Bab 129. A Same Cycle

1.3K 366 58
                                    

”Tidak mungkin Mas Banyu Biru tidak tahu apa-apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


”Tidak mungkin Mas Banyu Biru tidak tahu apa-apa. Juga Mbak Mayang. Atau Mbak Agni. Tapi mengapa mereka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa sekarang? Atau memang tidak terjadi apa-apa dan semua orang melanjutkan hidup?”

Gia menimang ponselnya. Mengingat lagi atau lebih tepatnya meyakinkan ingatannya lagi bahwa itu adalah hari ke 4 setelah kepergian Garin ke Solo dan dia belum bisa menghubungi suaminya itu. Bahkan hingga detik ini, Garin hanya membalas pesannya dan mengatakan bahwa mereka belum bisa melakukan sambungan telepon.

Gia masuk lagi ke kamar dan memastikan jam berapa saat itu. Dia terpaku di dekat ranjang dan menoleh ke arah pintu penghubung kamar dengan ruang bayi. Dia terhenyak saat mendapati kakak iparnya ternyata sudah ada di ruangan itu. Gia bergegas menghampiri nya.

”Loh Mbak...sudah lama?”

”Belum. Baru saja tadi bareng sama Lastri.”

”Ooh...”

”Banyu anteng ya?”

”Alhamdulillah Mbak.” Gia duduk di sofa di mana dia biasa menyusui anaknya.

”Manusia dan mesin secanggih apapun bisa juga melakukan kesalahan kan?”

”Tentang anak saya Mbak? Bisa dipastikan begitu.”

”Kalau orang kita bilang, Monas nya tidak kelihatan jadi seperti perempuan. Apa dokter Rani bilang seperti itu? Mereka...”

Gia mendongak dan menegaskan pendengarannya. Namun kakak iparnya tidak melanjutkan kata-katanya dan justru tersenyum. ”...para dokter dan perawat, mereka juga manusia.”

”Huum...betul Mbak. Mbak...?”

”Huum? Kamu khawatir dengan Garin? Dia akan memberi kabar segera. Ada beberapa hal yang harus diurus dan dia harus fokus.”

”Huum...Mas Garin juga bilang seperti itu. Saya hanya khawatir berlebihan mungkin Mbak.”

”Fokus lah pada Banyu, Giana. Jangan membuat pikiran kamu ruwet. Nanti Banyu rewel.”

Mau tak mau Gia mengangguk. ”Iya, Mbak.”

”Lihatlah semua dengan sudut pandang yang berbeda. Semua yang nampak ruwet seperti permasalahan keluarga Jagadita Laksana, selesai begitu saja dengan pria itu yang bersikukuh mengakui kesalahannya. Para juri telah ditentukan. Petugas kejaksaan sedang mengumpulkan bundel bukti. Kalau semua lancar, persidangan akan digelar secepatnya.”

”Bagaimana dengan Bu Niken, Mbak? Dia tidak mungkin diam saja kan?”

”Wanita dengan kehausan akan harta dan diperbudak oleh kesenangan dunia, dia tentu tidak akan menyerah begitu saja. Oooh...seandainya dia merasa cukup dengan yang banyak itu, semua tidak akan seperti ini.”

”Semoga saja semua tidak berlarut-larut ya Mbak.”

”Kita berharapnya seperti itu dan hanya bisa membantu doa.”

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang