa sebenarnya maksud pria itu melakukannya?" Giana mengeluh pelan dan napas halus keluar dan mulutnya.

"Maafkan aku."

"Maaf? Untuk apa? Kita sama-sama terjebak di situasi ini dan belum menemukan cara untuk keluar. Dia mengawasi kita dan menutup celah untuk kita menemukannya. Apalagi yang bisa kita lakukan selain lebih waspada dan siapa tahu keberuntungan akan berpihak pada kita. Suatu hari, kita yang akan mengawasinya. Jangan meminta maaf. Bagaimana?"

Garin mengangguk.

"Tapi bukan berarti kita akan menyerah kan? Maksud saya, untuk mencari petunjuk setidaknya tentang siapa orang itu?"

"Tentu saja."

"Lalu bagaimana dengan saya? Life must go on kan?"

"Kamu tetap di sini sampai aman."

Giana tertegun dan melayangkan pandangan ke halaman samping kediaman Prof Garin. Di sana, Mayang Pratiwi tengah berjemur ditemani seorang perawat wanita yang entah mengapa, menatap Gia dengan tatapan aneh dan terkesan tidak menyukai kehadirannya di rumah itu.

Hari ke 5 setelah insiden penyelidikan di warung internet.

"Izinkan saya bertanya..."

"Bisa tidak kita memakai bahasa yang informal saja, Giana?"

Gia yang menatap ke halaman samping, menoleh dan menatap Garin lekat. "Situasi kita akan terus seperti ini. Kita bukan teman apalagi sahabat, Prof." Gia berbisik.

"Tapi aku pemilik ciuman pertama kamu."

"Heiih?" Gia terhenyak dan memundurkan kepalanya. Dia menatap Prof Garin dan menelisik raut wajah pria itu yang seperti tengah kesal akan sesuatu. "Apakah...itu...berarti?"

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang