Bab 100. Kapal yang Membuang Sauh Jauh di Tengah Lautan

1.3K 376 88
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iya deh iya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Iya deh iya...bab 100 dipublish di Wattpad. Selamat membaca teman-teman ♥️

*

”Jangan suka over thinking. Mbak Lintang mungkin sangat peka dengan apa yang terjadi pada keluarga kalian, tapi dalam setiap kasus, kita tetap harus memakai asas praduga tak bersalah.”

Gia menggeleng dan segera memegang lengan Andi yang berjalan ke arah aula.

”Tidak lihat? Raden Ayu Dian Agni Pangestika sudah baper karena kamu yang emosi...”

Andi tertawa pelan mendengar Tante Giana yang berbisik-bisik padanya. Wanita itu bahkan merunduk-runduk sambil terus menarik lengannya, seakan tidak ingin siapapun mendengarnya bicara. Andi merasa bahwa dia tidak perlu menoleh ke belakang, karena dia tahu, wanita yang dimaksud oleh Tante Giana memang sedang menatap mereka dengan bersedekap.

Mereka keluar menuju teras rumah dan menuruni undakan. Tidak menghentikan langkah, Gia menolak menuju pendopo dan justru menarik Andi menuju ke bangku taman samping yang sepi.

”Kalau diibaratkan, acungan jari tengah tidak diperlukan di rumah ini, Andi.”

”Saya jengkel dengan Mbak Lintang.”

”Anggap semua adalah jari jempol.”

Andi tertegun dan nyatanya Tante Gia masih meneruskan perumpamaannya. Dan kali ini wanita itu menggunakan istilah yang lucu untuk situasi yang baru saja terjadi.

”Malah serem Tan kalau jarinya jempol semua.”

”Maka dari itu. Jangan lakukan. Tepikan dulu apa yang menjadi pemikiran Mbak Lintang. Bisa jadi dia salah. Dan kalaupun dia benar, maka kembali lagi, asas praduga tidak bersalah harus diterapkan.”

”Tante dosen ilmu kimia atau hukum sih?”

”Aku?” Gia menunjuk hidungnya sendiri. ”Pengangguran.” Bahu Gia luruh dan dia tidak segera menyandarkan punggungnya ke kursi taman. Dia tetap pada posisinya. Membungkuk dan terlihat putus asa. ”Kami pengangguran yang menikah atas nama cinta. Tertampar oleh kehidupan bahwa segala hal tidak bisa dibeli dengan cinta...”

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang