Bab 9. Terima kasih untuk tidak menikah

2K 546 136
                                    

"Kita bicara besok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita bicara besok. Sekarang masuklah."

"Mana bisa seperti itu? Ada apa, Prof?"

Setelah terseok berjalan di trotoar dan melakukan hal bodoh yaitu berjalan sambil menatap Prof Garin yang fokus pada jalanan di depan mereka, Gia menggeleng dan merasa tidak puas dengan jawaban pria itu.

"Bagaimana lutut kamu?" Garin terlihat menunduk untuk memastikan lutut Gia. Mereka berhenti sebentar.

"Tidak apa-apa, setidaknya tidak berdarah-darah seperti kemarin. Tapi Prof..." Gia tak urung mengaduh lirih ketika mereka harus kembali melangkah. Menyusuri pedestrian panjang, Gia yang melangkah sambil menelengkan kepala menatap Prof Garin, melihat pria itu begitu waspada pada sekelilingnya. Pria itu memegang lengannya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang plastik bakmi Jawa yang dibelinya tadi.

Akhirnya, mereka berbelok ke gang rumah dan Gia berhenti mendadak satu undakan sebelum undakan terakhir membuat Prof Garin yang memegangi lengannya ikut berhenti dan berbalik menatapnya. Gia mengeluh dalam hati. Bahkan ketika dia berada satu undakan di atas pria itu, Prof Garin tetap menjulang tinggi menjadikan Gia merasa seperti kurcaci.

"Ayo pulanglah. Ini sudah cukup larut dan jangan keluar lagi. Mengerti?"

"Ya tapi..."

Mereka kembali melangkah dan Garin beringsut mundur di belakang Gia ketika mereka menjangkau pagar rumah.

"...kenapa Prof keluar malam-malam ke halte Persada. Ada apa?"

Garin terpaku menatap Gia yang berbicara dengan nada rendah dan nampak sedikit kesal karena dia yang tidak menjelaskan apapun. Gadis itu sepertinya tidak akan menyerah begitu saja sampai dia bicara mengapa mereka harus terjebak situasi seperti itu sekarang.

"Kita akan bicara besok, Giana. Aku janji. Dan...Pak RT cukup galak dengan orang yang berkumpul lewat tengah malam. Apalagi pria dan wanita."

Gia tertegun dan menelengkan kepala melewati pundak Garin. Gadis itu bahkan berjinjit dan menatap ujung gang di kejauhan.

"Ya Tuhan. Benar." Gia terlihat menelan ludah kelu dan beringsut mundur membuat Garin menahan tawa. Terbayang di matanya sosok Pak RT Awal yang terkenal baik namun tegas tanpa ampun.

"Masuklah."

Dan seperti menyadari posisinya sekarang, Gia mengucapkan salam dan menutup pagar rumahnya. Meninggalkan Garin yang membalas salam sama pelan dan menunggu hingga yakin Gia benar-benar sudah masuk ke rumah.

"Apa yang sudah aku lakukan?" Garin mendongak dan menyugar rambut khas pria yang kebingungan dengan situasinya sendiri. Dia berjalan cepat menuju jalan utama dan jalanan itu sangat sunyi. Garin menatap sekelilingnya untuk memastikan bahwa pria misterius tadi tidak ada lagi di sana.

Pertanyaan yang nyaris sama tengah digumamkan oleh Giana pada dirinya sendiri. Sama bingung. Dia bahkan berdiri di depan pintu cukup lama dan menatap pagar rumah.

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang