Bab 63. Gadis dengan Garis Wajah dalam Ingatan

1.4K 425 34
                                    

Malam terasa sangat panjang ketika Garin menyaksikan Gia seperti tidak tenang dalam tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam terasa sangat panjang ketika Garin menyaksikan Gia seperti tidak tenang dalam tidurnya. Entah berapa jam lagi untuk mencapai dini hari padahal dia juga tidur sudah cukup larut. Waktu seperti terpenggal-penggal dengan durasi yang cepat dengan beberapa kali dia yang terjaga karena Gia yang bergerak pelan.

Garin menatap jam di nakas dan dia merasa dia salah lihat. Jam seakan tidak bergerak atau bergerak terlalu lambat. Garin baru akan berbalik membelakangi Gia karena pegal saat Gia seakan kembali terusik. Tangan Garin kembali mengusap lengan istrinya itu.

Suasana sangat sunyi, nyaris seperti biasanya. Garin akhirnya menarik napas panjang dan beranjak duduk dengan gerakan perlahan. Dia menyibak selimut tebal dan meregangkan tubuhnya. Garin berpikir akan sangat tidak nyaman memaksakan diri memejamkan mata sementara otaknya justru tidak mau berhenti berpikir.

Mengambil air wudhu dan larut dalam doa-doa di sepertiga malam, Garin berpikir bahwa dia akan berkeliling rumah induk itu untuk melemaskan otot tubuhnya. Garin menyudahi sholatnya setelah lima belas menit berlalu. Dia beranjak keluar dan menutup pintu perlahan. Menemukan koridor sunyi dan dia menoleh ke arah meja jaga yang ditempati oleh perawat. Seorang perawat sepertinya juga baru saja melaksanakan sholat tahajud dan menekuni Al-Qur'an di pangkuannya dalam cahaya lampu baca yang remang.

Keluar dari koridor sayap kiri dan melintasi aula. Garin mengusap lengannya dan ingatannya kembali pada suasana ganjil ketika Kinanti menempatkan peti berisi  jenazah Sanusi Baco di tengah aula waktu itu. Ketika manusia di muka bumi ini seharusnya lebih takut pada sesamanya yang bisa bertindak jahat dan di luar nalar dibandingkan takut dengan manusia yang sudah tidak bernyawa, maka Garin tidak bisa memungkiri, dia memiliki kengerian tersendiri pada peristiwa itu. Hanya dengan mengingat kesan horor yang tercipta dan penolakan Kinanti untuk menyalakan lampu di Griya kala itu, tak urung membuatnya merangkai kisah mistisnya sendiri. Bahkan hingga sekarang ketika semua sudah berlalu namun terasa melekat dalam ingatan.

Garin menarik napas dalam dan meneruskan langkahnya. Dia menaiki tangga menuju lantai dua. Lantai yang selalu kosong karena penghuninya lebih banyak memakai lantai satu untuk beraktivitas. Garin membuka sebuah ruangan di bagian tengah dan masuk ke dalamnya. Ruangan luas dengan sofa-sofa besar dan meja-mejanya yang biasa dipergunakan untuk berbincang ringan melepas penat. Garin menghampiri sebuah tombol di dekat perapian dan menekan salah satunya. Dia menoleh dan tirai yang menutup jendela-jendela tinggi bergeser terbuka. Menampakkan lampu taman halaman depan yang masih menyala.

 Menampakkan lampu taman halaman depan yang masih menyala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang