Mendung yang menggantung tidak menjadi hujan lebat. Angin yang kencang bertiup dari arah gunung Merapi, membawa awan hitam ke selatan. Melintasi dalam kota dan mungkin saja terjebak di atas laut selatan.
”Aku tidak bermaksud membandingkan masalah keluarga mu dengan keluargaku. Tapi, kami juga mengalami situasi yang buruk di banyak kesempatan di masa lalu. Dan kalau sekarang kami, terutama aku harus berada di situasi itu lagi, maka aku pastikan aku sudah sampai pada pemikiran kalau Allah menganggap aku mampu. Yang membuat semua berbeda adalah karena ada kamu.” Garin menepuk pundak Andi. ”Ada banyak masalah hidup yang berat untuk dijalani. Menjebak kita pada situasi memalukan. Tapi, bisa apa kita selain menjalaninya dan mencari pemecahannya?”
”Untuk sementara ini diam dulu di rumah. Tidak usah ke kafe...”
Andi menggeleng. ”...justru saya harus sibuk Tan.”
”Huum...baiklah.”
Setelah pembicaraan pelan yang menenangkan, melangkah keluar dari ruang keluarga dan berjalan di sepanjang koridor menuju aula, Andi menatap sekelilingnya. Kehangatan tetap seperti menyelimuti nya dengan kuat hingga membuat emosi di hatinya berubah menjadi ketenangan. Diibaratkan api di dalam kawah Merapi sana, api itu telah tenang. Bergolak itu pasti, tapi api itu seperti sedang beristirahat.
Pintu ruang kerja sudah terbuka. Orang-orang di dalamnya sudah keluar. VW kodok milik pematung Marmo Gendeng juga sudah tidak ada di depan rumah. Begitu juga mobi milik para ahli sketsa wajah yang turut hadir ketika kenyataan itu terungkap. Andi menarik napas dalam dan berjalan ke kamarnya. Dia masuk dan menutup pintu rapat-rapat.
”Apa langkah selanjutnya Mas?” Gia yang menatap prihatin sosok Andi Maheswara yang baru saja menghilang di kamarnya, menoleh pada Garin yang membisu.
”Mas dan Mas Banyu Biru akan membawa semua bukti ke pihak kepolisian sambil menunggu Rion. Kalau semua beres, dalam dua tiga hari ke depan kita akan mendapatkan keputusan.”
”Hati-hati, Mas.”
”Seperti biasa, ketika tensi naik, maka penjagaan di rumah ini akan diperketat. Jangan kemana-mana, Dek.”
”Tidak. Mungkin hanya ke rumah depan. Bapak dan ibu belum bisa kemari karena harus ke luar kota.”
”Nanti Mas akan menelpon mereka.”
Gia mengangguk. Dia tersenyum saat Garin mengulurkan tangan dan mengusap perutnya.
”Dua minggu lagi huh?”
Gia mengangguk. ”Bismillah.”
Mereka menoleh dan melihat Mas Banyu Biru dan Mbak Agni menghampiri mereka.
”Kita jalan sekarang, Rin. Aku harus balik kantor secepatnya.”
”Nggih, Mas.”
Dan melihat para pria meninggalkan rumah itu dengan membawa bukti penting, membuat Gia duduk dengan raut khawatir di teras. Dia menatap Mbak Agni yang seperti memiliki ketenangan super.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
RomantizmTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...