Bab 126. Segelas Scotch dan Sebuah Perjanjian

1.2K 376 66
                                    

Note : Naskah ini sudah mendekati tamat di Karyakarsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note : Naskah ini sudah mendekati tamat di Karyakarsa. Terima kasih yangs sudah mendukung di sana. Kalian yang mendukung di Wattpad dan tidak rewel...sarangbeoooo...♥️

*

”Melakukan segala sesuatu secara tunai? Itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak ingin kegiatan dan keberadaannya dideteksi oleh orang lain. Bagaimana aku harus menanyakan ini? Dan kalau memang seperti itu, Mas Garin memang sedang tidak ingin apapun itu diketahui oleh orang lain. Lagi pula...itu kan uangnya...”

Gia meletakkan ponselnya dengan hati-hati setelah dia selesai melakukan sambungan telepon dengan seseorang dari pihak bank. Dia benar-benar bingung sekarang. Dan pada akhirnya dia hanya bisa menarik napas panjang dan beranjak dari duduknya. Gia berpikir bahwa mungkin dia bisa bicara pelan-pelan dengan suaminya ketika pria itu kembali dari Solo.

"Aduh...” Gia mendongak ketika dia tanpa sengaja menabrak pintu kamarnya. Dan seperti tipikal manusia kebanyakan, dia mengusap dahi lalu memukul daun pintu di depannya seakan benda mati itulah yang salah.

Gia masuk ke kamarnya dan menutup pintu pelan. Berada di kamar itu memperjelas statusnya sebagai orang yang belum bisa melakukan apa-apa. Dia menatap sekeliling kamar dan berdeham lirih menyadari bahwa pemulihan pasca operasi yang dijalaninya akan membutuhkan waktu yang lama.

Gia mendongak saat pintu kamarnya terbuka dan Mbak Agni masuk.

”Assalamu'alaikum.”

”Waalaikumsalam, Mbak.”

”Banyu tidur?”

Gia mengangguk dan mengekor Mbak Agni yang berjalan masuk ke kamar bayi. Wanita itu mengamati Banyu dan duduk di dekat box bayinya.

”Mbak harus ke Bantul dan mungkin akan sedikit lama di sana.”

”Simbah tidak apa-apa kan Mbak?”

”Agak meriang sedikit. Maklum lah sudah sepuh selalu ada yang dirasa.”

”Simbah sangat oke untuk usia 91 tahun Mbak.”

”Alhamdulillah. Mbak menginap ya. Kamu mau ke rumah depan atau di sini saja?”

”Di sini tidak apa-apa Mbak. Mas Garin juga nanti malam pulang.”

”Sudah menelpon? Dia maksud Mbak.”

”Sudah Mbak.”

”Syukurlah. Dia paling suka lupa waktu kalau sudah urusan pekerjaan.”

”Mbak...”

”...huum...”

”Huum...Gempar apa baik-baik saja?” Gia mencoba tersenyum saat Mbak Agni menoleh menatapnya. Pertanyaan tentang Gempar itu jelas salah satu yang akan dia tanyakan, tapi sejatinya bukan itu yang ingin dia tanyakan sekarang.

”Dia belum memberi tahu apa-apa. Kami tidak bisa bilang biasalah...anak muda yang berpacaran mana ada mulus-mulus saja. Tidak bisa seperti itu kalau dengan Gempar karena dia sangat serius dengan apa yang dia jalani.”

LEFTOVERS LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang