Bab 11. Terciduk

2.2K 501 73
                                    

Musim hujan sepertinya sudah akan tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim hujan sepertinya sudah akan tiba. Suara belalang kayu nyaring terdengar memekakkan telinga.

"Tidurlah sekarang. Kamu harus bekerja besok."

Gia merasakan usapan di kepalanya. Dia tidak sepenuhnya melepaskan pelukannya pada Prof Garin saat mendongak menatap pria itu. Dia tidak mengatakan apapun. Hanya menatap pria itu dan membisu.

"Mas? Tiba-tiba sekali..." Garin yang jengah ditatap tanpa bicara seperti itu membuka percakapan setelah jeda hening yang lama.

"Apa anda memahami apa yang tersirat dari ucapan saya, Mas?"

Garin tertawa pelan. "Tentu saja. Hanya saja, panggilan Mas itu cukup asing."

"Lalu?"

"Straight to the point ya? Boleh aku berpikir?"

"Tentu saja. Berpikir adalah hal yang harus anda lakukan karena saya sudah melakukannya selama bertahun-tahun."

Garin menatap Gia yang perlahan melepaskan pelukannya. "Kamu melakukan itu dan lari?"

"Karena saya tahu Mas yang tidak bisa berlari." Giana menegakkan tubuhnya dan tersenyum. Garin yang menatapnya, membeku seakan hati pria itu sedang terketuk oleh ucapan Gia. "Saya memaknai sebulan ini adalah sebuah titik balik dari hidup saya. Jujur, saya memang banyak memikirkan Mas sejak pertama kita bertemu. Bertemu dengan Mas in unexpected way, membuat saya berpikir bahwa saya harus menyudahi segalanya."

"Menyudahi segalanya dengan segala kemungkinan terjadi?"

"Huum." Gia mengangguk. "Saya sudah terlalu tua untuk terus menunggu. Kata ibu saya harus segera mengambil keputusan."

"Apa kamu tergesa karena stigma yang ada dalam masyarakat?"

"Itu juga. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran masyarakat memberikan andil yang sangat banyak. Tentang wanita di atas 25 tahun yang belum menikah? Bohong sekali kalau saya bisa mengacuhkan itu. Itu sangat mengganggu dan tentu saja karena saya hidup dalam masyarakat seperti itu dan saya tidak bisa berbuat apapun walaupun sekedar penyangkalan."

"Dan ketika bertahun-tahun lamanya hal itu sampai pada keputusan yang tidak sesuai dengan apa yang kamu pikirkan, bagaimana?"

Mereka duduk di bangku taman. Gia menarik napas dan menelengkan kepalanya menatap Garin yang balik menatapnya. "Prof percaya diri sekali kalau saya tergila-gila dengan anda ya?"

Kalimat itu tidak terdengar sebagai sebuah pertanyaan tapi sebuah kalimat sarkas yang halus karena dibarengi dengan tawa dan senyum yang tulus.

"Kurang lebih." Garin tertawa. Pandangan mata mereka kembali saling mengunci.

"Saya tahu saat pertama kali menatap mata anda seperti ini, anda benar-benar tidak bisa berlari dari seseorang Prof. Saya cukup senang bertemu dengan  anda. Tapi saya tidak akan memaksakan apapun. Keputusan itu, biar saya yang membuatnya sendiri."

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang