Bab 19. Seperti Ular Yang Masuk Rumah

1.7K 458 56
                                    

"Jangan keluar rumah dulu ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan keluar rumah dulu ya."

Gia mengangguk dan kali ini benar-benar tidak membantah ucapan Garin. Dia menunduk ketika pria itu mencium kepalanya lembut. Gia masih berdiri di pagar rumahnya sampai pria itu sampai ke ujung anak tangga dan menoleh lagi padanya memberi kode agar dia masuk. Gia mengangguk dan menutup pintu.

Gia mengusap lengannya dan berjalan ke arah taman rumahnya. Dia memotong sebuah dahan kering dan memasukkannya ke tong sampah. Gia berjalan masuk lagi ke rumah dan entah mengapa merasakan rasa tidak nyaman dengan atmosfer di sekelilingnya. Dia naik ke kamarnya dan duduk di depan layar monitor CCTV. Mobil mewah milik Lintang Dianti terlihat mencolok di jalan depan rumah nomor 13.

"Jangan khawatir dengan wanita itu Giana. Semua orang di keluarga Mas Garin mengenalnya dengan baik. Itu artinya, wanita itu baik. Ya kan?"

Giana memutuskan untuk turun lagi ke lantai bawah dan mencuci pakaiannya. Dia menyibukkan dirinya hingga benar-benar melupakan kedatangan Lintang Dianti. Gia bahkan membawa cuciannya ke sepetak rooftop di atas rumahnya. Namun sepertinya langkah itu salah. Sambil menjemur bajunya, dia bisa leluasa menatap kejauhan. Ke arah mobil Lintang Dianti yang masih parkir di depan rumah Prof Garin. Mobil itu masih berada di sana.

Fokus Gia sejenak teralihkan ke arah rumah kost-kostan di seberang jalan. Dari arah balkon rumah kost itu, seorang gadis yang dia kenal melambai-lambaikan tangan ke arahnya. Namanya Ria. SPG rokok yang sangat cantik. Gia membalas lambaian gadis itu sebelum melanjutkan acara menjemur bajunya.

"Lama sekali. Ooh...kok tidak enak banget rasanya punya pacar ya?" Gia menenteng keranjang cuciannya menuruni tangga. Dia kembali masuk rumah dan menuang segelas besar air lalu membawanya ke ruang tengah. Gia menyalakan televisi dan mencoba menekuninya namun pikirannya tetap bertanya-tanya.

"Oh...mungkin Mbak petugas bersih-bersih itu masih ada kan..."

Giana meluruskan kakinya dan kali ini benar-benar berkonsentrasi pada lanjutan drama The Bad Good Mother yang ditekuninya sejak beberapa hari lalu. Dia menarik selimut dan merebahkan tubuhnya bersandar pada tepian sofa.

Pada akhirnya Gia memang terlihat menekuni layar televisi namun dari ponsel di tangannya yang bergerak ritmis mengetuk-ngetuk dadanya sendiri, jelas gadis itu sedang berpikir keras.

"Masalahnya sangat banyak. Belum lagi wanita bernama Kinanti yang ada di rumah sakit Alamanda itu. Ya kan? Huuum..." Giana memejamkan matanya dan kembali mengingat-ingat wajah wanita bernama Kinanti. Dari wajahnya yang ayu, wanita itu memiliki garis yang khas dan sama dengan keturunan Danurwendo lainnya. Andai wanita itu benar-benar sehat dan waras, garis itu pasti akan terlihat sangat jelas.

"Kami sudah terikat secara emosional. Dan tentu saja aku sudah tergila-gila dengannya. Aku harus siap dengan apapun di masa depan kan?" Giana tidak membuka mata namun dia terus berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Usaha yang sesekali diselingi senyum kecil dan raut kebingungan. Dia mengingat bagaimana kejadian tadi...mereka mungkin tidak terlalu baik dalam pengendalian diri.

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang