"Kita bukan tempat penampungan. Juga bukan tempat sampah sementara sebelum sampah itu sampai ke pembuangan."
"Wanita itu butuh bantuan."
"Banyak yang lebih membutuhkan bantuan dibandingkan dia. Buka pintu gerbang dan minta dia pulang."
"Bu..."
"...maaf Dian Agni. Aku tidak selalu harus menyetujui apa yang kamu pikirkan. Juga kali ini. Aku minta kalian mengurusnya cepat dan jangan sampai semua menjadi panjang lebar. Suruh wanita itu pulang."
Semua membisu. Mayang Pratiwi memutar kursi rodanya. Wajah wanita itu tetap dingin dan sepertinya memang tidak mau dibantah. Gia yang terpaku segera membantunya. Dia sempat menoleh ke arah pendopo dan sosok Niken Palupi sedang dijaga oleh beberapa orang. Semua orang terlihat tetap tenang di situasi yang cukup mencekam itu. Gia yang mendorong kursi roda dan sudah mencapai teras, merasa bahwa semua orang seperti sudah terbiasa menghadapi hal-hal seperti itu di masa lalu. Atau bahkan lebih dari itu.
"Dian Agni dan Mas Banyu itu memang perlu diberikan penataran tentang hal yang harus dan tidak dilakukan. Tentang memilih-milih siapa yang harus ditolong. Tentang jangan mendekat sama sekali pada orang-orang yang bisa merepotkan kita."
Mayang Pratiwi akhirnya mengeluarkan suara lagi setelah Gia mendorongnya masuk ke rumah induk dan menutup pintu. Dia membisu karena cukup kaget dengan apa yang sudah terjadi. Mereka yang sedang menikmati teh nyatanya harus tunggang langgang keluar rumah karena kejadian tadi.
"Mbak langsung tidur ya."
"Mbak capek sekali..."
Helaan napas panjang Mayang Pratiwi seakan menggambarkan segalanya. Bagaimana dia sudah muak dengan hal-hal random yang dilakukan oleh orang-orang dari luar sana. Dia seakan bisa dengan tepat membaca situasi.
"Aku ini pelakor. Suhunya wanita yang diberikan cap perusak rumah tangga orang. Aku tahu langkah-langkah yang dilakukan oleh orang-orang sepertiku. Niken Palupi itu tokoh baru. Gerakannya benar-benar persis seperti apa yang aku lakukan di masa lalu. Dia yang seperti itu sangat mudah dimanfaatkan oleh anaknya yang manipulatif."
Gia berdeham tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Bagaimana kakak iparnya itu dengan enteng menjabarkan label-label keramat yang pernah menempel dalam dirinya. Ini jelas bukan tentang rasa malu yang sudah terkikis. Tapi lebih terdengar seperti, wanita itu yang bersyukur karena menerima kesempatan untuk terbebas dari label-label itu dan menjalani hidup lebih baik.
"Dian Agni itu kalau tidak ada aku dan Mas Banyu, pasti sangat mudah dimanfaatkan oleh orang. Duh...aku suka gemas sekali dengan sikapnya. Sudah cukup Rion saja. Jangan terlibat terlalu banyak. Kamu mengerti maksud Mbak kan Gia?"
"Mengerti Mbak." Gia menjawab cepat. Dia tersenyum ke arah seorang perawat yang membantu membuka pintu kamar Mayang Pratiwi. Kesibukan segera terjadi seperti biasa. Persiapan tidur yang cukup panjang. Gia menyeka kaki iparnya dengan air hangat dan memakaikannya kaos kaki baru. Wanita itu masih terlihat kesal dan berbicara panjang lebar. Lifter memindahkannya ke tempat tidur saat Gia selesai mengurusnya. Perawat menutup jendela dan membawa keluar baskom.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
Roman d'amourTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...