Hiruk pikuk dunia malam di area eksklusif. Lalu lalang manusia dengan berbagai suasana hati terlihat. Wajah-wajah yang menyiratkan seakan mereka bisa mengemas kebahagiaan dengan berada di tempat itu. Harapan yang bisa dipastikan melambung tinggi dan akan terhempas oleh kenyataan di pagi hari. Mereka yang pulang dengan kondisi mabuk akan bangun keesokan harinya dengan perasaan membenci hari itu secara instan.
Keluar masuk bar dan minum beberapa gelas. Sosok Rafael seperti orang yang kebingungan malam itu. Dia mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Samar di ingatannya, dia baru saja baku hantam dengan seorang pria di belakang salah satu bar terkenal di sudut perempatan jalan.
”Maaf, Pak. Sebaiknya anda pulang sekarang. Anda sudah terlalu mabuk.”
Rafael menoleh dan tertawa tertahan. Tangannya terkepal tiba-tiba dan dia mendorong pria yang baru saja menegurnya. Dan pria gempal di depannya itu justru bergeming. Tubuhnya sekeras batu. Rafael yang memang sudah tidak bertenaga, terdorong mundur.
Segelas tequila yang sudah tumpah-tumpahan dari gelas di tangan kirinya, ditenggak oleh Rafael dan dia tidak membutuhkan apapun untuk menetralisir rasa pahit minuman itu. Dia berusaha menjangkau pria di depannya namun gagal. Rafael menoleh ke kanan dan ke kiri dan samar melihat beberapa orang berusaha memegang tubuhnya. Semua pasang mata di ruangan itu menatap ke arahnya dengan berbagai makna. Sebagian besar jelas tatapan sinis yang tidak perduli.
”Aaaagrh...arrrgh...” Geraman lirih terdengar dari mulut Rafael. Dia merasa terseok ketika tubuhnya ditarik keluar beramai-ramai oleh orang-orang berperawakan tinggi besar, dan didorong begitu saja masuk ke sebuah taksi.
”Jalan Tirtodipuran no 7, Pak.” Salah satu pria tinggi besar itu berteriak ke arah sopir taksi. ”Panggil saja satpam rumah nanti kalau sudah sampai.”
Taksi yang biasa membawa orang-orang mabuk itu melaju meninggalkan area dugem itu. Melaju ke barat lalu ke selatan. Sopir taksi merapatkan jaketnya dan membenahi sedikit posisi kaca spion bagian dalam mobil. Dari sana, dia menatap ke jok belakang. Sosok Rafael Nadal terlihat tak sadarkan diri. Pria itu sepertinya tidur bahkan mendengkur.
Rumah megah kediaman Jagadita Laksana itu sejatinya bernomor 7 dan 8 dengan dua bangunan besar yang menjadi satu. Taksi berhenti di depan gerbang megah rumah itu setelah perjalanan 12 menit dari Timoho.
”Biar saya bantu Pak.”
Penjaga keamanan sesaat merasa ragu. Sopir taksi dengan topi dan masker yang rapat menutup mulut dan hidungnya itu sejenak membuat penjaga keamanan rumah itu ragu. Pria itu membuka pintu taksi. Dan satpam itu melihat sosok Rafael yang tinggi besar mustahil untuk dirinya mengangkat anak majikannya itu sendirian.
”Ayo jangan lama-lama.”
”Mari, Pak. Waduh saya sebenarnya ingin buang air kecil ini...”
Dengan susah payah, mereka berdua menarik Rafael dan mengangkatnya masuk ke rumah. Pembantu rumah itu membuka pintu lebar-lebar. Dia masih nampak mengantuk. Terseok-seok mereka memasukkan Rafael ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEFTOVERS LADY
Roman d'amourTentang Giana Putri yang diuber semua hal. Terutama diuber orang tuanya untuk segera menikah karena umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Lalu lini masa dalam hidup membawanya masuk ke keluarga Danurwendo. Giana yang polos dan hanya mengerti b...